Skip to main content

Pertanian Sigma Farming kini semakin meluas hingga ke Pulau Lombok, tepatnya di desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Salah seorang kader Pusaka Indonesia, putra asli Lombok, Mohammad Sahlan, kini mencoba menerapkan metode Sigma Farming di lahan sawah seluas satu hektar milik keluarganya.

Sebagian besar warga Desa Tanak Awu adalah petani. Begitu pula Sahlan, ia pun lahir dari keluarga petani. Sejak masih SMP, ia sudah terbiasa membantu orang tuanya menggarap sawah. Semenjak lulus SMA, ia sepenuhnya menekuni pekerjaannya sebagai petani. Selama ini, ia dan para petani menggarap lahannya dengan metode konvensional, seperti penggunaan pupuk kimia sintetis dan pestisida sintetis. 

Mereka tidak menyadari bahwa penggunaan pupuk kimia sintetis mengakibatkan dampak negatif pada tanah. Ia dan petani lainnya mulai merasakan kerusakan tanah menjadi semakin parah setelah dalam enam tahun terakhir menggunakannya secara besar-besaran untuk menanam jagung dan semangka. Keadaan ini diperburuk dengan kurangnya saluran irigasi, sehingga praktis pengairan sawahnya hanya mengandalkan air hujan. Akibatnya, jika air hujan tidak cukup atau tidak turun sama sekali, petani akan terancam gagal panen.

Meskipun dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah, Sahlan masih memiliki harapan untuk memperbaiki kondisi pertanian di kampungnya. Ia pun berangkat mengikuti Workshop Sigma Farming yang diadakan oleh Pusaka Indonesia di Tasikmalaya pada 18-21 Januari 2024. Banyak pelajaran yang didapatkan dalam pelatihan tersebut, mulai dari cara memulihkan tanah yang sakit, cara menggarap pertanian organik dengan metode Sigma Farming hingga pembuatan amunisi (baca:pupuk), seperti Eco Enzyme (EE), BD 500, CPP, kompos Biodinamik, dan pestisida nabati. 

Sekembalinya ke Tanak Awu, kasak-kusuk tetangga mulai menanyakan keanehan Sahlan yang tidak biasanya pergi ke luar daerah. Sahlan kemudian menceritakan kegiatan yang telah diikutinya. Dan lebih jauh, ia mulai mengajarkan cara membuat Eco Enzyme kepada tetangga. Lambat laun warga desa menjadi tertarik pada pertanian organik. Selain karena harga pupuk mahal dan langka, tentu juga penasaran dengan hasilnya jika mengaplikasikan amunisi Sigma Farming.

Bersamaan dengan itu, melalui WhatsApp Group Pusaka Indonesia, Sahlan menceritakan kondisi sawahnya yang terancam gagal panen karena hujan belum turun, padahal daerah lain sudah hujan. Ketua umum Pusaka Indonesia, Setyo Hajar Dewantoro (SHD) merespons cepat kondisi tersebut. Melalui diskusi dan pertimbangan yang matang, maka diputuskan untuk membangun sumur bor sebagai solusi ketersediaan air irigasi. Pembangunan sumur ini murni dibiayai oleh gotong royong anggota perkumpulan Pusaka Indonesia.

Tak hanya berhenti di situ, mengingat betapa urgent-nya program ini, Ketua Umum Pusaka Indonesia SHD menyempatkan diri berkunjung ke Tanak Awu, Lombok Tengah. Kedatangan Ketua Umum Pusaka Indonesia ini didampingi beberapa kader lainnya untuk meninjau kondisi lapangan dan menentukan letak pembuatan sumur bor. Selang beberapa hari kemudian, Niniek Pebriany selaku Program Manajer Sigma Farming Academy tiba di lokasi untuk mensupervisi proses pembuatan sumur, dan juga memastikan air dapat mengalir ke sawah dengan baik. Dengan berfungsinya sumur bor ini, maka masalah irigasi sawah warga Tanak Awu dapat teratasi. 

Membuat bola-bola CPP di Kampung Sigma Farming Tanak Awu Lombok Tengah

Tim Sigma Farming; Migan Zulmi, Dwi Noviyani, dan Cahya Wardana, juga datang untuk membantu pembuatan amunisi Sigma Farming untuk pemulihan lahan. Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 3-5 Maret 2024. Beberapa jenis pupuk yang dibuat adalah CPP, BD 500, BD Kompos, serta Eco Enzyme, dan asam amino. Semua bahan pembuatan kompos dan Eco Enzyme didapat secara gratis, kecuali limbah protein untuk asam amino yang harus dibeli. Kini, sawah Sahlan sudah siap digarap dengan metode Sigma Farming.

Sahlan mengungkapkan pengalaman autentiknya setelah menerapkan metode Sigma Farming di sawahnya. Ia mengatakan bahwa keberhasilan panen padi kali ini tak lepas dari penerapan Sigma Farming, seperti pemberian cairan vorteks BD 500 dan CPP, penyemprotan ekoenzim, dan yang terpenting adalah penghentian penggunaan pupuk kimia sintetis secara total. 

“Hasilnya sungguh di luar dugaan. Bahkan semua petani di daerah saya terheran-heran, kok bisa hanya padi saya dan keluarga yang tidak rusak buahnya, sementara yang lain hancur gagal panen,” ungkap Sahlan.  Harapan baru kini tumbuh di Tanak Awu, selaras dengan cita-cita mulia menuju Indonesia Surgawi dan Bumi Surgawi.

 

Stella Manoppo,

Kader Pusaka Indonesia wilayah DIY