Skip to main content

Omah Gemah Ripah (OGR) Jogja adalah rumah pergerakan Pusaka Indonesia Gemahripah (PIG) yang melatih para kadernya untuk menjadi pribadi yang berdaya dan berdikari, dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam keseharian. Kini, OGR Jogja juga berfungsi sebagai rumah produksi untuk beragam produk karya kader PIG. Salah satu produknya adalah Kacang Bawang Gajah yang dikelola oleh Thomas Theo Roberto dan Siti Haryani Chasana.  

 

Goreng Kacang, Memori Masa Kecil Theo yang Menyenangkan

Theo, lelaki usia 56 tahun, yang pernah lama bekerja di perhotelan bintang lima di Jakarta dan Bali, mengaku senang memasak. 

“Dulu, semasa SD dan SMP, saya senang banget dengan urusan dapur, semua printilan dapur ingat dan hafal banget di mana tempat penyimpanannya. Seiring berjalannya waktu dan tuntutan sebagai chounan (istilah Jepang: anak laki-laki pertama) kesenangan itu seperti terlupakan. Bapak sebagai pegawai negeri dengan lima anak seperti mengharapkan saya sukses dan bisa membantu keluarga,” ujar pria kelahiran Klaten Jawa Tengah ini.

“Setelah lulus kuliah dan dan bekerja serta punya penghasilan cukup, kesenangan itu seperti tersingkirkan, lebih prioritas menghasilkan uang untuk keluarga,” ungkap laki-laki dengan empat anak jagoannya.

Dengan mata berbinar semangat, Theo melanjutkan ceritanya, “Di Omah Gemah Ripah (OGR) Jogja ini seolah saya menemukan kembali ‘mainan’ saya yang hilang. Goreng-goreng kacang bawang membuat saya ingat masa kecil saya. Saya senang membantu mama berjualan gado-gado dan karedok, dan saya yang bagian goreng-goreng kacangnya.”

 

Kenapa memilih menjadi pengusaha Kacang Bawang Gajah?

Selain erat dengan memori masa kecil Theo yang menyenangkan, kacang adalah camilan yang banyak disukai dan mudah diterima oleh semua kalangan. Ide yang dicetuskan oleh Haryani itu pun disambut oleh Theo. Theo mengurus segala hal yang berhubungan dengan dapur hingga kacang sampai pada konsumen, sedangkan Haryani mengurus pencatatan, hubungan kerja sama, dan promosi.

Produk Kacang Bawang Gajah di Pasar Gemah Ripah

Makna Kolaborasi

Menjadi wirausaha adalah hal baru bagi Haryani. Namun, kemampuan di bagian promosi media membuatnya percaya diri memulai usaha tersebut. Apalagi di awal ide itu Theo sangat bersemangat di bagian dapur dan pengemasan.

“Teman-teman PIG Jogja dan semua wilayah mendukung kami dengan sepenuh hati. Saat memulai itu pun, kami sedang bergabung dalam program Social Entrepreneur Academy (SEA) PIG, pas sekali momennya. Kami banyak mendapatkan ide dan masukan untuk pengembangan produk, seperti inovasi rasa, kemasan, juga penjualan,” ungkap Haryani saat ditanya tentang keberaniannya ikut memulai usaha.

Secara natural di fase memulai usaha, Haryani memang turut terlibat langsung di semua prosesnya, seperti perencanaan, belanja, masak, pengemasan, sampai foto dan video produk. Memang penting mengerti dan mengalami secara otentik, dengan perjalanan yang tak selalu mulus sebagai proses pembelajaran. Tantangan muncul untuk dihadapi dan dilampaui, agar usaha terus berkembang, salah satunya soal dinamika individu yang sama-sama sedang berproses untuk bertumbuh. 

Ternyata ini menjadi momentum bagi Haryani dan Theo untuk mengkalibrasi ulang makna kolaborasi. Kolaborasi bukan berarti semua proses harus dikerjakan secara bersamaan, kolaborasi bisa tetap berjalan dengan peran dan tugas masing-masing.  

“Berwirausaha Kacang Bawang Gajah ini menjadi wahana untuk bertumbuh. Berkolaborasi dengan kejelasan pembagian tugas, dan kedisiplinan kerja sangat mempengaruhi pola kerja. Saya belajar banyak di sini, “ kata Haryani.

Kini, produk Kacang Bawang Gajah dapat dipesan di Pasar Gemah Ripah. Theo dan Haryani tetap membuka bentuk kolaborasi yang lain, dan berharap Kacang Bawang Gajah dapat saling memberdayakan kader-kader PIG lainnya, misalnya pemasok bahan baku berasal dari Kebun Surgawi. Selain itu kualitas produk juga terus ditingkatkan dengan memperhatikan input dari konsumen, agar Kacang Bawang Gajah bisa menjangkau pasar yang lebih luas dan dapat dijadikan oleh-oleh khas dari Yogyakarta.