Skip to main content

Data dari Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa pada tahun 2024, volume timbunan sampah nasional mencapai 34,6 juta ton. Data ini diperoleh dari 320 kabupaten/kota se-Indonesia. Dari total volume timbunan sampah tersebut, hanya 47% yang telah dikelola dengan baik, dan sisanya belum terkelola. 

Salah satu fakta terkait pengelolaan sampah saat ini adalah masih banyak sampah organik yang dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang tercampur dengan plastik dan limbah berbahaya, sehingga berpotensi menghasilkan gas metana dan mencemari lingkungan. Padahal, jika sampah organik dikelola dengan tepat, jenis sampah ini bisa terurai secara alami dan bermanfaat bagi tanah. Data dari SIPSN juga menunjukkan bahwa 39% dari timbunan sampah nasional tersebut berasal dari bahan makanan. 

Pusaka Indonesia, sebagai salah satu perkumpulan kebangsaan yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan, turut memberikan solusi pengelolaan sampah dengan menggalakkan gerakan pilah sampah melalui Program Titik Titip Sampah (TTS) di berbagai wilayah di Indonesia. Hingga saat ini, TTS yang dibentuk Pusaka Indonesia telah tersedia di Jakarta, Yogyakarta, Madiun, dan Surabaya, yang dikelola para kader di wilayah tersebut. 

Membangun Kebiasaan Memilah Sampah di Titik Titip Sampah Wilayah Jawa Timur

Nur Fitriyah, kader sekaligus PIC (pelaksana) Eco Enzyme (EE) dan TTS Pusaka Indonesia Wilayah Jawa Timur membagikan pengalamannya melakukan kegiatan pilah sampah. Selain rutin memilah sampah di rumahnya dan mengelola TTS, ia juga aktif memberikan edukasi kepada masyarakat di lingkungan sekitar, khususnya di bank sampah kampung yang dikelola bersama warga di tingkat RT. “Saya merasa perlu ikut bertanggung jawab terhadap lingkungan dan menginspirasi warga bahwa sampah sebenarnya masih memiliki nilai ekonomi jika dikelola dengan benar,” kata Fitriyah. 

Kegiatan pilah sampah di bank sampah dilakukan Fitriyah setiap 1-2 minggu sekali, tergantung kesepakatan bersama warga. Di sana ia memilah sampah bersama pengurus dan warga sekitar, termasuk anak-anak. Sampah anorganik kering yang telah terkumpul dijual ke pengepul dan hasilnya  digunakan untuk menambah kas atau mendukung kegiatan warga. “Momen inilah yang selalu menjadi momen menyenangkan bagi kami,” ucapnya.

Baca juga: Edukasi Pilah Sampah lewat Program TTS

Dalam memilah sampah, Fitriyah membaginya dalam tiga kategori, yakni sampah organik, anorganik, dan sampah residu yang tidak bisa dimanfaatkan lagi. Ketiga kategori tersebut dimasukkan ke dalam tempat sampah atau wadah berbeda. Di bank sampah, ia juga menyediakan karung atau tempat khusus untuk tiap jenis sampah. “Warga kami edukasi untuk selalu memilah sampah setiap hari di rumah, dan memastikan sampah yang dikumpulkan dalam kondisi bersih,” jelasnya.

Memberikan edukasi pemilahan sampah punya tantangan tersendiri, terutama menjaga konsistensi agar tidak bosan.  Selain itu, masyarakat perlu didorong untuk mau mengubah kebiasaan. Apalagi, sebagian besar masih enggan atau belum paham akan pentingnya memilah sampah, bahkan masih bingung cara memilah dengan benar.

Selain kegiatan pilah sampah, Fitriyah juga mulai mengedukasi warga untuk mengolah sampah organik menjadi kompos ramah lingkungan dan Eco Enzyme. “Ini menjadi solusi pengolahan sampah dapur. Tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga menghasilkan produk yang bermanfaat dan ramah lingkungan,” paparnya.

Pilah sampah di TTS 04 Surabaya

Pilah sampah di Titik Titip Sampah (TTS) 04 Surabaya

Sabar dan Tekun, Modal Penting Sebagai Edukator Pilah Sampah

Aksi serupa juga rutin dilakukan oleh para kader di Yogyakarta. PIC (pelaksana) EE dan TTS Pusaka Indonesia Wilayah Yogyakarta, Thomas Theo Roberto yang akrab dipanggil Theo mengungkapkan, Rumah Pusaka Indonesia (RPI) Yogyakarta juga rutin melakukan kegiatan pilah sampah. “Biasanya dimulai dengan memisahkan sampah berdasarkan jenisnya: sampah organik dan anorganik,” papar Theo. 

