Kejadian ini saya alami setelah kurang lebih 2 tahun tinggal di sebuah gubuk kecil di kampung Pongangan, Magelang, Jawa Tengah. Gubuk ini milik seorang kakek yang bernama Heru Santoso, atau terkenal dengan panggilan Mbah Kung. Di gubuk Mbah Kung inilah saya menemukan banyak pelajaran hidup yang berharga.
Gubuk ini memiliki lahan yang digunakan sebagai kolam ikan dan kebun. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa suatu saat saya akan belajar menanam, turun langsung membersihkan sampah, dan mencangkul lahan, tidak ada sama sekali. Lahan tersebut kini sudah terdaftar menjadi Kebun Surgawi (KS) 19, meskipun belum diketahui secara pasti berapa ukuran lahannya, termasuk oleh Mbah Kung sendiri. Usut punya usut, ternyata lahan ini pernah dipakai oleh orang-orang untuk membuang sampah. Padahal, di samping lahan tersebut ada mata air yang airnya dipakai untuk memenuhi kebutuhan warga sekitar, seperti mandi dan mencuci. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan.
Dulu, lahan di gubuk Mbah Kung ini pernah ditanami beraneka ragam tanaman, mulai dari jahe, kunyit, sorgum, dan jagung, tapi tidak pernah tumbuh maksimal. Lalu Mbah Kung pernah bertanya kepada saya, “Kenapa ya, tanaman di lahan bawah tuh kok gak bisa jadi?” Awalnya saya hanya menduga-duga bahwa kadar air di lahan bagian bawah itu tinggi, karena ada air selokan yang mengalir di sana.
Sampai akhirnya saya mengetahui bahwa dugaan itu salah. Waktu itu, ada momen ketika saya dan beberapa kader Pusaka Indonesia seperti Pak Theo, Edoardo Nanda, dan Wisnu membuat Bakteri Pemulih Tanah (BPT) Sigma 1 di lahan bawah. Ketika kami mulai menggali tanah, ternyata pada setiap lapisan tanahnya dipenuhi sampah plastik. Sampah-sampah tersebut bahkan ditemukan hingga kedalaman lebih dari 1 meter. Lalu kami mendiskusikannya di WhatsApp Group Sigma Farming (SF) Yogyakarta, dan kami menyadari bahwa inilah penyebab utama tanaman di lahan bawah KS 19 tidak tumbuh dengan baik.

Bersih-bersih sampah di KS19 Magelang
Sejak saat itu, salah satu kegiatan utama di KS 19 adalah membersihkan lahan dari sampah-sampah plastik itu. Meskipun belum dilakukan secara intensif, tapi saya mencoba mencicil sedikit demi sedikit membersihkan sampah plastik dari lahan itu. Tidak hanya sampah di lahan, tapi saya juga membersihkan sampah-sampah yang ada di sumber air dan selokan yang berada di sekitar lahan tersebut. Sampah yang terkumpul luar biasa banyak, sehingga membutuhkan waktu dan kesabaran.
Saya bersyukur dapat berkenalan dengan Sigma Farming, wadah berkarya di Pusaka Indonesia. Banyak sekali pembelajaran yang saya dapatkan ketika berkarya di Sigma Farming: saya belajar memulihkan tanah yang rusak, belajar tentang tanaman, mencangkok, mencangkul dan pengetahuan lain yang sangat bermanfaat. Pembelajaran berharga yang tidak pernah saya bayangkan sama sekali dalam hidup saya sebelum-sebelumnya. Maka dari itu, belajar dari pengalaman ini marilah kita menjaga tanah dan lingkungan, dimulai dari memilah dan membuang sampah pada tempatnya.
Terimakasih Pusaka Indonesia, terimakasih Sigma Farming.
Aprianti Rahma Saumi
Kader Pusaka Indonesia Wilayah DIY