Skip to main content

Sawah Demplot Sigma Farming di Desa Pamoyanan, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya, berhasil melakukan panen raya gabah kering sebanyak 1,77 ton pada 19 Agustus 2024. Acara panen raya ini dihadiri oleh kader Pusaka Indonesia wilayah Tasikmalaya, dan dua petugas Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Tasikmalaya.

Demplot sawah Sigma Farming di Pamoyanan ini dikelola di atas lahan seluas 3.500 meter persegi. Sawah ini awalnya milik seorang petani di Desa Pamoyanan, H. Sjaifuddin Rusjdi. Setelah mengikuti workshop Sigma Farming Academy (SFA) yang diadakan oleh Pusaka Indonesia pada 19-21 Januari 2024 di Tasikmalaya, ia tergerak untuk menjadikan sawahnya sebagai sentra produksi padi organik. Sjaifuddin menyadari bahwa penggunaan pupuk kimia sintetik telah membuat sawahnya tidak produktif akibat penurunan pH tanah. 

Meskipun demplot ini belum sepenuhnya menerapkan sistem pertanian organik, namun hasil panen menunjukkan adanya peningkatan signifikan. Deviani, Kapten Kampung Sigma Farming wilayah Tasikmalaya, menuturkan bahwa setelah melalui serangkaian upaya pemulihan tanah dengan bantuan amunisi Sigma Farming, hasil panen meningkat signifikan dibandingkan metode konvensional. “Biasanya hanya 750 kilogram. Setelah ada upaya pemulihan tanah dengan amunisi sigma farming, meningkat menjadi 1,77 ton,” paparnya. Ia berharap semakin banyak petani yang tertarik menggunakan metode Sigma Farming ini, mengingat banyak keluhan petani tentang hasil panen yang menurun, kondisi tanah yang semakin rusak, dan sulitnya mendapatkan pupuk kimia sintetik.

Sebelumnya, sawah ini diolah dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Oleh karena itu, pada 26 April 2024, Tim Pusaka Indonesia bersama petani menyemprotkan Eco Enzyme sebagai langkah awal pemulihan tanah. Untuk menetralkan tanah dari residu penggunaan pupuk kimia sintesis, Tim Pusaka Indonesia juga memasok Bakteri Pemulih Tanah (BPT) Sigma 1 dan 2, serta asam amino sebagai bagian dari amunisi Sigma Farming. 

Pada 19 Mei 2024, Pusaka Indonesia kembali mengadakan workshop untuk pembuatan BPT Sigma 1 dan 2 bagi petani di sekitar demplot. Untuk mengantisipasi serangan hama wereng cokelat dan penggerek batang, pelatihan dilanjutkan pada 26 Mei dengan pembuatan pestisida nabati dari tanaman lateng, pegagan, dan cemara udang. Pada kesempatan ini, Tim Pusaka Indonesia juga memproduksi kompos sigma.

Proses pemulihan tanah ini disertai dengan pendampingan dan monitoring oleh Ketua Bidang Pendidikan dan Pemberdayaan Pusaka Indonesia yang membawahi Sigma Farming Academy (SFA), Niniek Febriany, beberapa koordinator SFA, dan Deviani sebagai Kapten Kampung Sigma Farming wilayah Tasikmalaya.

Panen padi Kampung Sigma Farming Tasikmalaya

Niniek Febriany menuturkan, panen raya ini merupakan langkah awal menginisiasi sentra produksi padi organik di Tasikmalaya. Ke depan, demplot sawah ini akan sepenuhnya menggunakan sistem pertanian organik dengan metode Sigma Farming. Oleh karena itu, riset dari Desa Pamoyanan ini menjadi langkah awal Sigma Farming Academy dalam mewujudkan produksi beras organik berkualitas tinggi dan berproduktivitas optimal. “Setelah panen raya ini, kami berharap petani dapat beralih ke sistem pertanian Sigma Farming di lahan masing-masing. Seiring dengan terpulihkannya tanah, masyarakat juga akan mendapatkan pangan yang sehat, dan petani dapat hidup lebih sejahtera,” tutupnya.

Pada kesempatan ini, Tim Pusaka Indonesia juga melakukan analisis perbandingan hasil panen antara sawah yang telah diberi amunisi Sigma Farming dan sawah yang masih menggunakan bahan kimia. Berdasarkan kalkulasi metode ubinan, sawah yang beralih ke metode Sigma Farming dengan asam amino menghasilkan 5,9 kilogram gabah kering per 6,25 meter persegi lahan. Sementara itu, sawah yang menggunakan metode Sigma Farming tanpa asam amino menghasilkan 4,7 kilogram gabah kering, dan metode konvensional yang menggunakan pupuk kimia sintetik hanya menghasilkan 3,85 kilogram gabah kering.

Selain itu, Tim Pusaka Indonesia bersama BPP juga menghitung jumlah anakan padi di setiap rumpun. Lahan yang menggunakan asam amino menghasilkan 22 anakan, sedangkan lahan tanpa asam amino menghasilkan 20 anakan. Metode Sigma Farming, meski belum sepenuhnya diterapkan dari awal, juga hasilnya lebih unggul dari segi jumlah bulir padi; dengan asam amino, jumlah bulir padi mencapai 170 bulir, sementara tanpa asam amino hanya 116 bulir.

Metode PertanianJumlah anakan per rumpunJumlah bulir padiHasil penen per 2,5 x 2,5 meter persegi
Sawah Sigma Farming (Dengan asam amino)22 anakan1705,9 kg
sawah konvensional (dengan pupuk dan pestisida kimia)20 anakan1163,85 kg
Tabel perbandingan hasil panen sawah Sigma Farming dan sawah konvensional dengan pupuk kimia

Hasil kalkulasi ini menunjukkan bahwa pertanian dengan metode Sigma Farming lebih unggul dari segi kuantitas hasil panen. Dari segi kualitas, metode Sigma Farming juga lebih baik, dengan pertumbuhan dan pembuahan yang lebih cepat. Batang padi lebih kokoh, warna daun lebih hijau, dan bulir padi lebih besar dan padat.

 

Lutfi Daya A 
Kader Pusaka Indonesia Wilayah Jawa Barat