Gedung-gedung itu berdiri di atas lahan seluas 2,5 hektare. Ada 5 unit gedung dengan fungsi yang berbeda-beda. Ada herbatorium, tempat penyulingan, showroom untuk tempat penjualan produk, dan museum. Di sekeliling gedung adalah kebun tanaman herbal dengan aroma wangi masing-masing yang khas. Ada 111 jenis koleksi tanaman yang merupakan bahan baku minyak atsiri (essential oil).
Gedung yang paling menarik perhatian adalah museum. Gedung dengan banyak ruangan yang serupa terowongan tersebut, berfungsi sebagai tempat belajar bagi para pengunjung. Ada ruangan untuk memamerkan berbagai jenis tanaman herbal asli Indonesia. Di sini, pengunjung juga bisa mencium sample aroma khas dari setiap jenis tanaman tersebut. Ada peta relief yang sangat artistik yang menampilkan jenis-jenis tanaman herbal khas dari berbagai daerah di Indonesia. Ada ruangan yang berfungsi sebagai pusat informasi terkait sejarah pemanfaatan minyak atsiri, mulai dari daratan China, India, Yunani-Romawi, hingga Mesir kuno. Di dalam museum ini, juga terdapat sebuah ruangan audio visual. Empat sisi dinding dalam ruangan berbentuk persegi itu, menampilkan visual full screen berbagai jenis tanaman herbal yang tumbuh di Indonesia dengan iringan musik yang menggugah.
Area perkebunan dan pabrik yang dikelola oleh PT Rumah Atsiri Indonesia (RAI) ini, awalnya merupakan pabrik penyulingan minyak serai wangi (citronella) yang dibangun atas kerjasama Pemerintah Indonesia dan Bulgaria. Bung Karno dan kepala negara Bulgaria, Dimiter Ganev, menandatangani sebuah perjanjian kerjasama pada 11 April 1960, sementara realisasinya sendiri baru dimulai pada 1963. Karena situasi politik, pada tahun 1965 pihak Bulgaria kembali ke negaranya sehingga pabrik tersebut diambil alih oleh Pemerintah Indonesia. Meskipun sempat dibeli oleh sebuah perusahaan dalam negeri, pabrik ini sempat terbengkalai dalam waktu lama, sebelum kemudian dibeli oleh Rumah Atsiri Indonesia pada tahun 2015. Setelah diambil alih, pabrik ini ditransformasi ke berbagai aktivitas wellness, edukasi, dan research dan dibuka untuk umum sejak 2018.

Proses penyulingan minyak Atsiri
Pada salah satu sisi dinding museum, terpajang beberapa dokumen tua yang menceritakan sejarah pendirian pabrik pertama kali. Termasuk dokumen MoU kerjasama antara Bung Karno dan Dimiter Ganev. Meskipun pabrik ini sudah diambil alih oleh Rumah Atsiri Indonesia, namun sejarah pendiriannya tetap menjadi spirit utama dalam pengembangan bisnis dan transformasi pabrik ini. Manajer Room and Wellness Rumah Atsiri Indonesia, Dewi Soesilowati menceritakan, konsep yang ada di balik transformasi yang dilakukan atas pabrik ini tidak lepas dari spirit perjuangan Bung Karno. “Spirit ini yang kemudian menjadi insight kita bagaimana kita bertanggung jawab menyebarkan aroma, terutama aroma Indonesia,” jelasnya.
Menurut Dewi, tempat ini ditemukan oleh pendiri Rumah Atsiri Indonesia ketika berkunjung ke Desa Plumbon di Karanganyar, Jawa Tengah. Tertarik dengan bangunan yang ada, ia berminat mengembangkannya. Ketika dibeli, awalnya konsep yang dibuat adalah murni pabrik pengolahan minyak atsiri. Tapi kemudian, ditemukan banyak dokumen yang menceritakan sejarah pendirian pabrik tersebut pertama kali, termasuk semangat perjuangan Bung Karno dibaliknya. “Founder kami kemudian mengenali spirit dari tempat ini. Ada cita-cita Bung Karno yang ingin menjadi pemain dalam essential oil,” papar Dewi. Berangkat dari kisah sejarah tersebut, konsep pabrik tersebut ditransformasi. Tidak lagi sekadar factory, tapi menjadi heritage, dengan semangat untuk meneruskan legacy Bung Karno. Semangat itu pula yang menginspirasi Rumah Atsiri Indonesia menetapkan 3 pilar utama pabrik, yakni: aroma, wellness, and sustainability.
Saat ini, Rumah Atsiri Indonesia memproduksi 64 jenis aroma. Salah satu produk yang paling favorit adalah Atsiri 1963, yang merupakan aroma perpaduan lemongrass dan lemon. Produk ini bisa digunakan dalam bentuk parfum, sabun mandi, hand sanitizer, atau pengharum ruangan. Selain itu, salah satu produk yang paling populer adalah Atsiri 1941, dengan bahan utama minyak nilam (patchouli). Nama produk ini, 1941, diambil dari nama tahun ketika manfaat tanaman nilam baru diperkenalkan pertama kali di Indonesia.
Pengunjung juga diberi kesempatan untuk meracik aroma pilihannya sendiri. Terdapat sebuah custom shop, dimana pengunjung bisa menciptakan sendiri aroma yang sesuai sesuai karakter masing-masing setelah mengisi sejumlah pertanyaan. Untuk custom shop sendiri, tersedia untuk 5 varian produk, yakni lotion, hand sanitizer, body oil, shampoo, serta head to toe gentle body wash.
Rumah Atsiri Indonesia juga punya cita-cita merambah pasar mancanegara. Sudah ada beberapa penawaran dari luar, di antaranya dari Spanyol. Namun saat ini masih ada beberapa persyaratan administrasi yang harus dipenuhi. Dewi juga menambahkan, belum semua orang mengerti tentang aroma, padahal Indonesia punya ciri khas aromatic karena kekayaannya akan tanaman herbal. Kesibukan dan distraksi kehidupan di perkotaan membuat orang-orang tidak terlalu memperdulikan hal ini. Padahal, di balik aroma, ada berbagai macam bau yang berasal dari tanaman atau makanan dari alam, yang juga mencerminkan kekayaan alam Indonesia. “Aroma ini yang mau kita sebarkan ke luar negeri, agar menjadi kebanggaan Indonesia,” pungkasnya.
Meskipun pabrik ini sudah sepenuhnya dimiliki Rumah Atsiri Indonesia, di area kebun terdapat satu tanaman Istimewa yang mengingatkan dengan Bulgaria. Bulgarian Rose atau mawar Bulgaria dengan warna merah muda yang cerah dan beraroma semerbak. Menurut berbagai sumber, Bulgaria adalah salah satu penghasil mawar terbaik di dunia.
Anis Syahrir,
Kader Pusaka Indonesia Wilayah DKI Jakarta – Banten