NESIAPOS – Oleh: Wiwik Endang Mardiastutik*
Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim mengatakan, pendidikan akademik harus diimbangi dengan pendidikan karakter guna membentuk generasi bangsa yang cerdas dan berkarakter unggul untuk menghadapi tantangan dunia yang semakin berat dan skala yang lebih besar. Pendidikan harus memastikan untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) unggul di akademik dan mentalitas yang tangguh. Oleh karena itu dengan terbentuknya kurikulum merdeka penanaman karakter pancasila tersebut dilakukan dengan istilah P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila).
Sebagai warga negara Indonesia yang berideologi Pancasila seharusnya sudah sangat familiar dengan istilah karakter Pancasila. Namun, sejak SD sampai bekerja sebagai ASN rasanya baru akhir-akhir ini istilah karakter Pancasila booming. Apa sebenarnya yang menyebabkan ini semua? Apakah selama ini terjadi penyelewengan tentang makna Pancasila atau ada hal lain? Jangan-jangan banyak warga negara yang tidak paham tentang makna Pancasila. Atau mungkin banyak warga negara yang tidak mengaplikasikan Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Sebagai warga negara sering mengucapkan kelima sila dari Pancasila. Selain itu sering juga diingatkan untuk mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga, masyarakat dan tempat kerja. Cuma permasalahannya adalah sudah benarkah pemahaman tentang Pancasila? Kalau pemahaman belum benar bagaimana mungkin aplikasi dalam kehidupan sehari-hari bisa benar. Ini sebenarnya polemik yang terjadi. Banyak warga negara Indonesia yang hanya mengucapkan sila-sila dari Pancasila di bibir saja, karena berawal dari pemahaman tentang Pancasila masih keliru.
Pemahaman tentang Pancasila oleh kebanyakan orang biasanya hanya konsep atau pemahaman kognitif. Hal ini tidak akan pernah sampai pada tingkat aplikasi atau praktek nyata. Istilah sekarang hanya “omdo”. Mau diadakan P5, ataupun Laboratorium Pancasila ujung-ujungnya ya hanya pemahaman kognitif. Pancasila sebagai Ideologi harus menjadi jiwa dan karakter bangsa, harus menjadi adab atau adat dalam jamaknya.
Kristalisasi Nilai Luhur Bangsa
Pancasila yang terdiri atas lima sila oleh founding father diambil dari intisari dan kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia pada zaman dahulu. Ke lima sila ini menjadi satu kesatuan yang didasari oleh sila pertama. Artinya jika sila pertama terealisasi dalam pengaplikasiannya dengan benar, maka sila-sila selanjutnya sudah pasti akan terealisasi juga.
Sila pertama bersimbolkan bintang. Founding father membuat simbol bintang, karena bintang itu sebagai kompas. Kompas berarti arah. Jadi arah manusia dalam berketuhanan itu adalah Tuhan sebagai penuntun, pemberi petunjuk untuk menjalani hidup. Tuhan yang meliputi semua keberadaan bertahta di sanubari manusia. Apapun agamanya, atau kepercayaannya semua memiliki sanubari sebagai tahta Tuhan.
Selama ini, manusia jarang menyadari keberadaan Tuhan, meski percaya bahwa Tuhan itu ada. Keberadaan Tuhan hanya bisa diselami dengan rendah hati, pasrah dan dijembatani dengan merasakan tarikan dan hembusan nafas, yang bisa dilakukan dengan hening atau wirid nafas. Tuhan sebagai petunjuk kebenaran, sering diabaikan petunjuk-Nya, sehingga banyak orang yang munafik, tidak sinkron antara hati, pikiran, ucapan dan tindakan. Bisa juga dikatakan pengkhianat kebenaran atau mengkhianati Tuhan sebagai pemberi petunjuk.
Sila kedua berbunyi Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sila ini disimbolkan dengan rantai emas. Manusia memiliki esensi yang sama bahkan partikel yang menyusun tubuh manusia juga sama dengan partikel yang menyusun setiap keberadaan. Oleh karena itu, dengan menyadari kesamaan tersebut seharusnya setiap manusia memuliakan manusia. Memuliakan orang lain berarti juga memuliakan diri sendiri.
Rasa dan sikap inilah yang seharusnya menjadi adil terhadap orang lain, bahkan kalau merasa bahwa semua keberadaan adalah karena keesaan-Nya seharusnya adil juga kepada makhluk lain dan adil kepada alam semesta. Sikap adil akan mampu bertindak adil pada diri sendiri, adil pada orang lain, adil pada makhluk lain dan adil pada alam semesta. Sikap adil inilah yang seharusnya menjadi adab atau kebiasaan manusia.
