Sub Bidang Akademi Bumi Lestari di bawah naungan Pusaka Indonesia terus menggalakkan penanaman pohon beringin di sejumlah titik di beberapa wilayah. Penanaman pohon ini merupakan upaya pelestarian sumber mata air. Beringin yang memiliki nama latin Ficus benjamina, memang dikenal punya banyak kelebihan dalam upaya pelestarian lingkungan.
Pohon beringin memiliki akar gantung yang dapat menyerap polutan berupa gas monoksida maupun karbondioksida dari udara. Beringin memiliki akar yang kokoh yang mampu menyimpan cadangan air, membantu proses infiltrasi air hujan ke dalam tanah, sehingga pada saat musim penghujan tidak terjadi laju air permukaan (run off) yang menyebabkan erosi dan tanah longsor. Ketika musim kemarau maka keberadaan beringin yang menyimpan air tanah akan terus menjaga kestabilan sumber mata air tetap keluar, karena air bersifat kapiler. Karena itulah sungguh layak jika pohon ini disebut sebagai pohon pengatur tata air.
Lalu, apakah dengan keistimewaan akar beringin tersebut rawan merusak bangunan di dekatnya? Tentu saja tidak, akar beringin tidak invasive, melainkan bertumbuh mengikuti pondasi bangunan di dekatnya. Alih-alih menghancurkan, akar beringin justru semakin menguatkan pondasi bangunan tersebut.
Kelebihan lainnya adalah, pohon beringin mengalami pertumbuhan terus-menerus tanpa stagnasi. Karena itu, beringin mampu melakukan proses fotosintesis secara optimal sepanjang musim. Sebagaimana kita ketahui bersama, oksigen di bumi dihasilkan melalui proses fotosintesis tumbuhan, yang biasanya paling optimal pada masa-masa pertumbuhan. Oleh karena itu, pohon beringin mampu menghasilkan oksigen yang lebih banyak dan berlangsung terus-menerus sepanjang masa hidupnya. Sejumlah sumber menyebutkan bahwa beringin merupakan salah satu pohon penghasil oksigen terbanyak di dunia.
Di sisi lain, beringin pada dasarnya sangat familiar bagi masyarakat Indonesia. Pohonnya dapat ditemukan hampir di semua tempat, dari Sabang sampai Merauke. Di hutan-hutan tropis, seperti di Papua. Beringin juga banyak ditemukan dan menjadi tempat berlindung yang nyaman karena daunnya yang rindang bagi banyak satwa endemik, seperti kakatua jambul kuning, rangkong, nuri, dan mambruk. Selain itu, ada juga jenis mamalia yang memanfaatkan biji beringin sebagai sumber makanannya.

Pohon Beringin
Dengan segala keistimewaan tersebut, tak heran jika dahulu pohon beringin banyak ditanam di tempat-tempat umum seperti di pusat-pusat keramaian, seperti di alun-alun, persimpangan jalan, tempat ibadah, sudut lapangan, sudut pasar tradisional, dan lain-lain. Selain untuk merasakan manfaatnya bagi lingkungan, beringin yang ditanam di tempat seperti ini ditanam sebagai pohon yang mempunyai fungsi estetika.
Karena sejumlah kelebihan tersebut, beringin menjadi salah satu pohon yang dipilih oleh Pusaka Indonesia dalam aksi konservasi. Namun dibalik keistimewaannya, ada hal miris yang membuat jenis pohon ini seolah menakutkan dan tidak pantas dibudidayakan. Entah sejak kapan, berkembang mitos bahwa beringin adalah rumah bagi para mahluk halus. Tak jarang ada yang memberi sesajen khusus di bawah pohon beringin, yang konon diperuntukkan bagi penghuni pohon tersebut. Orang-orang jadi enggan menanam pohon beringin karena takut pohonnya menjadi rumah bagi para hantu.
Mitos dan kepercayaan yang tidak realistis ini, tentu harus dibongkar. Pemahaman masyarakat harus diluruskan bahwa beringin adalah pohon yang memberi kehidupan dan berperan penting dalam pelestarian bumi. Beringin adalah pohon yang harus dibudidayakan, bukan pohon yang harus ditakuti. Beringin adalah pohon yang istimewa, sehingga dijadikan simbol salah satu sila pancasila: Persatuan Indonesia. Simbol ini menggambarkan sebuah tempat berlindung, tempat berteduh dari panas dan hujan, atau tempat berkumpul bersama yang menyatukan orang-orang dari berbagai wilayah dengan beragam suku dan profesi.
Biasanya ibu-ibu yang sedang melakukan aktivitas sebagai pedagang bisa menaruh dagangannya di sela-sela batang pohon, atau sebagai tempat berkumpulnya para tukang ojek pangkalan dan tukang becak. Mereka dari berbagai profesi menyatu ngobrol santai bercanda bersama di bawah pohon. Tentu bukan tanpa alasan mengapa pohon ini menjadi simbol persatuan bagi bangsa Indonesia. Makna filosofis ini bisa dipahami ketika kita melihat tanaman beringin dengan cabang dan daun yang rimbun, serta tinggi pohon yang mampu mencapai 25 meter.
Denny Riswana & Kadek Rinawati
Kader Pusaka Indonesia
Sumber foto: Setyo Hajar Dewantoro dan Denny Riswana