Skip to main content

Sebagai orang Bali asli, canang, sarana persembahyangan umat Hindu yang dibuat dari bahan janur dan 6 jenis bunga dengan warna berbeda, merupakan kebutuhan kami sehari-hari. Kendati demikian, saya tidak pernah mengira bahwa inilah yang kemudian menjadi cikal bakal perjalanan saya menjadi pengusaha. Memang sejak kecil saya suka berjualan untuk membantu orang tua membayar biaya sekolah, namun setelah dewasa saya memilih bekerja di sebuah perusahaan BUMN bidang retail kesehatan. Selama 20 tahun berkarier, bakat berjualan tetap terasah. Saat mengambil pensiun dini tahun  2022 lalu, saya berhasil mencapai prestasi terbaik di bidang penjualan, dan beberapa kali diganjar hadiah jalan-jalan ke luar negeri oleh perusahaan.

Pada bulan November tahun lalu, saya memutuskan mengambil pensiun dini dari perusahaan, dan membuka usaha sendiri di rumah, di Desa Penatahan Kaja, Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Karena proses pensiun memerlukan waktu sehingga saya belum punya modal, maka saya meminjam Rp 5.000.000. Untuk modal sewa tempat Rp 500.000/bulan di warung kakek. Awalnya usaha sembako dan makanan cemilan. Omzetnya relatif kecil berkisar Rp100.000 – Rp 300.000 per harinya. Pukul 04.00 pagi saya sudah duduk di warung, sambil menunggu pelanggan, saya membuat canang. Ternyata, permintaan canang terus meningkat, dan dalam sehari saya bisa menjual 100 sampai 200 buah canang saat itu.

Pada bulan Maret 2023, saya berhenti kontrak di warung kakek, untuk menghindari perselisihan antar saudara. Sering terjadi, barang dagangan saya habis, tapi uangnya tidak ada karena uangnya masuk ke kasir meja kakek.

Kemudian saya berjualan di teras rumah kecil atau biasa disebut bale dangin dalam bahasa Bali, yang kadang kepanasan, kadang kehujanan. Ajaibnya walaupun jualan di halaman rumah, tidak terlihat orang dari jalan, justru penjualannya bagus. Saya juga aktif meng-upload foto-foto makanan di status Whatsapp, sehingga banyak anak-anak berbelanja.

Tibalah Hari Raya Galungan, yang membuat harga bunga naik tajam. Banyak pedagang canang mulai kesusahan mencari stok bunga. Kelangkaan dan naiknya harga bunga di desa membuat saya harus ke luar kota Tabanan agar bisa bertahan jualan canang. Ternyata dari sinilah sedikit demi sedikit tetangga serta para pedagang canang kemudian membeli bunga ke saya. Dalam sehari saya bisa menjual bunga hingga menghabiskan 20 kg, dengan omzet Rp 300.000- Rp 500.000. 

Warung Ngurah 157

Warung Ngurah 157 di Desa Penatahan Kaja, Penebel Kabupaten Tabanan, Bali

Pada 19 April 2023, saya mendirikan warung yang saya beri nama Warung Ngurah 157, dengan konsep minimarket ala desa. Tata letak merchandise menggunakan model minimarket dengan menggunakan rak bekas Circle K. Semua jenis snack cemilan ala kota yang jarang ditemukan di warung lain di desa, tersedia di sini.  Anak-anak dari balita sampai dewasa semua suka belanja ke sini, karena makanannya tidak membosankan. Semua jenis roti tersedia, sampai yogurt juga ada.

Jam buka warung saya antara pukul 06.00 sampai pukul 21.00 WITA, terhitung cukup larut untuk ukuran di desa, dengan pertimbangan warung-warung lain di desa pukul 18.00 sudah tutup, dan di malam hari yang paling dicari pelanggan adalah cemilan dan rokok.

Berjualan Bunga Untuk Canang

Kalau dulu sebelum buka warung, konsumen yang membeli bunga sedikit, sekarang pelanggannya datang dari desa-desa tetangga. Hal ini karena biasanya yang berjualan bunga hanya di pasar, itu pun dalam jumlah terbatas, tidak bisa memenuhi kebutuhan masyarakat desa. Bunga-bunga yang saya jual, antara lain, bunga rampai atau pandan, bunga pecah seribu, bunga pacar merah, bunga pacar merah muda, bunga pecah ungu, dan bunga gumitir. Saat ini penjualan total bunga tembus 40-50 kg per harinya, dengan omset dari jualan bunga berkisar Rp1.000.000/hari. Dan penjualan canang saya pun bisa tembus 300 sampai 600 per hari, naik 3 kali lipatnya.

Bahkan beberapa petani di desa mulai membawa hasil panen bunganya ke warung karena bingung tidak bisa memasarkan. Kasihan petani, di kala harga naik tinggi tapi tetap dibeli murah oleh penduduk. Sekarang petani di desa sudah senang bisa dibantu menyalurkan hasil panennya dengan harga yang bagus sesuai harga pasar, tidak lagi dibeli murah oleh beberapa orang.

Dari jualan bunga dan canang, saya melebarkan usaha ke arah penjualan perlengkapan banten, sesajen atau persembahan yang menjadi upakara (perlengkapan) upacara adat Bali. Untuk perlengkapan banten, saya berkolaborasi dengan ibu-ibu rumah tangga yang tidak punya pekerjaan. Mereka mengerjakan di rumahnya masing-masing, setelah jadi baru dibawa ke warung saya untuk ditampung.

Saya bersyukur warung ini bisa bermanfaat bagi banyak orang, tidak bingung lagi cari bunga, bisa membantu tambahan uang dapur beberapa ibu-ibu di desa, dan beberapa petani bisa membawa hasil ladangnya juga, untuk dijual di warung saya.

Ini adalah karya nyata saya sebagai Kader Pusaka Indonesia untuk berupaya mewujudkan keberdikarian ekonomi, yang dimulai dari diri sendiri dan juga masyarakat sekitar di desa.

 

Penulis : Putu Saraswati, kader Pusaka Indonesia di Kabupaten Tabanan, Bali.