Skip to main content

Pada akhirnya, globalisasi adalah terusan perampokan. Antara siapa melawan apa? Private capitalism versus state capitalism. Jika private capitalism menempatkan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya sebagai subjek yang mengembangkan segi empat (WB/World Bank, IMF/International Monetary Fund, WTO/World Trade Organisation, TPP/Trans-Pacific Partnership) maka state capitalism menempatkan Cina dan sekutunya sebagai subjek yang mengembangkan segi empat (SR/Silk Road, CD/China Development Integration Limited, II/International Income, AIIB/Asian Infrastructure Investment Bank). 

Dalam sejarahnya, aksiologi keduanya terus berkembang. Amerika dan sekutu kemudian membangun Orientalism Road (jalur orientalisme), sedangkan Cina plus sekutunya membangun Silk Road (jalur sutra). Jalur sutra sesungguhnya jalur kolonial Cina masa lalu. Ia ada sekitar tahun 114 SM sampai 1450 Masehi. Inilah rute kolonial dan perdagangan penting yang menghubungkan Timur dan Barat; pertukaran budaya, agama, ideologi, sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM).

Kini, Cina berusaha menghidupkan kembali Jalur Sutra dalam bentuk baru. Presiden Cina  Xi Jinping pada 2013 mengumumkan inisiatif ‘Jalur Sutra Baru Abad ke-21’ atau The Silk Road Economic Belt and the 21st-century Maritime Silk Road atau yang dikenal juga sebagai Belt and Road Initiative.

Tujuannya, untuk menciptakan beberapa koridor ekonomi yang membentang lebih dari 60 negara di seluruh dunia, mengintegrasikan Asia, Eropa, dan juga Afrika. Wilayah darat, udara, dan lautnya. Inisiatif tersebut, khususnya di bidang maritim melibatkan Indonesia. Presiden Tiongkok bahkan memilih Indonesia sebagai tempat pertama melontarkan rencana menghidupkan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21. Hal yang kemudian dibebekkan Presiden Jokowi dengan program kembali ke laut (poros maritim dunia). Maka, negara yang dipimpin Jokowi kini hanya the battle ground bagi tarung kuasa dua perampokan dunia.

Jalur Besar Sutra (The Great Silk Road) merupakan jalan yang menghubungkan Cina dan Kerajaan Romawi sepanjang 7.000 kilometer lebih. Dinamakan jalur sutra karena barang dagangan utama lewat jalur ini awalnya adalah sutra Cina. Namun seiring waktu barang yang diperdagangkan berkembang, antara lain: perhiasan, emas, besi, dan SDM.

Rute utama jalur ini adalah pegunungan Tian San, Asia Tengah, Afghanistan, Iran, bagian pantai Mediterrania, Afrika Utara, menuju Eropa. Para pedagang melewati jalur ini dengan kereta kuda. Merekalah yang diyakini memberikan pengaruh penting bagi perkembangan kehidupan modern Asia dan Eropa di segala bidang. 

Jalur ini begitu penting sebagai cara Cina menguasai dunia. Jalur yang melewati kerajaan Rusia dan Cina sampai menjelang abad 20. Selanjutnya negara-negara Asia Tengah yang meliputi Kyrgyzstan, Kazakhstan, Turkmenistan, Tajikistan, Uzbekistan, serta 10 negara sekitarnya sempat menjadi negara bagian dari Uni Soviet selama lebih dari 70 tahun. Ketika Glasnost dan Perestroika berhembus dan mengakibatkan jatuhnya Soviet pada awal 1990-an, negara-negara bagian tersebut satu demi satu memerdekakan diri.

Asia Tengah yang sangat kaya dengan sumber daya alam (khususnya untuk energi seperti minyak, gas, uranium, batubara) membuat secara geostrategis posisi mereka menjadi penting. Karenanya, Rusia dan Cina terus berupaya menjalin persahabatan dengan negara-negara baru merdeka itu demi mempertahankan pengaruh di sana. Negara Barat lain seperti Eropa dan AS tidak mau ketinggalan. Dengan berbagai alasan (seperti perang terhadap terorisme dan kejahatan lintas batas), AS dan EU membangun berbagai pangkalan militer di kawasan tersebut.

Kini negara-negara tersebut mulai berbenah mengintegrasikan diri demi memperlancar arus komunikasi dan transportasi. Terlihat dari semakin banyaknya infrastruktur berupa jalan, rel kereta, dan jembatan. Jalur penerbangan juga dibuka untuk saling menghubungkan dengan negara lain.

Sesungguhnya, bagi Indonesia, Asia Tengah merupakan pasar non tradisional yang sangat prospektif. Mengingat, ada kesamaan latar belakang agama Islam yang dianut penduduk Asia Tengah dan melimpahnya sumber daya alam.

Sektor ekonomi yang dapat dikembangkan lebih lanjut antara lain tekstil, hasil pertanian, dan perkebunan, informasi dan teknologi, otomotif, furnitur, makanan halal, real estate, perhotelan, pariwisata khususnya wisata sejarah, migas, dan bahan mineral lainnya.

Para pengusaha Indonesia yang bergerak pada bidang-bidang tersebut perlu mengantisipasi peluang pasar di kawasan ini. Indonesia harus mulai melirik ke Asia Tengah sebagai alternatif pasar di Asia. Tetapi, ini memerlukan presiden yang dahsyat, elite yang cakap, dan pemerintahan yang kuat. Tanpa itu, negara ini hanya jadi tempat berak dua gajah yang berkelahi memperebutkan dunia yang penuh birahi.

Tentu saja, (akibat kolonialisme) dunia lebih mengenal rute jalur sutra dan jalur orientalisme. Padahal, kita punya jalur rempah yang memberi pengaruh pada kehidupan Indonesia dan dunia di masa kini. 

Rempah telah diperdagangkan berabad lamanya sebelum masehi. Perdagangan ini menempuh Asia Selatan hingga Timur tengah dan Eropa, dilakukan oleh pedagang Arab dan Cina. Di masa itu rempah-rempah memiliki peranan penting bagi kehidupan, mulai dari urusan cita rasa masakan, hingga mengawetkan mayat.

Menurut sejarah, dengan kemajuan teknologi, khususnya di bidang kartografi dan astronomi, pada abad ke 15 dan 16, penjelajah Eropa seperti Christopher Columbus dari Italia dan Portugis Vasco da Gama mencari jalan ke daerah asal rempah-rempah. Para pedagang Asia Selatan menyembunyikan peta ke daerah tersebut, hingga orang Eropa tak dapat menemukannya.

Agar dapat menguasai komoditas rempah, ekspedisi penjelajah Eropa sangat agresif. Di tengah kehidupan feodal masyarakat Eropa, penguasaan atas rempah dianggap penting agar pemiliknya dapat disejajarkan dengan  golongan elit. Para penjelajah mengorbankan hidup mereka untuk menguasai rempah-rempah di Asia Tenggara. Ratusan awak da Gama, salah satu penjelajah paling obsesif, tewas dalam ekspedisi pada tahun 1498.

 

Yudhie Haryono, CEO Nusantara Centre