Skip to main content

Inilah sepenggal perjalanan Farandi Burhan, pemuda asal Wonogiri, Jawa Tengah yang terpanggil menjadi petani surgawi yang berkarya di Kuningan, Jawa Barat.

Saya terpanggil untuk bertani karena mendengar visi Guru Setyo Hajar Dewantoro (SHD)  untuk memuliakan ibu bumi, yang difasilitasi dalam wadah Perkumpulan Pusaka Indonesia Gemahripah. Langkah pertama yang saya lakukan dalam belajar pertanian organik adalah secara otodidak dengan browsing di internet. Saya mengalami kegagalan dan keputusasaan   karena menanam cabai selalu gagal (daunnya keriting).

Di bulan Juli 2022, Pusaka Indonesia mengadakan pelatihan pertanian untuk pertama kalinya, selama 3 hari di Desa Cihirup, Kecamatan Ciawi Gebang, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Saya tak melewatkan kesempatan ini untuk belajar. Sepulangnya, saya  langsung mempraktikkan hasil belajar tersebut di kebun saya di Wonogiri yang luasnya 30 meter persegi. Saya mengikuti saran dari pelatihan tersebut untuk membuat bedengan setinggi 60 cm, lebih tinggi dari ukuran ketinggian bedengan biasa. Ketika itu, saya berpikir, “Suatu saat saya pasti bisa membuat bedengan seperti ini dengan lahan yang lebih luas lagi. Setelah 1 bulan  saya menanam, terlihat hasilnya bayam dan kangkung yang saya tanam sangat bagus. Fajar Way, kader Pusaka Jawa Tengah, mengatakan bahwa daunnya glowing, batangnya kesat berbeda dengan yang dijual di pasaran.

Setelah mengikuti Pelatihan Sigma Farming ke-3, yang diadakan di Semarang, bulan April 2023, Semesta memberi kesempatan pada saya untuk berkarya di kebun PT Bumi Nusantara Gemah Ripah, Kuningan. Di perusahaan agrobisnis yang berada di bawah naungan Mas Guru SHD ini menjadi wahana saya mempraktikkan metode Sigma Farming. 

Belajar Mengikis Ego

Di satu momen, seorang teman yang menjadi senior dan selama ini membimbing saya bertani, mundur dari perjuangan untuk memuliakan Ibu Bumi di Kuningan yang membuat saya memiliki peran baru yang harus saya jalani. Saya sempat spaneng, banyak hal baru yang saya belum pahami dan belum pernah saya lakukan, yakni menanam sorgum di kebun yang luas saat kemarau. Biasanya hanya mengurus pekarangan sendiri yang mungil, sekarang tidak tanggung-tanggung, saya menangani lahan seluas 1 hektar, dari total lahan yang dikelola perusahaan. Sorgum yang ditanam saat itu terkendala di pengairan yang tidak optimal dan kekurangan jumlah pekerja.  Saya dipacu untuk mengeluarkan versi terbaik diri, dengan sering memberi nutrisi pada tanaman sorgum agar ada cadangan makanan dan tetap bertahan hidup. 

Pemilihan tanaman sorgum bertujuan untuk visi ketahanan pangan di masa depan. Sorgum mudah ditanam, jadi kelak jika beras susah ditanam dan pasokan impor terigu terhenti, kita tidak kekurangan pangan. Pamomong Ay Pieta berpesan kepada saya, agar saya melakukan yang terbaik dan banyak bersyukur. Saat ada kendala di lapangan, selalu didiskusikan dengan tim kerja, berendah hati menerima masukan dari orang lain adalah kunci kolaborasi. Pesan yang selalu saya pegang. 

Satu bulan berlalu, tampak ada kemajuan pada tanaman  sorgum. Batangnya lebih besar  dibanding yang ditanam sebelumnya di kebun yang berbeda. Saat ini telah memasuki musim hujan sehingga kebutuhan air tercukupi, jumlah pekerja juga sudah terpenuhi. Saya terus mengupayakan hasil yang selaras. Target tetap ada, tapi berfokus menikmati proses dengan memberikan yang terbaik.

Di usia yang masih 20 ini, ego masih setebal tembok dan pengalaman hidup belum banyak. Namun terjadi perubahan hidup, transformasi diri itu sudah saya rasakan dengan nyata. Sebagai anak muda, saya pernah berkeinginan memiliki motor klasik modifikasi. Namun keinginan itu sudah saya kubur karena melihat  kapasitas yang saya miliki.  Dari dulu saya belajar mengikuti dorongan hati yang sangat kuat untuk tetap di jalan perjuangan ini, yang entah apa di balik itu. Kepingan puzzle mulai muncul, yaitu bercita-cita menjadi petani surgawi yang menyediakan pangan sehat. Dengan menjadi petani surgawi, saya belajar menghayati peran agung ini.

Transformasi Fisik dengan Konsumsi Pangan Sigma Farming

Berawal dari informasi yang diberikan oleh Adolf Hutajulu, pakar Sigma Farming, bahwa sayuran yang ditanam dengan metode Sigma Farming bisa dimakan mentah. Tanah yang sudah dipercik vorteks (air yang diberi bakteri CPP dan BD 500 dan diputar selama 45 menit) membuat tanaman yang tumbuh di tanah itu menjadi berubah.  Warnanya hijaunya  lebih muda, cerah, glowing dan rasa tanamannya tidak pahit. Caisim yang biasa ada di pasar pahit, sedangkan yang ini tidak. Tanaman kelor yang tanahnya dipercik vorteks dimakan  mentah rasanya menjadi tidak pahit, tidak seperti daun sedang tanaman kelor yang tidak dirawat  (istilahnya menanam pasrah dengan alam). Kangkung tidak berlendir dan daun katuk mentah warnanya lebih cerah. Pepaya dan jambu biji merah yang diperciki vorteks, rasanya lebih segar, manis,  dan dingin.

Bertani di Kebun Sigma  mengubah fisik saya ketika saya sering mengonsumsi sayuran dan buah yang ditanam dengan metode Sigma Farming. Badan saya terasa bugar, lebih sehat, berat badan ideal. Mengonsumsi sayur Sigma Farming mentah juga bisa mengganjal perut ketika di kebun. Dulu, fisik saya lemah dan mudah lemas. Sekarang, saya kuat menggendong tangki sprayer 16 liter bolak-balik naik turun tangga maupun berada di lahan luas, tidak cepat lelah.

 

Farandi Burhan

Petani Surgawi di PT Bumi Nusantara Gemah Ripah Kuningan

Kader Pusaka Indonesia Wilayah Jawa Tengah