Di tengah maraknya praktik pertanian modern yang seringkali merusak lingkungan, hadir sebuah solusi yang menawarkan harapan baru. Sigma Farming bukan sekadar metode bercocok tanam biasa; ini adalah pendekatan yang selaras dengan alam, yang diinisiasi oleh Perkumpulan Pusaka Indonesia, dengan visi mewujudkan “Indonesia Surgawi.”
Menurut Niniek Pebriani, Ketua Bidang Pendidikan dan Pemberdayaan yang membawahi Sigma Farming Academy (SFA), Sigma Farming mengintegrasikan berbagai metode pertanian organik seperti permakultur, biodinamik, agroekologi, dan metode pertanian organik lainnya dalam satu kesatuan. Metode ini bukan hanya bertujuan menghasilkan tanaman sehat, tetapi juga untuk memulihkan tanah yang telah rusak akibat penggunaan bahan kimia.
Niniek menjelaskan bahwa selama bertahun-tahun, Pusaka Indonesia telah melakukan berbagai uji coba bercocok tanam secara organik. Dari pengalaman inilah lahir metode yang diberi nama Sigma Farming. Lalu apa bedanya dengan budidaya tanaman organik yang mulai banyak dilirik masyarakat saat ini?
Migan Zulmi, pengelola Kebun Surgawi (KS), menjawab berbeda dengan budidaya tanaman organik biasa. Fokus pertama Sigma Farming adalah pada pemulihan tanah dari berbagai zat kimia sintetik, sedangkan metode organik pada umumnya hanya menggantikan pupuk kimia sintetik dengan pupuk kandang atau kompos tanpa memperhatikan kondisi tanah yang sakit. Pria asal Kebumen – Jawa Tengah ini juga menambahkan bahwa tantangan besar yang dihadapi adalah ilusi yang berkembang di masyarakat tentang tanaman hidroponik yang sering dianggap organik. Padahal, banyak petani hidroponik masih menggunakan pupuk kimia sintetik, seperti AB mix atau NPK cair, yang jauh dari prinsip organik.
Praktik Sigma Farming di Lapangan

Pembuatan bedengan metode Sigma Farming di Kebun Surgawi (KS) 43 Bekasi
Masalah yang dihadapi di lapangan, terutama dalam proses pemulihan tanah, tidaklah mudah. Ni Kadek Dwi Noviyani, Koordinator Sigma Farming Academy dan Riset SFA, menceritakan pengalamannya. Salah satu tantangan terbesar adalah mengelola tanah sawah yang telah puluhan tahun menggunakan bahan kimia sintetik dan dipenuhi sampah plastik. “Beberapa waktu lalu, kami panen tanaman temu giring, tapi rimpangnya terlilit plastik sehingga tidak berkembang,” ungkap Novi.
Menurutnya, tanah yang tercemar membuat tanaman rentan terhadap serangan hama karena imunitas tanaman menurun. Untuk memulihkan tanah yang sakit, dalam metode Sigma Farming ada serangkaian langkah yang dilakukan. Tanah dibebaskan dari berbagai sampah anorganik, seperti logam, plastik, kaca, dan sebagainya. Selain itu, langkah berikutnya adalah menyiram tanah dengan Eco Enzyme untuk menetralisir bahan kimia sintetk, dilanjutkan dengan percik larutan vorteks Bakteri Pemulih Tanah (BPT) 1 dan 2, formula khas Sigma Farming. Tambahkan kompos Sigma 1 dan kompos Sigma 2, hingga tanah siap ditanami.
Hal yang menarik dari Sigma Farming adalah riset menjadi dasar pembelajaran. Riset ini didasarkan pada pengalaman praktik di lapangan. “Saya biasa mengamati dari apa yang terjadi di kebun. Jika ada hal aneh, misal daun tanaman menguning, langsung dipelajari apa penyebabnya. Tanaman yang ada di kebun, saya pakai sebagai percobaan. Apabila tanaman bermasalah, amati kondisi tanahnya dulu.” ungkap Novi, memaparkan cara ia dan rekan-rekannya melakukan riset. Novi menambahkan bahwa untuk mengecek tanah, ia menggunakan indra penciuman, jika tanahnya beraroma menyengat berarti pH-nya turun. Begitu juga untuk amunisi kebun seperti kompos. Misalnya, ia mengecek dengan menyentuh dan mencium aromanya, untuk memeriksa kelembapannya. Untuk amunisi Asam Amino, ia cek dengan cara mengoleskan ke kulit. Jika tidak ada rasa gatal, maka sudah bisa diaplikasikan ke tanaman. Cara ini diajarkan oleh alm. Adolf Hutajulu, selaku penggagas metode Sigma Farming.
Hasil dan Dampak Sigma Farming

Panen Kacang Tanah Sigma Farming di Sancaya Indonesia
Sejak menerapkan Sigma Farming pada tahun 2021, Novi dan teman-teman Kebun Surgawi Wilayah Bali yang telah menerapkan metode ini, telah merasakan hasil yang memuaskan. Panen buah-buahan dan sayuran mereka lebih segar, mengkilap, enak, serta lebih tahan lama tanpa mudah busuk. Semua ini diperoleh tanpa penggunaan pupuk kimia sintetik atau pestisida sintetis.
Sebagai contoh, kebun mereka mampu menghasilkan markisa dengan panen harian sebesar 2-3 kg, serta aneka buah dan sayuran lainnya seperti belimbing, alpukat, pisang, cabai, bayam Brasil, terong, dan berbagai tanaman herbal seperti beluntas, sambiloto, tapak dara, bunga sepatu, serta berbagai jenis sayuran.
Tip Memulai Bercocok Tanam ala Sigma Farming
Bagi Anda yang tertarik memulai budidaya organik, Novi memberikan beberapa tip mudah yang dapat diaplikasikan, bahkan jika Anda tidak memiliki lahan luas.
DO’s (Yang Harus Dilakukan):
- Tanam tanaman yang mudah tumbuh seperti kangkung atau biji tomat dan cabai. Misalnya, akar kangkung yang biasanya dibuang bisa ditanam kembali di pot atau polybag.
- Gunakan media tanam yang tersedia di toko pertanian atau di pekarangan rumah.
- Amati perkembangan tanaman secara rutin.
- Mulai membuat kompos dari sampah organik rumah tangga.
- Rawat tanaman dengan ketulusan dan nikmati prosesnya.
DON’Ts (Yang Harus Dihindari):
- Jangan menyiram tanaman secara berlebihan.
- Hindari penggunaan pupuk kimia sintetik yang merusak tanah dan menghasilkan panen yang tidak sehat. Ingat, “You are what you eat. What you consume, consumes you.”
Pertanian Berkelanjutan
Sigma Farming adalah jawaban atas berbagai tantangan yang dihadapi dalam dunia pertanian modern. Dengan fokus pada pemulihan tanah dan penggunaan metode organik yang selaras dengan alam, Sigma Farming bukan hanya memberikan hasil panen yang sehat, tetapi juga membantu menjaga keseimbangan ekosistem.
Bagi Anda yang peduli dengan keberlanjutan lingkungan dan kesehatan, metode ini bisa menjadi langkah awal yang baik untuk terjun dalam dunia pertanian organik.
Aan Anamah
Kader Pusaka Indonesia Jawa Barat
Featured Image: Panen Padi Sigma Farming di Demplot Sawah Cinyenang, Ciamis, Jawa Barat