Sejak saya pindah domisili ke Belitung Timur, tepatnya di Desa Air Kelik, sekitar Maret 2022, saya melihat sebuah kenyataan yang miris. Tanah-tanah pemukiman disulap jadi perkebunan sawit. Lahan-lahan penduduk banyak yang jadi lahan tidur dan tidak dioptimalkan untuk dijadikan kebun atau pertanian oleh warga setempat. Di saat musim kemarau panjang di pertengahan tahun 2023, beberapa desa termasuk Desa Air Kelik, mengalami kekeringan. Beberapa mata air menyusut, sungai dan sumur-sumur penduduk kering.
Saya bertanya-tanya pada diri sendiri, mengapa ini bisa terjadi? Kemudian saya mencari data di lapangan dengan mewawancarai warga setempat. Dari semua data yang saya peroleh dan pelajari, maka saya simpulkan bahwa alasan mendasar dari permasalahan ini adalah kesadaran yang minim dari warga untuk mengelola tanah dengan benar dan sehat.
Diawali dengan bercocok tanam sahang (lada) dan jenis tanaman lainnya dengan menggunakan pupuk kimia untuk sekian lamanya, pada akhirnya membuat kualitas tanah terdegradasi, menjadi sakit. Ini kemudian menimbulkan banyak masalah dalam produktivitas hasil kebun dan pertanian warga setempat yang akhirnya membuat banyak warga meninggalkan mata pencaharian berkebun dan bertani mandiri. Kemudian masuk program perkebunan sawit skala menengah dan besar yang mengiming-imingi warga dengan kesempatan bekerja untuk mendapatkan nilai ekonomi bagi mereka tanpa memikirkan bagaimana cara memulihkan tanah yang sudah sakit. Dalam proses sosialisasi kebun sawit, banyak tanah-tanah warga desa yang kemudian diserahkan pada perkebunan sawit berskala besar untuk disewa oleh mereka guna dijadikan perluasan penanaman sawit yang dikelola oleh perusahaan perkebunan sawit dengan menggunakan pupuk kimia. Lengkaplah sudah penderitaan yang dialami oleh tanah di Belitung Timur ini.

Persiapan Workshop Sigma Farming di Belitung
Setelah mengenal Sigma Farming, saya sadari bahwa bercocok tanam ala Sigma Farming menjadi sebuah solusi permasalahan di Desa Air Kelik, tempat saya bermukim. Sigma Farming mengajarkan cara memuliakan tanah, menyehatkan tanah yang sakit, dan menyuburkan tanah yang tandus. Saya percaya, jika pertanian Sigma Farming dipraktikkan, pada waktunya akan membawa transformasi kehidupan positif untuk tanah. Pertanian dan perkebunan warga menjadi mandiri dan perekonomian warga desa membaik. Pastinya mengubah desa ini menjadi desa yang sehat, mandiri, dan sejahtera. Inilah yang kemudian menjadi latar belakang dari semangat saya untuk belajar Sigma Farming dan untuk mempraktikkannya terlebih dahulu di lahan saya sendiri. Dengan sebuah visi dan misi membangun Kampung Sigma Farming di Desa Air Kelik yang dimulai dengan program awal, yaitu pemulihan tanah.
Untuk merealisasikan visi misi tersebut, maka langkah awal nyatanya adalah dengan menyelenggarakan Workshop (WS) Sigma Farming di Desa Air Kelik, di rumah saya, yang dilaksanakan pada tanggal 8-11 Maret 2024 lalu. Para peserta yang hadir adalah warga setempat yang merupakan bagian dari komunitas kecil saya di sini, yang memang punya kepedulian terhadap pemulihan dan penyuburan tanah dengan cara alami. Keseriusan dan kepedulian tim kecil kami ini dibuktikan dengan kerelaan memberikan waktu, tenaga, dan pikiran dalam proses persiapan pra pelatihan. Mulai dari mencari kohe sapi betina yang jarang ada di sini, mencari gentong tembikar dari tanah liat, dan beberapa drum plastik hingga harus berkeliling pulau Belitung dari ujung timur, hingga akhirnya menemukan barang langka tersebut di ujung barat Belitung. Dalam kondisi hujan pun terus diterobos demi menemukan peralatan dan perlengkapan WS Sigma Farming Belitung. Kesulitan menemukan jerami, diganti dengan mengumpulkan daun-daun kering sampai terkumpul 13 karung dengan berat 50 kilogram yang dikumpulkan oleh tim kecil kami. Sebuah kerja sama yang didasarkan pada semangat untuk mewujudkan WS Sigma Farming Belitung.

Membuat amunisi penting Sigma Farming
Uniknya, lewat proses persiapan pra acara, pandangan kami mulai berubah. Saya yang sebelumnya merasa jijik dengan kotoran hewan apa pun, lewat proses persiapan pra acara ini telah menumbuhkan kesadaran baru dalam diri betapa pentingnya pemulihan tanah di sini. Hal ini membuat saya berani terjun langsung belajar membuat amunisi-amunisi Sigma Farming: memegang kohe sapi dengan tangan dan membentuknya menjadi amunisi Bakteri Pemulih Tanah (BPT) Sigma 1 dan 2 di hari perdana pelatihan. Malah saya bisa menikmati proses tersebut dengan sukacita. Bagi saya, hal ini adalah sebuah keajaiban karena selama saya hidup, tidak pernah saya melakukan hal ini, bahkan sering menjauhinya secara sengaja.
Semangat dan kesadaran untuk memuliakan, memulihkan tanah, dan berkebun dengan metode Sigma Farming juga tumbuh pada teman-teman saya yang hadir sebagai peserta. Kesadaran ini bertumbuh saat kami bertanya kepada tim pengajar pelatihan dari Sigma Farming Academy: Noviyani dan Migan Zulmi, tentang kondisi dan masalah tanah dan perkebunan di desa kami. Novi menjelaskan bahwa tanah-tanah di sini kondisinya sakit. Ini bisa dilihat dari warna tanah di sini yang sebagian besar cenderung berwarna merah atau putih. Untuk mengatasi masalah ini, Novi memberikan solusi agar tanah disehatkan dengan menggunakan amunisi BPT Sigma 1 dan 2, serta eco enzyme.
Amunisi-amunisi tersebut dipercikkan ke tanah-tanah yang sedang sakit. Ini adalah sebuah langkah juga untuk ambil bagian dalam mewujudkan Indonesia Surgawi, Bumi Surgawi. Terima kasih untuk tim Sigma Farming Academy, tim Pusaka Indonesia, dan teman-teman yang sudah bersedia mengambil peran dan dukungannya dalam bentuk daya dan dana bagi langkah terwujudnya Workshop Sigma Farming Belitung menuju Kampung Sigma Farming Belitung.
Dudung Rohmat
Kader Pusaka Indonesia wilayah Sumatera-Batam