Kegiatan pilah sampah di RPI Yogyakarta biasanya dilakukan setiap awal bulan bersama kader yang membawa sampah yang telah dipilah dari rumah masing-masing. Sampah yang terkumpul disetor ke bank sampah terdekat. Kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA, memudahkan proses daur ulang, serta mengedukasi dengan memberi contoh kepada masyarakat sekitar.

Membangun kebiasaan memilah sampah, kata Theo, bukan sebuah proses yang mudah ia jalani. “Awalnya saya merasa jijik saat memisahkan sampah organik dan anorganik, terutama untuk sisa-sisa makanan dalam bungkus nasi,” ungkapnya. Untuk mengatasinya, ia menggunakan sarung tangan. Terkadang ia memilah sambil tahan napas, dan sedapat mungkin tidak sambil melihat sampah yang dipegangnya. “Tapi sekarang saya sudah terbiasa,” tambahnya.

Baca Juga: Kiat Tepat Tangani Sampah Anorganik Skala Rumah Tangga

Selain menghadapi tantangan dari diri sendiri, menjadi penggerak kegiatan pilah sampah juga membutuhkan konsistensi dan kesabaran dalam menghadapi masyarakat. Bagi Theo, tidak mudah memberikan pemahaman dan edukasi pilah sampah. “Dibutuhkan kesabaran untuk memberi pengertian akan pentingnya memilah sampah yang dihasilkan di rumah sendiri,” ungkapnya. Ia menambahkan, memilah sampah bukan hanya soal menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan, tapi juga membuka peluang ekonomi jika ditekuni dengan serius.

‎Sementara itu PIC (pelaksana) EE dan TTS Pusaka Indonesia wilayah DKI-Banten, Dwinita Permatasari yang biasa disapa Nita, turut menceritakan kisahnya dalam mengkoordinir aksi pilah sampah. Nita juga menghadapi tantangan yang serupa dengan Fitriyah dan Theo. Menurut Nita, sebagian orang masih abai membaca label tempat sampah, sehingga sampah organik dan anorganik kerap tercampur di dalam satu wadah. Terkadang juga, sampah yang dibawa ke TTS oleh para kader masih dalam kondisi belum dicuci. “Sehingga harus dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu sebelum bisa digabungkan dengan sampah anorganik yang sudah layak daur ulang,” tuturnya.

Meski tak mudah, Nita berharap semakin banyak orang tergerak untuk membuang sampah pada tempatnya dan mulai memilah sampah dari rumah. Sebab meskipun ini hanya langkah kecil, namun langkah kecil inilah yang bisa membawa dampak besar bagi pemulihan Ibu Bumi.

Tahap Memilah Sampah

Untuk teknis pemilahan  sampah, Fitriyah membagikan beberapa tahapan  yang selama ini ia terapkan di TTS Wilayah Jawa Timur:

  1. Memilah jenis sampah berdasarkan jenisnya. Ini penting untuk memudahkan proses penyetoran ke pengepul.
  2. Mencuci sampah kering yang masih memiliki sisa makanan, minuman, atau kotoran. Bilas botol dan kaleng untuk menghilangkan bau dan mencegah kerumunan serangga, seperti lalat atau semut.
  3. Mengeringkan sampah agar tidak muncul jamur. Kemunculan jamur bisa menurunkan kualitas sampah, terutama pada jenis kertas dan kardus. Sebaiknya jemur di bawah sinar matahari langsung atau dianginkan.
  4. Mengepak sampah yang sudah bersih dan kering, lalu dimasukkan ke dalam karung atau wadah lain. Selanjutnya, sampah dalam karung diikat rapi sesuai jenisnya. Beberapa pengepul akan memberi harga lebih baik untuk sampah yang sudah terkemas rapi.
  5. Menyimpan sampah yang sudah terkemas rapi di tempat yang kering dan aman. Jauhkan dari area yang lembab atau gangguan serangga. 
  6. Langkah di atas bisa dilakukan secara mandiri mulai dari rumah, sehingga dapat membantu proses pemilahan sampah oleh  petugas di TTS atau Bank Sampah. 

 

Ni Kadek Ayu Rinawati
Kader Pusaka Indonesia wilayah Bali dan Sekitarnya