Skip to main content

Kita sering mendengar jargon makanlah makanan yang menyehatkan. Namun, saat ditelusuri lagi, diet makan mana yang terbaik? Makanan seperti apa yang bisa disebut pangan sehat? Lalu bingung. Satu teori dengan teori lain bisa saling bertolak belakang. Masing-masing punya argumentasi ilmiahnya sendiri. Pangan sehat dari kata dalam bahasa Inggrisnya “Nutrition.” Dalam bahasa Indonesia, para ahli menggunakan kata ‘Gizi’, dari bahasa Arab ‘Ghizai’.

Pangan sehat mengacu pada makanan yang menyediakan vitamin, mineral, serat, dan nutrisi yang diperlukan tubuh agar berfungsi dengan baik. Tidak hanya itu, pangan sehat juga idealnya memberikan daya, energi hidup, dan vitalitas sehingga memberikan efek kesehatan yang paripurna. Di antara begitu banyak teori diet, pangan, dan kesehatan, secara umum, dalam memilih pangan sehat, pilihlah makanan yang mengandung 7 prinsip ini:

1. Utuh (whole food).

Paling mendekati kondisi alaminya. Seperti yang sudah disediakan oleh alam, tanaman dengan semua bagiannya yang dapat dimakan. Biji-bijian yang sudah diolah atau kerap disebut sebagai refined grain (lawannya whole grain), umumnya diolah untuk meningkatkan daya simpan. Meskipun daya simpannya bertambah, proses pengolahan menghilangkan banyak zat gizi dalam kulit arinya, khususnya vitamin, mineral, dan serat. Beras putih termasuk kategori refined grain. Sedangkan, whole grain adalah biji-bijian berbentuk utuh atau digiling menjadi bentuk tepung, tapi tetap mempertahankan semua bagian anatomi biji yang terdiri dari bran (kulit), germ (lembaga), dan endosperma (bagian terbesar dari biji). Beras merah atau sorgum termasuk whole grain.

Tanaman Sorghum (Sumber: Canva.com)

Sayuran dan buah-buahan yang belum diproses (apel dengan kulitnya — dengan catatan jika tidak diberi lilin). Beberapa sayuran bisa dikonsumsi dari daun, batang, hingga bagian akarnya. Tidak harus dimakan mentah, bisa juga diolah dan dimasak dengan tetap mempertahankan nutrisinya. Makanan utuh memasok semua nutrisi alam dalam satu paket, memberi kita energi kehidupan dari makanan tersebut.

2. Segar, Alami, Nyata, dan Tumbuh Secara Organik.

Bukan produk kalengan, tidak dibekukan, dan tidak diiradiasi (metode pengawetan pangan dengan penyinaran menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan pangan serta membebaskan dari jasad renik patogen). Lebih segar tentu lebih baik, dalam arti, belum masuk freezer. Pangan juga sebisa mungkin tidak direkayasa secara genetik (GMO); bebas dari pestisida; bebas dari bahan kimia tambahan, pewarna, pengawet. Bukan imitasi (seperti margarin, pemanis buatan, perisa, daging sintetis, dan sebagainya). Pangan yang ditanam secara organik tidak hanya terbukti lebih tinggi nutrisinya, tetapi juga rasanya jauh lebih unggul.

3. Sesuai dengan Musim.

Agar selaras dengan lingkungan sekitar, ada baiknya memilih makanan yang sedang panen pada musimnya. Buah dan sayuran yang sedang musim, harganya jauh lebih murah dan tidak kehilangan nutrisinya seperti makanan yang didatangkan dari jauh (impor). Rasanya juga jauh lebih enak. Beruntung kita tinggal di negeri dua musim sehingga lebih mudah mendapatkan sayuran dan beragam buah sepanjang musim.