Sila ketiga Persatuan Indonesia. Dengan kesadaran sila pertama dan kedua pada setiap orang, maka rakyat Indonesia bersatu meskipun banyak pulau, bahasa dan budaya. Ini semua karena didasari adanya rasa kesamaan esensi. Kesatuan tersebut akan menimbulkan atau mendasari sikap gotong royong dan saling membantu untuk mewujudkan cita-cita bangsa. Berat sama dipikul ringan sama dijinjing, atau setiap orang punya bagiannya sendiri-sendiri bila dalam team, inilah yang dimaksud kebersamaan.
Jadi, kebersamaan bukan sekadar bersama atau bareng-bareng dalam hal makan bersama dan duduk bersama. Eratkan lebih dulu baru ada kebersamaan dalam rasa. Adil lebih dulu kalau ingin mempererat. Tidak ada yang mendominasi dan tidak ada yang terdiskriminasi. Rasa adil akan mensinergikan dan mempererat setiap keberadaan sehingga terwujud dalam persatuan.
Sila keempat berbunyi, “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan”. Rakyat Indonesia memiliki pemimpin yang harus bermusyawarah dengan para wakil rakyat dalam setiap mengambil kebijakan. Dalam bermusyawarah juga harus dengan hikmat sehingga tercipta kebijakan yang tidak merugikan siapa pun.
Hikmat di sini berarti harus mengikuti tuntunan kebenaran dari sang sumber kebenaran yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Kebijakan bukan berdasarkan egoistik untuk kepentingan pribadi dan golongan, bukan juga berdasarkan atas hubungan apapun, serta bukan juga atas dasar rasa suka atau tidak suka. Jadi kebijakan yang murni datang dari sumber kebenaran dengan memuliakan manusia sebagai satu kesatuan karena memiliki esensi yang sama untuk diperlakukan secara adil. Permusyawaratan perwakilan dan hikmat juga harus diterapkan oleh setiap pemimpin dimana pun berada.
Sila kelima berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Bila keempat sila telah terealisasi aplikasinya dengan benar sudah pasti keadilan akan dirasakan secara sosial oleh setiap orang di Indonesia, tanpa ada kesenjangan sedikitpun di sudut ruang wilayah Indonesia. Ketenteraman dan kedamaian akan benar-benar tercipta di NKRI, bahkan dimana-mana akan terpancar kebahagiaan.
Makna Pancasila yang dimaksud para pendiri bangsa Indonesia sangat luhur dan memiliki kemurnian jiwa yang sangat tinggi, sehingga menginginkan terwujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa ada kesenjangan sosial dan kesenjangan taraf hidup di Indonesia. Mungkin berbanding terbalik dengan keadaan yang terjadi sekarang ini, kesenjangan hampir terjadi di semua bidang dan masih sangat jauh dari kata adil.
Memahami dan Mengaplikasikan Pancasila
Aplikasi Pancasila juga bisa dikaitkan dengan tingkat spiritual bangsa. Korelasi keduanya adalah bila seseorang memiliki tingkat spiritual yang tinggi, maka akan mengaplikasikan Pancasila dalam hidupnya sehari-hari, bahkan Pancasila sebagai napasnya. Secara logis hal ini bisa dijelaskan melalui kuantum fisika. Para pelaku spiritual tunduk kepada Sang Sumber Hidup, jadi sadar akan keberadaan dan tuntunan-Nya. Hal ini terbukti bahwa bangsa Indonesia dalam sejarahnya telah memiliki kerajaan yang ayem tentrem kertaraharja, yang mana kemungkinan besar rakyatnya pasti mengutamakan spiritual sebagai landasan dalam menjalani hidup.
Ketika pemahaman tentang Pancasila sebagai ideologi bangsa sudah diluruskan, kemungkinan akan lebih mudah untuk mengajak warga negara dalam mengaplikasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Tapi ketika pemahaman tentang Pancasila masih keliru, maka akan sulit dan jauh dari tujuan sebenarnya tentang tujuan negara yang berdasarkan Pancasila. Bisa jadi Pancasila sebagai ideologi negara yang harus dihayati dan diamalkan itu hanya terucap di bibir saja. Karena sebenarnya belum paham makna yang sejati tentang kelima sila dalam Pancasila tersebut.
Marilah sebagai warga negara sama-sama memahami makna Pancasila bukan hanya pemahaman konsep secara kognitif saja, tetapi harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Kobarkan api pancasila dalam dada, agar kepak sayap burung garuda mengembang di udara. Menaungi Indonesia Raya yang Jaya dari Sabang sampai Merauke. Salam Pancasila.
*Guru SMAN 25 Jakarta – Kader Pusaka Indonesia DKI-Banten
sumber tulisan: https://www.nesiapos.com/2023/06/karakter-pancasila-dan-hidupku.html
sumber foto: bharatamedia.com