Skip to main content

Kebun Surgawi adalah salah satu program unggulan Pusaka Indonesia, sebagai ujung tombak tempat praktik gerakan pemulihan tanah dengan metode Sigma Farming. Kebun Surgawi berada di banyak wilayah di Indonesia dengan beragam luas lahan, yang masing-masing dimiliki dan dikelola oleh kader Pusaka Indonesia.

Namun dalam perkembangannya, Kebun Surgawi bukan hanya menjadi lahan pertanian yang memulihkan tanah dan memproduksi pangan sehat alami, tapi juga menjadi wahana belajar bagi anak-anak dan remaja, khususnya yang jarang bersentuhan dengan kehidupan di alam.

Kebun Surgawi di Mengwi Bali dan Kebun Surgawi di Cihirup adalah pelopor yang telah menerima murid dari luar untuk belajar berinteraksi dengan alam. Ada banyak pengalaman dan cerita unik yang inspiratif dari pembelajaran mereka.

 

Kebun Surgawi Bali, Wahana Belajar Anak Berkebutuhan Khusus

Jibril adalah salah satu murid di Sancaya Indonesia, sekolah inklusif yang menerima anak berkebutuhan khusus, juga anak-anak yang tidak bisa diterima dalam sistem pendidikan mainstream. Jibril anak dengan retardasi mental. Walau berumur 14 tahun, namun secara mental masih berumur 4 tahun. Sebelumnya orang tua Jibril tidak mengerti bahwa anaknya berkebutuhan khusus. Dia dimasukkan di sekolah  swasta mahalyang sangat kompetitif. Akibatnya Jibril jadi korban bully, bukan hanya oleh teman tapi juga guru karena kurangnya pemahaman tentang anak kebutuhan khusus. Jibril sempat 3 tahun berhenti belajar sampai kemudian bisa diterima di Sancaya Indonesia.

Nabila yang juga kader Pusaka Indonesia Bali, melihat potensi Kebun Surgawi untuk jadi tempat pembelajaran anak-anak. Dengan izin rekan-rekan pengelola Kebun Surgawi 1 yang berlokasi di Mengwi Kabupaten Badung, Nabila membawa Jibril ke kebun setiap hari Jumat. Tujuannya cuma satu, agar Jibril belajar bersosialisasi dengan orang lain sekaligus belajar berkebun untuk meningkatkan kemampuan motorik halusnya yang memang butuh dilatih. 

Jibril bersama Nabila dan mentornya Miss Novi

Jibril sangat senang karena merasa diterima dan disayang, khususnya oleh Miss Novi, demikian Jibril memanggil salah satu pengelola Kebun Surgawi Mengwi yang menjadi mentornya. Selain berkebun, kegiatan lain Jibril adalah memasak dan merawat hewan yang ada di sana. “Dalam kegiatan di sini saya selipkan speech language therapy sebagai latihan Jibril untuk bisa menggunakan kata-kata baru dan merangkainya menjadi kalimat yang bisa dimengerti. Serta Occupational therapy untuk meningkatkan kemampuan motorik halus dan hand-eye coordination, seperti kegiatan menabur benih, menggali, memetik, menghitung tanaman, menyiapkan tempat untuk tanaman,” jelas Nabila.

Jibril belajar membuat media tanam

Jibril belajar membuat media tanam

“Dari sudut pandang saya sebagai educator, anak-anak khususnya anak berkebutuhan khusus sangat bagus dengan kegiatan berkebun dan mengenal alam seperti ini. Salah satu manfaatnya, anak berkebutuhan khusus akan belajar untuk bersosialisasi dengan orang-orang sekitar. Ini adalah arena belajar yang sangat baik, seperti mendengar instruksi, memahami informasi, bertanya, dan mengekspresikan perasaannya,” kata Nabila.

Selain itu di sisi lain kehadiran Jibril di Kebun Surgawi juga media pembelajaran yang bagus untuk lingkungan sekitar agar lebih menerima anak kebutuhan khusus. Ini salah satu misi Sancaya Indonesia, juga untuk menghilangkan stigma negatif pada anak berkebutuhan khusus.

“Saya berterima kasih pada Kebun Surgawi dan rekan-rekan Pusaka Indonesia Bali yang sudah memperbolehkan kami berdua datang belajar di Kebun Surgawi Mengwi Bali. Sambutan hangat dan mau menerima Jibril adalah hal yang sangat saya apresiasi. Ketulusan teman-teman di sini sungguh luar biasa. Saya tahu tidak mudah untuk memahami Jibril, namun pengertian dan penerimaannya sungguh luar biasa baik. Ini adalah sarana bertumbuh, bukan hanya untuk Jibril sendiri, tapi juga bagi saya dan rekan-rekan lain di Kebun Surgawi,” pungkasnya.

 

Pilar Belajar di Kebun Surgawi Cihirup

Pilar (15 tahun), remaja homeschooler setingkat SMA asal Bogor. Kesehariannya lebih banyak berkutat dengan pembelajaran online di depan laptop. Ia tinggal selama 6 hari di Cihirup, untuk berkegiatan di Kebun Surgawi Cihirup dan lahan Sorgum yang dikelola PT. Bumi Nusantara Gemah Ripah (BNGR) Kuningan, Jawa Barat. 

