Skip to main content

Barat memiliki Sigmund Freud, Nusantara memiliki Suryomentaram.”

-Setyo Hajar Dewantoro – 

Selama ini jika berbicara tentang ilmu jiwa atau yang dikenal sebagai psikologi, maka kita akan berbicara tentang pemikiran psikolog barat seperti Sigmund Freud, Carl Jung, dan Erich Fromm. Kita dibuat lupa bahwa Nusantara sangat kaya akan ilmu tentang jiwa. Bahkan menurut saya pribadi, apa yang diajarkan melalui pendekatan ilmu jiwa Nusantara lebih mendalam dibandingkan psikologi barat. Apa yang membuat ilmu jiwa Nusantara lebih dalam dari psikologi barat? Rasajawabannya. Psikologi barat tidak menyentuh masalah rasa ini.

Rasa menjadi fokus ilmu jiwa Nusantara. Lalu rasa yang dimaksud ilmu jiwa Nusantara itu apa? Rasa yang dimaksud bukanlah rasa manis, asam, asin, pahit (sensasi indrawi). Bukan pula senang, sedih, bahagia (sensasi emosi). Rasa yang dimaksud adalah bagian terdalam dari jiwa manusia. Inti dari jiwa manusia yang merupakan pengejawantahan Ilahi dalam diri. Guru Setyo Hajar Dewantoro (SHD) Pendiri Persaudaraan Matahari, sering mengungkapkan dengan istilah “rasa sejati”.

Ki Ageng Suryomentaram (KAS) adalah salah satu dari sekian banyak tokoh Nusantara yang mengajarkan ilmu jiwa khas Nusantara yang berfokus pada rasa sejati. Ajarannya dikenal dengan nama Kawruh Begjo. Dalam Kursus Online Pemikiran Jenius Para Pendiri Bangsa sesi KAS, host  Guru SHD mengatakan bahwa begjo yang dimaksud adalah kebahagiaan sebagai hasil dari keterhubungan dengan rasa sejati. Kebahagiaan yang tidak lekang oleh waktu dan merupakan hasil keterlepasan dari hasrat egoistik. 

Melengkapi Guru SHD, Prof. Yudhie Haryono Direktur Eksekutif Nusantara Centre yang menjadi narasumber kursus ini,  membedakan bahagia jenis ini dengan rasa bahagia ketika keinginan egoistik tercapai. Keinginan egoistik inilah sumber dari keserakahan yang merupakan akar kolonialisme. Lebih lanjut, Prof. Yudhie mengatakan bahwa ajaran kawruh begjo berangkat dari pola pikir bahwa kolonialisme selalu muncul dalam keserakahan, maka tidak bisa dilawan dengan senjata yang serakah. KAS mengembangkan pendidikan jiwa menjauh dari keserakahan, sebuah pola pikir dan rasa yang berbeda dengan yang diajarkan positivisme barat. Menguatkan Prof. Yudhie, Guru SHD memaparkan bahwa kolonialisme selalu menawarkan semat (kekayaan), derajat (kemuliaan, jabatan), keramat (kekuasaan) yang membuat orang banyak tergiur. 

Teladan Nyata Sang Matahari dari Tanah Mataram

Pola pikir KAS yang menentang keserakahan tercermin dalam kehidupannya. KAS adalah seorang ningrat, putra dari Sultan HB VII. Keningratan KAS terlihat dari julukan “Ki Ageng” yang berarti Tuan Besar. KAS meninggalkan keraton dengan segala kemewahannya dan memilih jalan menjadi seorang penuntun manusia menuju pencerahan. Itulah mengapa beliau diberi gelar Suryomentaram. Sebagaimana yang dituturkan Guru SHD, Suryomentaram berasal dari kata Suryo dan mentaram. Suryo berarti matahari dan Mentaram berarti tanah Mataram. Oleh karena itu, Suryomentaram berarti Matahari dari Tanah Mataram.

Kembali tentang kawruh begjo, Prof. Yudhie menjelaskan bahwa KAS mengajarkan revolusi mental untuk mencetak manusia bahagia yang berarti manusia merdeka yang bebas dari keserakahan. Menurut KAS, ada 6 hal yang menjadi kunci melawan keserakahan, yaitu: sakepenake(senyamannya), sabutuhe(sebutuhnya), saperlune (seperlunya), sacukupe (secukupnya), sakmestine (semestinya), dan sabenere (sebenarnya). Enam kunci ini yang dalam pemaparan Guru SHD terangkum dalam prinsip nrimo ing pandum. Prinsip ini berarti adalah bagaimana manusia bisa menerima dan hidup sesuai dengan jatahnya masing-masing.

Nrimo ing Pandum Membawa Kesejahteraan 

Ajaran KAS merupakan antitesa dari neokolonialisme saat ini, dimana keserakahan merajalela. Ajaran yang menitikberatkan pada nrimo ing pandum ini bila dipraktikkan oleh setiap anggota masyarakat maka akan mengikis keserakahan dan ketika keserakahan terkikis akan terbentuk satu masyarakat sejahtera (welfare society). Tetapi, sayangnya ajaran KAS ini terlupakan. Berdasarkan pemaparan Prof. Yudhie, setidaknya ada dua hal yang membuat ajaran KAS terlupakan. Pertama, adanya pola pikir bahwa  derajat keilmuan KAS tidak semua orang dapat mencapainya. KAS memang sudah terpilih sejak awal. Kedua, belum adanya metodologi yang sistematis yang bisa ditempuh oleh semua orang untuk menjadi seperti KAS.

Menimbang masyarakat sejahtera sebagai arah tujuan ajaran KAS, maka menghidupkan kembali ajaran KAS menjadi penting. Namun, dibutuhkan revisi pola pikir dalam menerjemahkan ajaran KAS. Pola pikir yang harus dibentuk adalah semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi bahagia/ tercerahkan. Selain itu, diperlukan pula metodologi yang sistematis yang dapat ditempuh oleh semua orang. Di titik inilah, Prof. Yudhie kembali mengapresiasi pola pengajaran dalam Persaudaraan Matahari. Ajaran KAS ditemukan dalam Persaudaraan Matahari dalam wajah yang lebih progresif.

 

Firman Sabar, peserta Kursus Online Pemikiran Jenius Para Pendiri Bangsa #2

sumber foto: Intisari.grid.id