Lada Jhon, merek bisnis lada yang telah dirintis sejak tahun 2017, merupakan produk lada organik berkualitas. Pemiliknya, Parjono, pria kelahiran Wonogiri, telah akrab dengan dunia pertanian sejak ia kecil dari kedua orang tuanya. Menginjak dewasa, ia mulai melirik komoditas apa yang paling cocok untuk dikembangkan di daerahnya. Parjono sudah mencoba menanam berbagai macam tanaman palawija, seperti kebanyakan warga di daerahnya, namun ia menyayangkan, dari tahun ke tahun yang ditanam itu-itu saja, tidak ada kemajuan sama sekali.
Ia mulai mencari-cari, tanaman perkebunan yang cocok untuk wilayahnya. Ia survei ke kampung-kampung di sekitar. Ia menemukan tanaman lada yang subur dan berbuah lebat. Di sinilah ketertarikannya muncul. Berbekal bibit lada pemberian, Parjono belajar menanam dan merawat bibit lada di kebunnya, di Batuwarno, Wonogiri, Jawa Tengah, tempat tinggalnya. Sekarang, koleksi tanaman lada Parjono berjumlah sekitar 40-an pohon. Parjono juga menyiapkan pembibitan lada, yang biasanya bisa mencapai 700 batang bibit, baik untuk dijual maupun ditanam sendiri.
Pengalaman bertanam lada penuh trial and error ia alami. Di awal sering gagal karena memang belum punya ilmunya. Lagipula, tanaman lada sangat rentan dengan virus dan jamur, perlu pengalaman panjang untuk berhasil membudidayakan lada. Pernah suatu ketika, lada Parjono yang sedang berbuah lebat, kena serangan busuk akar. “Ekstremnya lagi, hampir semua tanaman lada saya mati kena busuk akar tersebut dan tersisa cuma satu pohon. Satu pohon itu kemudian saya tebang dan saya jadikan bibit untuk memperbanyak kembali, tanam dari awal lagi. Setelah pengalaman itu, saya menemukan solusi penanggulangan busuk akar, yaitu dengan cara sambung dengan tanaman Malada H1. Dari sambungan ini, tanaman lada bisa dikembangkan lagi. Pernah lagi, begitu sudah lebat buahnya, berganti dengan busuk batang. Puluhan lada kembali mati,” kisah Parjono.
Sejak awal, Parjono mengembangkan lada secara organik. Dan, sejak pertengahan 2022, ia mulai menerapkan metode Sigma Farming yang dipelajari dari Sigma Farming Academy, salah satu divisi di Pusaka Indonesia Gemah Ripah. Setelah belajar Sigma Farming, Parjono belajar membuat amunisi berbagai pupuk, plantonik, hingga pestisida nabati, untuk mengantisipasi masalah yang kemungkinan muncul. “Saya mengamati tanaman lada saya mulai lebih subur dan segar.”
Tantangan yang dihadapi Parjono bukan hanya dari sisi tingkat kesulitan bertanam, tapi juga memikirkan pemasarannya setelah panen. Awalnya, Parjono menjual lada-ladanya hanya ke tengkulak. Akan tetapi, nilai jualnya tak sepadan dengan jerih payah perawatan lada. Parjono menemukan solusi setelah bekerja sama dengan Pasar Gemah Ripah (PGR). Lewat PGR inilah produk yang ia beri label Lada Jhon semakin dikenal luas. Lada Jhon memiliki varian lada hitam dan lada putih. Masing-masing tersedia dalam bentuk bulir dan bubuk.
Salah seorang konsumen, Putu Saraswati, berkomentar, Lada Jhon yang digunakannya sebagai tambahan bumbu masakan, “Rasanya pas. Nikmat di mulut. Tidak panas membakar seperti lada-lada pada umumnya. Dan yang paling penting, tidak membuat perut panas.”
Tantangan lain yang dihadapi Parjono adalah bertahan dari gempuran harga pasar yang kadang tidak stabil. Bagi Parjono, ketika seseorang terjun ke bisnis, artinya ia mau maju, mengembangkan diri, ide, kreativitas, dan terus belajar. Sekarang, ia fokus ingin membesarkan merek Lada Jhon. Parjono berpesan kepada siapa pun yang ingin memulai bisnis bahwa berbisnis itu asyik dan jangan takut untuk memulai sebuah bisnis. “Landasi bisnis dengan ketekunan dan sikap tidak gampang menyerah,” sarannya, dari pengalaman otentik yang sudah ia buktikan sendiri dengan lada.
Belakangan, Parjono merambah ke vanili, yang kerap disebut sebagai emas hijau. Tanaman yang masih jarang dilirik petani ini justru menantang baginya. “Tahun demi tahun vanili yang saya rawat akhirnya mau berbunga. Dan dari bunga, harus ada campur tangan manusia supaya bisa jadi buah, karena bunga vanili tidak bisa penyerbukan sendiri. Selama berbunga, tiap pagi saya berkeliling kebun untuk mencari bunga vanili yang siap untuk penyerbukan.”
Parjono yang juga kader Pusaka Indonesia, menyayangkan banyak tanah di wilayahnya yang dibiarkan terlantar, ditumbuhi ilalang. Ia berharap, semakin banyak orang mau kembali menggarap tanahnya dengan cara yang ramah lingkungan. Hal itu pula yang menjadi salah satu alasannya mengembangkan lada dan vanili, agar ia bisa menjadi contoh bagi para warga di sekitarnya.
Bila Anda ingin mendapatkan produk Lada Jhon dan produk organik yang berkualitas lainnya, silakan mengunjungi Pasar Gemah Ripah .