Sebelum memulai berkebun atau bertanam, hal yang perlu diperhatikan adalah memulihkan dan menutrisi tanah. Maka, jika masih bingung mulai darimana, jawabannya, mulailah dari membuat sendiri kompos di rumah, sesuaikan dengan ketersediaan bahan di sekitar rumah dan kondisi kebun, lahan, atau pekarangan. Tanah sehat adalah tanah yang mengandung humus. Humus menjadi makanan bagi biota tanah dan menyimpan unsur hara bagi tanaman. Mengompos adalah proses daur ulang alami yang menguraikan material organik menjadi material organik lain yang kaya akan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh makhluk hidup di dalam tanah dan juga makhluk hidup di atasnya. Dengan kata lain mengompos berarti membantu menyediakan humus yang diperlukan oleh tanah agar menjadi tanah sehat yang mampu menopang kehidupan.
Meskipun pengomposan adalah proses yang alami, namun kita berperan untuk memaksimalkan proses penguraian ini dengan mengumpulkan dan menyusun bahan-bahan organik dari lingkungan terdekat serta menciptakan kondisi yang tepat agar penguraian dapat terus berjalan.
Secara umum, setidaknya ada 4 faktor yang memengaruhi keberhasilan proses pengomposan:
- Komposisi yang seimbang antara karbon (C) dan Nitrogen (N). Jika komposisi karbon terlalu tinggi maka proses pengomposan akan berjalan lambat dan beberapa mikroorganisme pengurai akan mati, sementara jika komposisi nitrogen terlalu banyak maka proses pengomposan akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Dalam pembuatan Kompos Sigma 1, kohe sapi adalah material yang bersifat kaya nitrogen, sedangkan jerami adalah material karbon.
- Pengudaraan yang memadai. Proses pengomposan aerobik mengandalkan bakteri pengurai yang hanya mampu hidup jika jumlah oksigen memadai. Membalik material organik yang sedang dikomposkan dan memberi pipa/bambu dengan lubang udara pada tempat pengomposan akan memperlancar suplai oksigen yang diperlukan.
- Kelembaban yang terjaga. Mikroba pengompos hanya akan hidup dan bekerja pada material yang lembab. Jika material yang dikomposkan terlalu kering maka tidak akan disentuh oleh mikroba tersebut, sehingga proses akan berjalan lambat. Namun jika material organik terlalu basah maka supply oksigen berkurang karena kandungan air yang banyak akan memblok aliran udara. Hal ini menyebabkan pengomposan akan berjalan lambat dan menimbulkan bau busuk. Karena itu dalam prosesnya Kompos Sigma 1 perlu sering ditengok dan diperiksa kelembapannya.
- Aktivator. Peran aktivator adalah untuk mempercepat proses penguraian. Dalam pembuatan Kompos Sigma 1, aktivator yang kita gunakan adalah Bakteri Pemulih Tanah (BPT) Sigma 2.
Proses pengomposan memerlukan waktu kurang lebih 6 bulan hingga siap pakai. Kompos yang sudah siap digunakan akan memiliki ciri berwarna hitam dan berbau tanah hutan, seringkali juga ditemukan banyak cacing yang menjadi indikator kesuburan dari kompos.
Teman-teman kader Pusaka Indonesia yang mengelola Kebun Surgawi telah memiliki pengalaman otentik bagaimana kompos telah membantu memulihkan dan menyuburkan tanah-tanah yang mereka kelola serta mendorong hasil panen yang berkualitas. Sebagai seseorang yang awam dalam berkebun pun, kita akan dapat membedakan tanah hidup yang kaya akan humus dengan tanah yang “tua” miskin humus. (Seperti pada gambar di bawah ini: yang kaya mikroba dan yang miskin mikroba).
Dalam Sigma Farming, kompos terbaik adalah Kompos Sigma 1. Namun demikian, jika tidak memungkinkan membuat Kompos Sigma 1 di KS atau di rumah, tidak menutup kemungkinan untuk membuat kompos dengan metode lain. Salah satu cara pengomposan yang sederhana adalah dengan menyiramkan percikan vorteks Bakteri Pemulih Tanah (BPT) Sigma 1 dan 2 ke limbah organik yang terdiri sayuran, daun kering, dan hijauan.
Sumber: Urbanjabar
Penulis:
Sari Marieyosse, Riset Sigma Farming