Skip to main content

Seorang petani mengambil telur elang dari sarang yang sedang ditinggal induknya. Lalu, ditaruhnya telur itu di kandang ayam yang juga sedang bertelur dan mengerami telur-telurnya. Setelah beberapa hari, menetaslah telur elang itu bersama telur-telur lainnya.

Induk ayam memperlakukan anak elang seperti anaknya sendiri. Anak elang hidup sebagai ayam: mematuk-matuk cacing di tanah, memakan biji-bijian, dan tidak pernah terbang.

Suatu hari, anak elang melihat sekumpulan elang terbang tinggi di atas langit dan anak elang pun berkata, “Seandainya saya elang.”

Anak elang itu adalah kita, bangsa Nusantara. Bangsa “elang” ini mengira dirinya “ayam”. Inilah mental -meminjam istilah Prof. Yudhie- yang disebut mental kolonial. Mental kerdil akibat tidak menyadari jati dirinya. Inilah tujuan dari penjajahan.

Bagi penjajah, bangsa Nusantara sangat perlu untuk dikerdilkan dan dibodohkan akan jati dirinya agar dengan leluasa mereka dapat mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Tujuan penjajah adalah Gold (mencari sumber kekayaan), Glory (mencapai kejayaan), dan Gospel (menyebarkan agama). Dari ketiga “G” itu, tujuan utama penjajahan hanyalah untuk Glory, mencapai kejayaan bangsanya dengan cara mengeruk kekayaan melalui Gospel atau menyebarkan agama imperialis, agama yang menyebarkan “kabar gembira” bahwa keselamatan hanya jika mengikuti penjajah. Begitulah yang dilakukan mereka selama bercokol di tanah Nusantara ini.

Lalu, apa yang mereka keruk? Jawabannya: rempah dan mineral. Keduanya merupakan barang dagang yang sangat dibutuhkan bagi bangsa-bangsa penjajah. Rempah seperti jahe, cengkeh, lada, sangat dibutuhkan untuk menghangatkan badan dan menjaga kebugaran dalam menghadapi ekstremnya iklim di belahan dunia Eropa. Mineral seperti emas, timah, minyak bumi, dan batu bara dibutuhkan sebagai bahan baku untuk mengembangkan industri.

Bangsa ini adalah bangsa yang sudah sejak lama terkenal sebagai penghasil utama rempah dan mineral. Nusantara memperoleh kekayaan sumber daya alam berupa rempah dan mineral dari kondisi alam yang sebenarnya juga menyimpan potensi ancaman yang tidak kecil.

Nusantara terletak di wilayah lempeng tektonik dan wilayah tumbukan dua lempeng besar: Eurasia dan Austronesia, yang menyebabkan Nusantara memiliki banyak gunung berapi dan rawan gempa. Jika melihat peta jalur gunung berapi yang dikenal dengan istilah “Ring of Fire“, maka kita akan menemukan bahwa seluruh wilayah Nusantara terletak di jalur Ring of Fire itu. Aktivitas gempa dan banyaknya gunung berapi itulah yang menjadi ancaman bagi manusia yang tinggal di Nusantara. Namun, dua hal tersebut pula yang membentuk tanah Nusantara menjadi tanah yang subur dan kaya akan mineral.

Selain itu, Nusantara terletak di garis khatulistiwa yang menyebabkan wilayah Nusantara beriklim tropis. Karena beriklim tropis, sepanjang tahun Nusantara akan mendapatkan penyinaran sinar matahari dan curah hujan yang cukup. Akibatnya, beribu-ribu jenis tumbuhan dapat hidup di Nusantara. Sekitar 11 persen jenis tumbuhan dunia ada di hutan tropis Nusantara. Jumlahnya lebih dari 30.000 spesies, yang sebagian di antaranya adalah rempah.

Jalur perdagangan rempah tercatat sudah ada sejak beribu-ribu tahun lalu. Jalur ini menghubungkan Asia Tenggara, Tiongkok, Asia Selatan, Asia Barat, Timur Tengah, hingga Afrika Timur. Melalui jalur ini, leluhur Nusantara berinteraksi dengan masyarakat dunia internasional. Dapat dibayangkan, begitu akrabnya leluhur Nusantara dengan pergaulan internasional. Bangsa ini dan  bangsa-bangsa luar sudah biasa saling kunjung mengunjungi. Lantas apakah kita masih berpikir bahwa leluhur kita primitif?

Rempah menjadi bahan dagangan primadona yang lebih berharga dari emas saat itu. Saking berharganya, pulau Run di Maluku pernah ditukar dengan Manhattan (sekarang New York) dikarenakan pulau Run adalah penghasil pala. Dengan demikian, Nusantara sebagai produsen utama rempah merupakan bangsa yang kaya raya. Berbagai catatan kuno merekam hal ini, salah satunya adalah catatan I Tsing yang mencatat bahwa Sriwijaya dan Kediri adalah dua di antara negara terkaya di dunia.

Selain rempah, Nusantara terkenal dengan mineralnya, khususnya saat itu adalah timah dan emas. Sumatera atau Sriwijaya terkenal sebagai produsen emas. Kitab Ramayana merekamnya dengan sebutan Swarnadwipa, dari bahasa Sanskerta yang artinya Pulau Emas. Sekitar 100-an prasasti terbuat dari timah dan itu menunjukkan hasil timah yang melimpah.

Letak strategis Nusantara yang menghubungkan samudra Hindia dan Laut Cina Selatan ditambah statusnya sebagai produsen rempah dan mineral berupa emas serta timah, membuat mau tidak mau seluruh kapal dagang dari penjuru dunia dari Tiongkok sampai Afrika pasti akan melalui, singgah, dan berdagang dengan Nusantara.

Itulah sedikit tentang bangsa Nusantara yang sebenarnya. Semoga sekarang “anak ayam” sudah bisa melihat dirinya sebagai elang dan sadar bahwa jati dirinya adalah Elang.

 

Firman Sabar

Peserta Kursus Online Nusantara Studies 

Photo by Frank Cone from Pexels