Sancaya Indonesia merupakan sekolah inklusif yang diperuntukkan bagi anak-anak dan remaja, terutama yang memiliki kebutuhan khusus, yang terletak di Kabupaten Tabanan, Bali. Proses pembelajaran di Sancaya tidak hanya dilakukan di kelas, tetapi juga melalui pembelajaran berbasis lingkungan. Sekolah ini memanfaatkan kebun dan hewan peliharaan yang ada untuk memberikan pengalaman langsung kepada para siswa. Mereka dikenalkan dengan alam, proses produksi makanan dan minuman sehat, serta cara menanam, memetik hasil kebun, mengolahnya menjadi makanan dan minuman, dan menjual hasil panen pada kegiatan Sunday Market.
Di Sancaya Indonesia, terdapat sapi peliharaan bernama Molly. Sapi ini menjadi media belajar bagi anak-anak untuk mengenal cara merawat hewan, serta mempelajari bahwa kotoran sapi bisa digunakan untuk membuat kompos yang bermanfaat bagi tanah. Selain itu, kotoran sapi juga menjadi bahan utama dalam pembuatan bakteri pemulih tanah.
Sejak awal, Sancaya Indonesia, atau yang dikenal sebagai KS 78, telah melakukan berbagai riset yang dikolaborasikan dengan Kebun Surgawi (KS) – KS terdekat, seperti KS 1 Mengwi – Badung, KS 8 Ketewel – Gianyar, dan KS 81 Kediri – Tabanan. Riset tersebut banyak berkaitan dengan pembuatan pestisida nabati berbahan dasar herbal organik yang dihasilkan dari kebun sekolah. Kali ini, Sancaya Indonesia juga melakukan riset mengenai sapi.
Riset ini dimulai ketika Sancaya membeli seekor anak sapi, yang diberi nama Milo, pada November 2024 lalu, untuk menemani Molly. Kehadiran Milo diharapkan dapat mengurangi rasa kesepian Molly, yang sebelumnya merupakan satu-satunya sapi di sekolah. Setelah sampai di Sancaya, kami mendapati bahwa bokong Milo terluka, kemungkinan akibat tergesek saat dimasukkan ke dalam mobil pengangkut. Untuk mengobati luka tersebut, saya membuat ramuan campuran minyak kelapa dan kunyit, yang sebelumnya telah terbukti efektif menyembuhkan luka pada Molly. Luka Molly pernah terjadi karena tanduknya terlepas saat bermain dengan Lima (anjing milik Nabila, pemilik Sancaya Indonesia), dan luka itu sembuh dalam beberapa hari setelah diolesi campuran minyak kelapa dan kunyit.

Luka di tubuh sapi
Namun, ketika ramuan yang sama diaplikasikan pada luka Milo, sekitar lima hari kemudian, luka tersebut tidak kunjung sembuh. Ternyata, setelah diolesi, Milo terus menjilat luka tersebut, yang justru menyebabkan luka semakin melebar dan berdarah. Saya teringat cerita dari Pak Pande, seorang kader Pusaka Indonesia Bali dan pemilik KS 35, yang juga memelihara sapi. Pak Pande menyarankan untuk menggunakan kotoran sapi sebagai obat luka. Menurutnya, kotoran sapi yang masih baru (fresh) dapat digunakan untuk mengobati luka pada sapi, karena dia pernah mengalami hal serupa dengan sapinya yang terluka akibat tergesek. Setelah dioleskan kotoran sapi pada lukanya, luka sapinya sembuh dengan cepat.
Dari informasi ini, kami memutuskan untuk mencoba metode tersebut pada Milo. Setelah mengoleskan kotoran sapi pada lukanya, luka Milo pelan-pelan mulai sembuh dalam waktu sekitar dua minggu. Ketika luka mulai kering, Milo kembali menggosokkan bokongnya ke kandang karena terasa gatal.

Perawatan luka di tubuh sapi dengan kohe
Saya mengajak anak-anak untuk ikut serta dalam proses pengobatan Milo dengan kotoran sapi, meskipun tidak semua anak mau melakukannya karena merasa jijik dengan kotoran tersebut. Namun, mereka tetap peduli dengan mengelus tubuh Milo dan memberinya makan, sementara sebagian lainnya mengobati lukanya. Momen ini membawa rasa empati anak-anak, yang mulai peduli dengan kondisi sapi yang terluka. Pengalaman ini sekaligus menjadi kesempatan belajar bagi saya, anak-anak, dan perawat sapi di Sancaya, dalam cara merawat dan menangani sapi yang terluka. Melalui pengalaman otentik ini, kami baru menyadari bahwa kotoran sapi dapat digunakan sebagai obat alami untuk luka sapi.
Ni Kadek Dwi Noviyani
Koordinator Sigma Farming Academy, Kader Pusaka Indonesia Wilayah Bali