Setelah mengikuti Pelatihan Sigma Farming di Cihirup, Kuningan, Jawa Barat pada tahun 2022, hati sanubari saya terketuk untuk segera mempraktikkan pengetahuan pertanian organik yang sudah dipelajari tersebut pada lahan kebun kami di Dusun Mayungan, Desa Antapan, Baturiti, Tabanan, Bali. Kebun inilah yang kemudian kami daftarkan sebagai Kebun Surgawi (KS) 35 dengan luas sekitar 1 Ha, berupa 60% tanah dataran dan 40% tanah miring terjal. Lokasi KS 35 berjarak sekitar 3 km dari KS 29 demplot.
Sejak pertama kali diakuisisi pada tahun 2021, lahan tersebut sudah terdapat beberapa jenis pohon, ada pohon durian, bambu, alpukat, nanas, pisang, serta aneka tanaman tropis lainnya. Melimpahnya sumber daya alam di KS-35 membuatnya sangat potensial untuk membangun pertanian yang terintegrasi dengan peternakan. Selain tersedia pohon bambu untuk bahan pembuatan kandang sapi, juga terdapat tanaman bahan baku kompos maupun pakan ternak, mulai dari rumput gajah, rumput taiwan, ilalang, aneka gulma, tanaman pisang, pohon gamal, hingga pohon nangka.
Potensi di atas membuat kami memutuskan untuk berkebun sekaligus beternak sapi bali betina (dalam Bahasa Bali disebut dengan sampi). Kami memulai ternak 2 ekor sapi yang berumur 1 tahun saat dibeli pada tahun 2023. Satu orang bertugas untuk merawat dengan sistem bagi hasil atau paron (dalam Bahasa Bali disebut ngadasin), yakni anak sapi pertama menjadi milik perawat dan anak selanjutnya milik pemodal. Perhitungan matematis dengan kondisi normal, maka diprediksi akan mampu memelihara 6 ekor sapi secara mandiri pada tahun 2028.
Sapi yang diternakkan di KS-35 adalah sapi betina. Bukan tanpa alasan, selain kotoran hewan (kohe) untuk kompos, kohe sapi betina juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan Bakteri Pemulih Tanah (BPT) Sigma 1 dan 2. Lebih dari itu, ternak sapi betina di KS-35 ini juga menjadi program riset dari Sigma Farming Academy Pusaka Indonesia untuk pengelolaan peternakan sapi skala kecil dan pemenuhan kebutuhan pupuk di kebun surgawi.
Beternak sapi dalam sistem yang terintegrasi dengan kebun memang menguntungkan. Sapi mendapat asupan makanan dan minuman dari rumput segar yang dikonsumsinya, sehingga sangat cocok untuk kebun yang belum tersedia sumber air permanen. Manfaat lainnya adalah penggunaan kohe, urine, dan sisa makanan sapi untuk pupuk organik. Kohe sapi bermanfaat sebagai bahan dasar pembuatan Kompos Sigma 1 dan Kompos Sigma 2. Sisa makanan sapi betina bermanfaat sebagai bahan kompos darurat dan sebagai mulsa. Hingga saat ini, limbah 2 ekor sapi cukup untuk kebutuhan nutrisi 1 Ha kebun.
Keberadaan ternak sapi memberi dampak positif terhadap pengelolaan KS 35. Pembuatan kompos sebagai jantung kebun dapat dilakukan secara mandiri. Dan seiring dengan masifnya kegiatan berkebun di KS-35, maka akan tercipta sebuah Siklus Pertanian Tertutup, yaitu dari ternak → pakan/rerumputan → limbah kohe → pupuk/kompos → hasil produksi kebun → untuk ternak lagi. Begitu seterusnya berkelanjutan selaras dengan alam. Dan yang terpenting adalah output dari perkebunan menghasilkan makanan yang sehat tanpa merusak alam.
Pande Made Oka Iriana,
Kader Pusaka Indonesia Wilayah Bali