BRICS adalah gabungan huruf pertama dari Brazil, Rusia, India, China, dan South Africa (Afrika Selatan). Awalnya hanya BRIC sebelum Afrika Selatan bergabung. Istilah BRIC sendiri lahir pada tahun 2001 dari Jim O’Neill, seorang manajer investasi dari Goldman Sach yang memprediksi adanya negara-negara yang akan menjadi kekuatan dunia di tahun 2050 karena pertumbuhan ekonominya yang tinggi. Dengan basis murahnya tenaga kerja, demografi penduduk serta sumber alam yang berlimpah, saat itu memang terjadi “booming” sumber alam.
O’Neill dan koleganya di Goldman Sach di tahun 2003, memprediksi bahwa negara-negara BRIC malah akan mengalahkan negara-negara G7 (Kanada, Perancis, Jerman, Itali, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat). Goldman Sach menjadikan BRIC sebagai salah satu portofolio investasinya. Namun, pertumbuhan negara-negara BRICS ternyata melorot turun dan semakin turun saat harga minyak bumi jatuh di tahun 2014. Di tahun 2015, penghasilan investasi Goldman Sach di negara-negara BRICS jatuh sampai 88% dari puncaknya di tahun 2010. Akhirnya Goldman Sach, menggabungkan portofolio investasi negara-negara BRICS ini dengan negara-negara berkembang lainnya.
Jim O’Neill saat membuat istilah BRICS ini tidak mengira bahwa kemudian negara-negara BRIC bersepakat membentuk aliansi tersendiri. Dimulai pada Mei 2008, dilakukan pertemuan menteri luar negeri di Rusia, lanjut dengan pertemuan kepala negara di Juli 2008. Sampai kemudian pertemuan puncak resmi pertama di Rusia juga pada Juni 2009. Baru di tahun 2010, Afrika Selatan bergabung dan BRIC menjadi BRICS.
Dalam perkembangannya, BRICS dipersonifikasikan sebagai bentuk resistensi terhadap dominasi Amerika Serikat (AS) dalam geopolitik maupun finansial global. Aliansi BRICS semakin kuat saat AS memberikan sanksi ke Rusia dan China, baik akibat perang di Ukraina atau paranoid AS atas pencurian teknologi oleh China. Lebih lanjut, BRICS menarik negara-negara lain untuk bergabung, seperti Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirate Arab yang bergabung sejak 1 Januari 2024. Lebih dari 40 negara lain sudah menyatakan ketertarikannya untuk bergabung BRICS, termasuk: Saudi Arabia, Algeria, Bolivia, Kuba, Democratic Republic of Congo, Comoros, Gabon, dan Kazakhstan.
Negara-negara yang tergabung di BRICS (lima negara pertama) sebenarnya bukan “kaleng-kaleng”. Luas tanah negara-negara BRICS adalah 30% global kontinen dunia dan 45% total populasi. Total lima negara BRICS memiliki 33% GDP Dunia (menggunakan hitungan PPP). Presiden Rusia, Putin menyatakan “Di tahun 1992, negara-negara G7 berkontribusi ke ekonomi dunia sebanyak 47% dan turun ke 30%an di tahun 2022. Sementara total negara-negara BRICS di tahun 1992 hanya 16% dan sekarang sudah diatas negara G7” (diatas 30%).
BRICS juga menginisiasi de-dolarisasi. Sebuah inisiasi untuk tidak menggunakan Dollar AS dan Euro sebagai mata uang dalam bertransaksi antarnegara. Penggunaan Dollar AS dan Euro sebagai alat tukar dunia memang merugikan sebagian negara-negara berkembang dan menjadikan AS sebagai polisi dunia yang kuat, yang sayangnya sering memaksakan kepentingannya sendiri dan melupakan kepentingan global bersama.
Untuk itu, negara-negara BRICS bersepakat semaksimal mungkin menggunakan mata uang mereka sendiri dalam bertransaksi diantara negara-negara BRICS. Hal ini menjadi sangat penting saat Rusia di embargo negara-negara barat dan perdagangan China juga dibatasi. Putin menyebutkan bahwa perdagangan bilateral Rusia dan China meningkat menjadi setara USD 230-240 miliar di tahun 2023 dimana 95% menggunakan Rubel dan Yuan, yang berarti permintaan global mata uang USD turun.
Menurut Presiden Rusia, Vladimir Putin, sebelumnya di tahun 2021, negara-negara BRICS berhasil menekan penggunaan USD sampai hanya 28%. Di tahun 2014, BRICS membentuk badan seperti IMF dan Bank Dunia sendiri yang disebut New Development Bank (NDB). Di masa Covid-19, NDB berhasil membantu anggota negara BRICS masing-masing setara USD 1 milyar.
Negara-negara nonblok yang merupakan hasil konferensi Asia Afrika tahun 1955, tercipta untuk membendung aneksasi dan campur tangan AS dan Federasi Soviet di negara-negara berkembang/baru merdeka. Setelah Federasi Soviet runtuh dan menjadi Rusia, AS menjadi satu-satunya negara adidaya. BRICS sepertinya memberi secercah harapan untuk bisa menjadi kekuatan baru pembendung hegemoni AS.
Eko Nugroho
Wakil Ketua Umum Pusaka Indonesia
sumber foto: Thinkinginenglish