Metode Sigma Farming yang dikembangkan oleh Pusaka Indonesia adalah sebuah model pertanian ramah lingkungan yang mengintegrasikan pertanian organik, permakultur, pertanian biodinamik, dan tradisi pertanian Nusantara kuno. Metode ini memberi solusi bagi perjuangan memulihkan tanah dan menyediakan pangan sehat. Kota Tasikmalaya menjadi tuan rumah edukasi Sigma Farming melalui berlangsungnya Workshop Sigma Farming tanggal 18-21 Januari 2024.
Kader Pusaka Indonesia asal Tasikmalaya, Deni Diyana, sebagai co-host yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya, menyatakan dukungan penuh pada kegiatan ini. Sebagai seorang pecinta lingkungan sejak kecil, beliau ingin meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Kota Tasikmalaya. Menurut beliau, model pertanian Sigma Farming ini merupakan metode yang ramah lingkungan dan sesuai dengan nuraninya. Ia menambahkan, Sigma Farming menyediakan solusi untuk permasalahan lingkungan yang ada saat ini, “Dengan Sigma Farming, sampah tertangani, limbah tertangani, tanah subur, hasil luar biasa sehingga akan memberikan multiplier effect bagi petani, hasil produksi, ketahanan pangan, dan juga menjaga kelestarian lingkungan.”
Deni menambahkan, “Saya ingin menularkan dan mengajak yang lain untuk sama-sama melakukan upaya konservasi dan perbaikan lingkungan sehingga Sigma Farming bisa diluaskan jangkauannya. Indonesia itu negara yang kaya, tanahnya subur makmur. Namun, faktanya, lahan semakin hari semakin berkurang. Kepada anak-anak muda, mari sama-sama belajar dan peduli pada lingkungan.”

Deviani, Kader Pusaka Indonesia Tasikmalaya
Deviani, yang menjadi penggagas diadakannya workshop ini di Tasikmalaya, mengatakan, edukasi tidak berhenti di sini, “Ke depannya saya akan menyiapkan lahan, berkolaborasi dengan komunitas dan lembaga yang ada di Tasik, dan terus learning by doing sambil menyebarluaskan Sigma Farming di kota Tasik. Rencananya saya akan membawa Sigma Farming pada pameran Tani yang diselenggarakan setiap bulan.”
Sebanyak 60 orang mengikuti workshop ini, mereka datang dari DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, hingga Nusa Tenggara Barat. Dewi, peserta yang berasal Tasikmalaya, aktif sebagai sebagai sekretaris Bank Sampah Kembang Hurip, Kelurahan Sukanagara, Kecamatan Purbaratu, Kota Tasik, mengatakan dirinya bersyukur sekali bergabung dalam workshop ini. Banyak ilmu yang ia peroleh. “Saya antusias ingin mengenal lebih banyak karena sangat bermanfaat buat masyarakat. Di sini seperti keluarga. Saya mendirikan bank sampah itu effort-nya susah, banyak masyarakat yang tidak percaya. Dengan ikut seperti ini jadi menambah semangat saya, ternyata kesusahan saya belum seberapa dibanding teman-teman di Sigma Farming, ternyata banyak yang lebih susah dari saya,” ujarnya. Ia berharap, ke depannya kerjasama terus berlanjut secara berkesinambungan. Dewi mengaku masih banyak yang ingin ia pelajari. “Semoga Sigma Farming Academy akan sering-sering ke Tasik.”
Dari Kota Tasik, hadir pula perwakilan dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, Komunitas Taruna Tani Tasikmalaya, Ismail Haswi atau akrab disapa Bang Mail, yang mengaku sangat beruntung mendapat ilmu Sigma Farming. “Berkah bagi saya, semoga bisa dilaksanakan juga bagi komunitas binaan kami. Ke depannya, saya mengharapkan untuk edukasi materi tentang pestisida alami. Rencana setelah ini, saya akan segera membuat BD kompos dan mencari bahan-bahan untuk membuat BD 500,” demikian, tekadnya.
Saat ditanya, hal yang paling berkesan dalam workshop, salah satunya adalah rasa bahagia. “Sulit juga diceritakan, alhamdulilah ya bisa berkumpul dengan teman-teman dari berbagai daerah yang satu hobi, satu visi dan misi. Selain itu, banyak kesan-kesan yang sulit digambarkan. Pokoknya, bahagialah…! Tali silaturahmi terjalin, ilmunya kami dapat, bahagianya juga kami dapat. Terima kasih untuk tim Sigma Farming.”
Workshop juga diikuti petani asal Desa Tanawu, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, M. Sahlan. Selama ini, Sahlan terbiasa menggunakan pupuk dan pestisida kimia sintetis. Apa pendapatnya tentang Workshop Sigma Farming? “Di sini, saya diajari menjadi petani organik. Saya berharap Sigma Farming bisa dikembangkan di Lombok, karena pupuk sudah langka meskipun sudah ada subsidi dari pemerintah. Ilmu Sigma Farming luar biasa, memanfaatkan limbah jerami yang ada, padahal jerami dibakar-bakar di Lombok. Tidak ada keraguan bagi saya untuk segera menerapkan Sigma Farming, Semangat saya sedang membara,” pungkasnya.
Fathul Hadi (Peserta Workshop Sigma Farming 1 Tasikmalaya) dan Sari Mariyosse (Tim Sigma Farming Academy)
—