Skip to main content

Di Desa Pondok Gede, Kabupaten Tabanan, Bali, berdiri Kebun Surgawi  (KS) 78, sebuah kebun percontohan yang memadukan pendidikan lingkungan dengan metode pertanian organik. Berawal dari lahan bekas sawah yang rusak akibat penggunaan pupuk kimia selama puluhan tahun, kebun ini kini menjadi pusat belajar anak-anak, masyarakat umum, dan petani tentang cara memuliakan tanah dan melestarikan alam.

Pusat belajar itu bernama Sancaya Indonesia, didirikan oleh Nabila Nurfatkhiyah (30 tahun) pada 2018, di atas lahan seluas 6.000 meter persegi. Sancaya Indonesia dirancang menjadi sebuah sekolah inklusif untuk semua anak dari berbagai kalangan, tanpa peduli asal-usul, latar belakang, maupun kemampuannya. 

Latar Belakang KS 78

Nabila Nurfatkhiyah, owner Sancaya Indonesia

Di Sancaya, anak-anak tidak hanya diajarkan kurikulum umum, tapi juga pelajaran tentang alam dan lingkungan. Awalnya, lahan kecil di depan kelas disulap menjadi kebun untuk belajar bercocok-tanam. Kemudian, Nabila menyewa sebuah lahan bekas sawah seluas 1.000 meter persegi yang sudah tidak produktif lagi sebagai tempat anak-anak menjalankan kelas berkebun. Pemiliknya adalah orang yang sama dengan lahan Sancaya. Sawah ini sebelumnya dikelola dengan menggunakan pupuk kimia sintetis selama puluhan tahun. Maka, tanahnya pun menjadi rusak dan tidak produktif lagi. 

Selain tanah yang rusak karena pupuk kimia, masalah lainnya adalah sampah plastik. Lahan ini berada di tepi sebuah sungai. Kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan membuat sungai tersebut dipenuhi sampah plastik. Ketika sungai meluap karena debit air yang tinggi, sampah-sampah plastik dari sungai tersebut terbawa arus hingga ke kebun. Karena kondisi ini sudah berlangsung sekian lama, sampah-sampah plastik banyak yang sudah tertimbun tanah.

Pada September 2023, Nabila mendaftarkan kebun Sancaya tersebut sebagai Kebun Surgawi (KS), yang menggunakan metode Sigma Farming. Nabila tergerak untuk memulihkan tanah yang sudah terlanjur rusak agar bisa dipulihkan dan diolah kembali.

Kegiatan dan Pendidikan di KS 78

Kini, KS 78 menjadi tempat belajar bagi anak-anak agar mengenal dan menjaga kelestarian alam. Kegiatan di kebun meliputi:

  • Belajar bercocok tanam: Anak-anak diajarkan menanam berbagai jenis sayuran, buah, rempah, dan tanaman herbal.
  • Pembuatan kompos: Mengolah limbah organik menjadi pupuk alami untuk memulihkan kesuburan tanah.
  • Merawat tanah dan tanaman: Menggunakan amunisi pemulih tanah berbasis metode Sigma Farming.

Pengelola KS 78 bersama murid-murid Sancaya Indonesia

KS 78 memiliki 17 bedengan yang ditanami tanaman, seperti bayam, kangkung, tomat, terong, cabai, pepaya, nanas, markisa, dan singkong. Selain itu, terdapat berbagai herbal seperti jahe, kunyit, dan kelor. Juga terdapat 1 ekor sapi yang kotorannya bisa dimanfaatkan sebagai bahan kompos dan bakteri pemulih tanah. Yang berpartisipasi dalam kegiatan bercocok-tanam adalah anak-anak dan petani Sancaya, kader Pusaka Indonesia, maupun anak-anak umum yang ingin ikut belajar. Selain untuk kebutuhan konsumsi anak-anak dan staf Sancaya, hasil panen dijual di Sunday Market yang diadakan dua kali dalam sebulan di area Sancaya. Sebagian lagi dijual di warung terdekat.

Untuk tempat belajar anak-anak, terdapat empat gedung untuk kelas. Ke depan, Nabila berharap bisa membuat kelas di kebun agar anak-anak dapat belajar dengan nyaman. Sementara ini, di KS terdapat sebuah gubuk tempat istirahat petani dan untuk menyimpan amunisi Sigma Farming. 

Masyarakat sekitar sangat mendukung keberadaan KS 78, bahkan mendorong anak-anak mereka untuk ikut belajar di kebun. Kebun ini juga telah menjadi salah satu demplot percontohan di Bali, terbuka untuk masyarakat umum, dan berperan sebagai pusat edukasi lingkungan.

Nabila bercita-cita membuka kelas berkebun untuk umum, “Jika tanah KS 78 ini sudah benar-benar sehat kembali, petani-petani bisa belajar metode pertanian Sigma Farming di sana untuk memuliakan tanah dan lingkungan,” pungkasnya.

 

Ni Kadek Dwi Noviyani (Koordinator KS 78) & Nabila (Pemilik Sancaya)