Skip to main content

Program kewirausahaan Social Entrepreneur Academy (SEA) telah berlangsung selama dua bulan dengan delapan kali pertemuan. SEA sendiri merupakan bagian dari Bidang Pendidikan dan Pemberdayaan, Pusaka Indonesia. Koordinator Program, Ariyanti Dragona, sejauh ini telah menghadirkan tiga narasumber untuk berbagi kisah inspirasi, yang semuanya memiliki pengalaman membangun usaha dari nol.

Ketiga narasumber tersebut adalah Ficky Yusrini, Direktur Penerbit Mahadaya sekaligus pemilik usaha cookies sorgum dengan merek Sorde (sebelumnya Soba), Mila Setiarini, pendiri usaha teh premium dengan brand Mom Tea, serta Arif Fajar Nugroho, seorang seniman dan pelukis mandala. 

Dari pemaparan ketiga narasumber, banyak pelajaran berharga yang dapat direnungkan oleh para peserta SEA. Dari pengalaman Ficky dan Mila, tampak jelas bahwa peran sebagai ibu rumah tangga bukanlah halangan untuk berkarya dan berkiprah di dunia wirausaha.

Ficky Yusrini dengan SoBa

Ficky, yang awalnya seorang pekerja kantoran, memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya demi mengembangkan diri di bidang yang ia cintai. Ia mulai dengan belajar yoga hingga memperoleh sertifikasi instruktur, memperkenalkan dan memasyarakatkan sorgum, serta menyadarkan masyarakat akan kekayaan pangan Nusantara. Meski telah berhenti dari pekerjaan kantoran, Ficky tak pernah berhenti belajar dan terus bertumbuh. Untuk menghasilkan produk Sorde, ia melalui banyak proses trial and error dan terus berinovasi dengan penuh sukacita agar masyarakat bisa menerima dan menyukai produk-produk sorgum, pangan khas Nusantara.

Sementara itu, Mila, ibu rumah tangga dengan tujuh anak, setelah mengurus Mom Tea dan belajar di SEA, kini terampil menggunakan laptop serta berbagai aplikasi pendukung, hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. 

Mila Setiarini dengan Mom Tea

Fajar, di sisi lain, terus menciptakan mahakarya lukisan mandala tanpa ambisi untuk mengejar uang. Bagi Fajar, meskipun uang penting, hidup menjadi lebih indah dan bermakna ketika kita bisa berkontribusi pada masyarakat, bangsa dan negara, serta Semesta. Fajar selalu berinovasi dalam menciptakan lukisan dengan sepenuh hati, tak terlepas dari dukungan istrinya.

Fajar Way dengan lukisan Mandala

Yang unik dari program SEA ini adalah peserta tidak didorong hanya untuk mengejar uang. Mereka tidak diarahkan untuk menjual produk yang paling laku atau paling banyak terjual, apalagi ditargetkan harus menjual berapa banyak dalam sebulan, seminggu, atau per hari. Di SEA, usaha yang dijalankan tidak didasarkan pada ambisi dan obsesi semacam itu.

Sebaliknya, peserta diajak untuk melihat ke dalam diri, mengenali bidang yang mereka sukai. Ariyanti Dragona, selaku mentor, mengajak peserta untuk menerima dan mengapresiasi keunikan masing-masing, kemudian menanamkan kesadaran untuk berdikari. Di samping itu, peserta diberi pemahaman bahwa apa pun usaha yang dijalankan harus sesuai dengan jati diri bangsa, sebagaimana amanat Trisakti Bung Karno.

Melalui Program SEA, yang ditekankan adalah kontribusi yang bisa kita berikan kepada masyarakat, lingkungan, bangsa, dan negara—bukan hanya berapa nominal yang bisa kita hasilkan atau menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama. Mengutip Ariyanti, meski aspek finansial penting untuk kelangsungan usaha, uang bukanlah segalanya. Hal ini juga kerap diingatkan oleh Guru Setyo Hajar Dewantoro (SHD), pendiri Pusaka Indonesia. 

 

Neneng Sri Susanawati
Peserta Program SEA, Kader Pusaka Indonesia Jawa Barat