Skip to main content

“Selama kita tidak pernah mempertanyakan motif di balik investasi, maka kita tidak akan pernah merdeka,” demikian salah satu gagasan Tan Malaka  yang disampaikan oleh Prof. Yudhie Haryono Direktur Eksekutif Nusantara Center dalam kelas Kursus Online Pikiran Jenius Pendiri Bangsa, sesi 3, yang berlangsung 31 Agustus 2023. Investasi, modal asing, utang luar negeri, segala kepentingan asing, termasuk industri pariwisata adalah pintu masuk yang bisa mengancam kedaulatan negara. Apa pun yang masuk ke negara kita pasti punya motif kolonial. Seandainya Tan Malaka masih hidup di masa sekarang, ia akan sangat kritis terhadap hal-hal tersebut. 

Kedaulatan, kemerdekaan, kesetaraan, adalah nilai patriotik yang selalu diperjuangkan Tan Malaka, dengan sangat revolusioner, tanpa kompromi. Jangan-jangan kita sebetulnya tidak paham dengan makna kata-kata ini, karena kita bahkan tidak sadar kalau saat ini, hingga detik ini, bangsa kita belum memilikinya. 

Di era 1920-1940-an, Tan Malaka sudah aktif menyuarakan lewat tulisan-tulisannya, lewat buku-bukunya, gagasan tentang revolusi. Ia orang pertama yang menulis gagasan Hindia Belanda yang merdeka sebagai Indonesia, sebagai Republik Indonesia. Bukan cuma pintar, tapi juga sadar akan adanya pembagian kelas, penguasaan modal (capital), dan kuasa (politik). Rakyat Indonesia tidak punya hak politik di masa pemerintahan Hindia Belanda, kekayaan dihisap asing, dan kehidupan masyarakatnya ditindas. Ia seorang komunis, tapi sebetulnya beyond komunisme karena ia juga menggagas pan islamisme, perlunya merangkul kaum muslim untuk bersama-sama melawan kekuatan kolonial. 

Dengan semangat muda, ia berani mengkritik kolonial, termasuk mengkritik cara pandang pribumi yang pada masa itu hidup dalam kejumudan mistisisme. Keberanian Tan Malaka ini sangat menginspirasi kaum muda dan salah satu yang menggerakkan kebangkitan kaum muda, bukan karena sosoknya, tapi orang mengenalnya dari tulisannya. Sosoknya sendiri nyaris tak pernah menampakkan diri. Sepanjang hidupnya ia habiskan dari penjara ke penjara di berbagai negara, ataupun bersembunyi dalam pelarian. Jauh dari standar kenyamanan.  

Prof. Yudhie memaparkan, sebuah bangsa akan bisa berjaya jika memiliki tiga hal: spiritualitas, intelektualitas, dan kapital, atau yang ia gambarkan sebagai segitiga kekuatan. Indonesia -masa itu- tidak memiliki ketiganya.  Host Ketua Umum Pusaka Indonesia Setyo Hajar Dewantoro, menambahkan, segitiga inilah yang sebetulnya dimaksud sebagai trisula weda. Satria piningit akan datang dengan membawa trisula weda, bukan letterlijk senjata trisula di tangannya, tetapi sebetulnya segitiga kekuatan tersebut. 

Bukan tidak mungkin, kebangkitan kita berikutnya akan dipelopori kaum muda, atau mereka yang punya semangat muda: keberanian dan gelora api revolusi di dadanya. Belajar dari Tan Malaka, kepintaran semata tidak membuat orang sadar akan adanya ketidakadilan dan keterjajahan negeri ini. Banyak yang memilih kenyamanan dan -ironisnya- memuja dan menghamba kolonial. Kita membutuhkan orang pintar yang sadar dan mau berjuang untuk membebaskan negeri ini dari kolonialisme gaya baru. 

 

Ficky Yusrini

Kader Pusaka Indonesia Wilayah Jabar