Oleh: Riza Habibi – Ketua Bidang Riset dan Kajian Pusaka Indonesia
Kebuntuan akan perjuangan dalam memperbaiki nasib bangsa membuat penulis yang merupakan akademisi dan juga seorang praktisi di bidang ekonomi politik merasa gelisah. Dari semua diskursus yang diteliti oleh penulis, disimpulkan bahwa problem utama bangsa ini terletak pada mental dan karakter. Pancasila yang merupakan dasar negara hasil rumusan para founding fathers negara ini digadang-gadang bisa menjadi solusi pun mengalami kebuntuan, walaupun sudah masuk ke dalam kurikulum pendidikan bahkan sudah banyak kajian/ riset mengenai hal tersebut.
Berdasarkan pengamatannya, penulis meyakini masalahnya bukan pada Pancasila yang mulai diragukan oleh beberapa pihak, tetapi kesalahan berlogika dalam memahami Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila yang seharusnya bisa menjadi karakter yang terejawantahkan dalam aktivitas kehidupan bermasyarakat, dan menjadi karakter dasar yang dimiliki oleh para pemangku kebijakan negara, tetapi pada kenyataannya absen akibat tergerus oleh ideologi neoliberalisme yang disusupkan oleh para oligarki.
Kompleksitas tersebut yang menggerakkan penulis, untuk merumuskan apa saja masalah utama yang dihadapi negara ini di segala aspek Ipoleksosbudhankam, beserta solusi praktis yang diperoleh dari beberapa pemikiran tokoh-tokoh bangsa. Mulai dari penegakan ideologi Pancasila yang harus menempuh aspek fisik (teritorial), formal (UUD dan hukum), mental (nalar dan mindset). Perpolitikan yang kini disetir oleh para Oligark dan hilangnya fungsi penting majelis mandataris (MPR) yang seharusnya menjadi wasit tata kelola pemerintahan. Pentingnya penerapan ekonomi berbasis Pancasila untuk menghalau dan mentransformasi para pemain shadow economic hingga permasalahan sosial budaya dan pertahanan dimana negara lalai akan adanya perang modern yang nyatanya menjadikan pendidikan sebagai the battle of sovereignty (pertempuran kedaulatan). Penjajahan tersebut yang menjadikan pendidikan mengalami academic poverty yang defisit narasi, defisit referensi, banjir hoax, banjir rujukan asing dan minus rujukan lokal sehingga menciptakan generasi yang berjiwa instan dan inlander, berkarakter mendendam, melupa dan myopik. Dan pada akhirnya negara mudah dilemahkan melalui penjajahan pada sektor perekonomian.
Penulis merangkum pemikiran dari buku-buku dan tulisan-tulisan lepas, dijadikan satu ke dalam buku ini dengan bahasa penulisan yang sangat berani dan lugas. Menarik untuk disimak terutama untuk pembaca yang juga merasakan kejenuhan dan kegelisahan yang sama dengan penulis, maupun pembaca yang sebenarnya masih bertanya-tanya ada apa dan masih adakah harapan bagi negara ini?
Buku ini bisa dipesan di Penerbitan Pusaka Indonesia di sini.