Skip to main content

Pohon beringin kerap dianggap angker atau menyeramkan. Daunnya yang lebat, akar gantung yang menjuntai, serta ukurannya yang besar semakin memperkuat kesan mistis. Namun, benarkah pohon beringin layak dicap menyeramkan? Atau justru mitos ini menutupi manfaat luar biasa dari salah satu pohon paling kuat dalam ekosistem kita ini?

Beringin, Si Penjaga Ekosistem

Penanggung jawab Riset Akademi Bumi Lestari (ABL) dari Komunitas Pusaka Indonesia, Denny Riswana dalam program Green Radio RRI Pro 1 Jakarta mengungkapkan, penting untuk menempatkan pandangan tentang beringin ini dari aspek manfaat nyata. Ia menjelaskan bahwa di banyak tempat, terdapat keterkaitan langsung antara keberadaan pohon beringin dan sumber air bersih. Artinya, manfaat beringin sudah kasat mata dan langsung bisa dirasakan.

“Pohon beringin berperan besar dalam memperbaiki kualitas lingkungan. Daun-daunnya mampu menyaring polusi dan menghasilkan oksigen, sementara akarnya yang kuat menjaga stabilitas tanah dan mencegah erosi. Kemampuannya menyerap dan menyimpan air juga membuat beringin sangat ideal untuk ditanam di daerah rawan banjir dan daerah kering. Selain itu, beringin menyediakan tempat tinggal dan sumber makanan bagi berbagai satwa liar seperti burung dan monyet, sehingga turut menjaga keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem,” jelas Denny.

Mitos “Angker” yang Perlu Dipatahkan

Terkait stigma mistis, Denny menegaskan bahwa anggapan pohon beringin sebagai ‘tempat makhluk halus’ tidak didukung oleh bukti. “Kalau makhluk halus itu tidak kasat mata, sedangkan manfaat beringin bisa kita rasakan secara nyata: udara lebih segar, tanah lebih kuat, dan mata air terjaga,” jelasnya.

Menurut Denny, masyarakat seharusnya lebih fokus pada kontribusi ekologis pohon beringin daripada stigma turun-temurun yang tidak berdasar. “Kalau dikaitkan dengan makhluk halus, tentunya tidak hanya pohon beringin saja,” tambahnya.

Denny menyampaikan, Perkumpulan Pusaka Indonesia aktif melakukan konservasi ekosistem mata air, termasuk penanaman pohon beringin di berbagai wilayah, seperti kawasan Perhutani di Tenjo, Kabupaten Bogor dan zona penyangga bekas TPA di Tasikmalaya. Adapun, jenis yang ditanam antara lain Ficus benjamina dan Ficus elastica (karet kebo), yang dikenal tangguh di berbagai kondisi lingkungan.

Baca juga: Meluruskan Mitos Beringin, Pohon Pemberi Kehidupan

“Di kawasan Tenjo yang didominasi vegetasi monokultur seperti pohon jati, penanaman beringin dianggap sebagai langkah strategis. Sebab, pohon ini telah terbukti mampu bertahan hidup, bahkan di lahan kritis. Di Tasikmalaya, beringin ditanam untuk mengurangi risiko longsor dan menjaga struktur tanah.” 

Selain untuk tujuan konservasi, beringin juga memiliki nilai estetika dan fungsional. Jenis seperti karet kebo populer sebagai tanaman hias atau bonsai karena bentuk daunnya yang indah, cocok untuk menghiasi taman. Ada pula Ficus retusa (beringin iprik), yang kerap dijadikan bonsai. Beberapa jenis lain, seperti beringin Bodhi (Ficus religiosa), banyak tumbuh di area candi dan situs budaya karena jenis ini dihormati dan dianggap bersejarah oleh penganut agama Buddha.

Menariknya, biasanya di desa, pohon beringin juga sering menjadi ikon lokal. Di pertigaan jalan misalnya, beringin dijadikan sebagai penanda. Pohon beringin juga menjadi tempat mangkal tukang ojek atau tukang dagang, berteduh di bawahnya. Ini menunjukkan bahwa beringin memiliki fungsi sosial dan estetika yang tinggi dalam kehidupan masyarakat.

Meski memiliki banyak keunggulan, mudahnya pertumbuhan pohon beringin juga kerap menjadi tantangan. Penyebaran benihnya yang biasa dibawa burung membuat beringin bisa tumbuh liar di tempat-tempat tak terduga, seperti di atap rumah, tembok bangunan, atau saluran air.  Namun, menurut pengamatan Denny, bangunan yang “dihinggapi” beringin justru sering kali lebih kokoh, karena akar beringin elastis dan mampu mencari rongga ke dalam tanah tanpa langsung merusak struktur utama.

Denny menekankan pentingnya edukasi publik tentang peran ekologis beringin. “Kita perlu membangun kesadaran bahwa beringin bukan pohon seram, tapi penyelamat lingkungan,” tegasnya.

Pohon beringin bukan hanya pelindung mata air, penyaring udara, dan rumah bagi satwa, tetapi juga penjaga masa depan lingkungan kita. Dengan menanam satu pohon beringin hari ini artinya kita sudah berkontribusi untuk udara segar di masa depan.

 

Ficky Yusrini
Kader Pusaka Indonesia Jawa Barat

Sumber foto: espos.id