4. Pilih Produk Lokal.

Menunya organik sih, sayur brokoli, paprika. Buahnya blueberry, apel. Dagingnya sapi yang grass fed alias pemakan rumput. Kandungan nutrisnya tinggi. Tapi, dari mana dulu asalnya? Pilih produk pangan yang ditumbuhkan dari area geografis yang tidak jauh dari tempat tinggal kita. Selain karena harganya jelas lebih murah, pangan lokal juga lebih bergizi karena dipetik lebih matang dan tidak kehilangan nutrisinya karena harus proses pengiriman yang memakan waktu lama.

Terong Kebun Surgawi Mengwi Bali (Sumber: Dokumen Pribadi)

5. Selaras dengan Tradisi.

Perhatikan apa yang dimakan nenek moyang kita dan sedapat mungkin kita memasukkan makanan tersebut ke dalam pola makan modern kita, mungkin dengan beberapa modifikasi dan inovasi (misalnya, kurangi garam, sedikit lemak, sedikit gula, diolah menjadi menu inovatif). Misalnya, umbi-umbian, jagung, talas, kacang-kacangan, dan sebagainya.

6. Seimbang.

Penting untuk memastikan ada cukup protein, karbohidrat, lemak, dan mikronutrien dalam makanan kita secara keseluruhan, dan memperhatikan sistem teori ekspansif/kontraktif, teori asam/basa. Teori ekspansif/kontraktif itu semacam Yin dan Yang makanan. Makanan yang bersifat ekspansif adalah yang memberi efek mendinginkan (Yin). Contohnya, buah. Makanan yang bersifat kontraktif memberi efek menghangatkan (Yang). Contoh, telur, daging, dan makanan asin.

Teori asam basa (acid/alkaline) mengacu pada kadar pH dalam darah. Tubuh kita mengandung 80% basa dan 20% asam. Tubuh kita bekerja  keras  untuk mempertahankan  level  dari  pH  tersebut. Darah di dalam vena tubuh kita memiliki  pH yang bervariasi, tergantung  dari apa  yang  kita  konsumsi, apakah kebanyakan  makanan  yang  mengandung  mineral  basa  atau  kebanyakan makanan yang  mengandung  asam. Tapi, sebagian besar makanan yang kita konsumsi bersifat  asam. Nasi, tepung, daging, semuanya pembentuk asam. Oleh sebab itu, tubuh memerlukan lebih banyak makanan pembentuk basa daripada makanan pembentuk asam. Contoh makanan pembentuk basa adalah sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain kedua teori tersebut, ada beberapa teori lain yang menjadi referensi tentang keseimbangan pangan. Sejatinya, tubuh kita punya mekanisme alami untuk menyeimbangkan apa yang dibutuhkan oleh tubuh. Latih kepekaan, biarkan indera dan ‘rasa’ kita yang menuntun.

7. Lezat.

Yang dicari orang saat makan adalah…lezat. Lidah kita menyukai sensasi kelezatan, itu valid. Pangan sehat tanpa banyak diolah pun sebetulnya rasanya jauh lebih enak daripada makanan manufaktur. Sayur yang ditanam secara organik (dan Sigma), rasanya krenyeskrenyes dan ada manisnya, tanpa perlu bumbu apa pun. Sayangnya, Selama ini kita beranggapan, makanan yang lezat adalah makanan olahan, dengan umami dari MSG. Saking sudah jarang ditemukan, lantas rasa pangan alami sudah semakin terlupakan. Kita bisa belajar untuk mengolah pangan sehat itu menjadi sesuatu yang melezatkan. Cara lain, dengan pelan-pelan mengubah kebiasaan. Mari mengajak lidah berkenalan lagi dengan rasa dan aroma sayur dan pangan sehat.

Kacang Panjang ala Sigma Farming di Kebun Surgawi Cihirup Kuningan Jawa Barat (Sumber: Dokumen Pribadi)

Ketujuh kriteria tersebut dapat membantu kita menemukan makanan sehat di mana pun kita berada; tanpa bergantung pada label diet tertentu, studi laboratorium, tabel kandungan kalori, kebutuhan nutrisi individu, yang semuanya dinamis.

 

Sumber:

Buku Food & Healing (1986), Ballantine Books, New York

Annemarie Colbin