Pilar bersama Habib Qohar

Bersama Habib Qohar, pengelola Kebun Surgawi sekaligus mentor bagi Pilar, Pilar banyak belajar tentang Pertanian Sigma. Ia diajak Habib pergi ke pasar dan membeli tanduk sapi untuk membuat Biodynamic 500. Berikut cuplikan catatan Pilar dalam tulisan gaya puitiknya,

    Umumnya, atau dari pengalamanku; pasar biasanya terbuka, outdoor. Dilindungi dari alam oleh genteng besi atau iklan rokok. Tetapi ini… beda. Terlalu kecil bagi sebuah pasar kota, setiap jengkal dari pasar itu digunakan secara efektif oleh penjual. Lampu-lampu redup oranye dan ruko-ruko tertutup memberi suatu perasaan yang… melankolis. Kaca di atap membolehkan sinar matahari untuk menerangi tempat-tempat di mana lampu tidak bisa meraih, namun kaca itu sedang berembun: Hujan.

     Kami di sana datang untuk membeli 84 kilo tanduk sapi. Ya, tanduk. Awalnya aku sedikit bingung tetapi aku membiarkan pertanyaan itu untuk dijawab oleh masa depan. Tetapi satu hal membuat mulutku sangat gatal ingin menanyakannya; bau. Dari hidup yang walau pendek terasa sangat lama ini aku baru sadar tanduk sapi sama baunya seperti tahinya. Entah itu dari daging atau darah yang membusuk atau tanduk itu memang bau ku tak tahu, untung aku membawa maskerku.

Biodynamic 500

     Akhirnya rasa pengetahuanku (yang dibantu oleh mual tak tertahankan) meluap. “Tanduk ini memang buat apa?” Ku tanya. Jawaban dari pertanyaan itu lumayan panjang jadi ku akan ringkas sedikit: 84 kg tanduk itu akan digunakan sebagai penyubur tanah dengan mengisi ruang kosong dengan kotoran sapi dan dikubur selama enam bulan. Terdengar normal dan masuk akal; kepalaku hanya bisa membayangkan kornukopia (tanduk simbol keberlimpahan dari mitologi Yunani), hanya saja isi terompet itu tahi sapi, bukan anggur manis dan pedansa rasa lidah lainnya. Sebuah metode penyubur tanah yang unik, sains yang mendahului zaman, tapi kurasa, sains memang harus berjalan selaras dengan alam.

Bagi Pilar, tinggal beberapa hari di Omah Gemah Ripah (OGR) Cihirup, Kuningan, Jawa Barat, membuatnya mengerti bahwa hidup adalah perjuangan. 

Kegiatan Berkebun Pilar di Kebun Surgawi Cihirup, Kuningan, Jawa Barat

      Tanaman sorgum mengisi setiap jengkal tanah subur yang ada di sana. Namun ada satu masalah: Burung. Melahap semua biji yang terdapat di ujung sorgum menyisakan kita dengan… nol! Tetapi, petani pantang menyerah, tentunya dan seharusnya. Selama dua hari aku diberi suatu pekerjaan, mengambil sorgum dari ladang kanan dari tanah sementara Mas Habib dan beberapa orang lain membalik tanah jika sudah diambil. Namun aku salah, pekerjaan ini, walau tampak mudah membutuhkan tenaga tarik yang kuat sekaligus kulit tebal; kukira musuhku di sini adalah teriknya matahari dan putri malu yang melukaiku dari segala penjuru, walau itu juga masalah, aku tidak menaruh “telunjuk sobek sehabis menarik batang sorgum, mengira darah yang mengucur dari tangan itu dari serangga aneh” sebagai suatu masalah.

        Akhirnya aku tak bisa bekerja banyak. Tangan kanan, meski hanya luka di satu tempat; secara efektif telah lumpuh. Tidak sakit, sih, hanya telunjukku masih syok dari cedera itu. Sementara tangan kiriku… uhm… lemah dan takut akan sobekan kedua yang akan membuatku tak bisa bekerja. Aku cuma bisa mengamati, orang-orang bekerja dengan sigap membalik tanah. Butuh waktu lebih dari dua jam, hanya untuk membalik sejengkal tanah. Untuk lahan seluas ini, butuh berapa lama? Pikirku. Butuh fisik dan semangat yang luar biasa. Mengingatkanku pada arti… perjuangan. 

Itulah pengalaman Jibril dan Pilar yang secara otentik merasakan manfaat dari keberadaan Kebun Surgawi Pusaka Indonesia. Mereka terus belajar dan melatih kemampuan life skill di level masing-masing. Hal ini juga menjadi pembelajaran berharga bagi para mentor.

 

#pusakaindonesia #gemahripah #kebunsurgawi #sigmafarming #pertaniansigma #edukasi #sekolahalam