Sekali lagi tentang Danantara. Seperti kita ketahui Danantara adalah lembaga pengelola investasi milik negara (Sovereign Wealth Fund/SWF) Indonesia yang didirikan untuk:
- Meningkatkan efektivitas pengelolaan perusahaan BUMN.
- Mengoptimalkan dividen dari BUMN.
- Mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
- Menarik investasi asing dan menciptakan lapangan kerja.
- Mengelola aset dan sumber daya negara secara profesional, transparan, dan berkelanjutan.
Sehingga dalam konteks ini, Danantara memiliki kewenangan untuk mengelola dividen dari holding investasi dan operasional BUMN, menyetujui penambahan/pengurangan penyertaan modal pada BUMN, serta melakukan restrukturisasi BUMN (termasuk penggabungan, peleburan, dan akuisisi) untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.
Kali ini kita akan secara spesifik membahas tentang rencana investasi yang akan dilakukan oleh Danantara khususnya pada sektor kesehatan. Karena seperti yang dikatakan oleh Chief Investment Officer (CIO) BPI Danantara, Pandu Patria Sjahrir dalam salah satu forum bisnis di Jakarta, bahwa sektor kesehatan menjadi salah satu prioritas investasi Danantara, di samping sejumlah sektor strategis lainnya yaitu sektor – sektor yang mencakup ketahanan energi, ketahanan pangan, infrastruktur digital, dan hilirisasi industri.
Baca juga: Isu Sawit: Tantangan Biodiversitas dan Kesejahteraan di Indonesia
Pada tanggal 7 Mei 2025 Presiden Prabowo Subianto menerima kunjungan dari Bill Gates di Indonesia dan salah satu pembahasan yang dilakukan adalah mengenai kerjasama pengembangan vaksin TBC melalui BUMN Farmasi yaitu Biofarma. Dalam kunjungan ini juga CEO (Chief Operating Officer) Danantara Rosan Roeslani mengungkapkan rencana kerjasama antara Gates Foundation dengan Danantara Trust Fund yang nantinya akan bergerak dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Diketahui juga pada tanggal 8 Mei 2025 PT Biofarma melakukan dengar pendapat dengan DPR yang mana dalam dengar pendapat ini BUMN Bio Farma mengajukan suntikan modal kepada BPI Danantara sebesar Rp2,2 triliun untuk pengembangan berbagai vaksin yang akan dilakukan.
Melihat pada timeline di atas, terlihat bahwa Pemerintah masih berfokus pada pelayanan kesehatan. Padahal saat ini tatanan kesehatan global sudah mengalami banyak perubahan yang dipimpin oleh Amerika Serikat, yang saat ini sudah melarang kewajiban vaksin pada masyarakat dan lebih menekankan kepada kebebasan individu untuk memilih apa yang terbaik bagi tubuhnya.
Baca juga: Polemik Penulisan Ulang Sejarah Indonesia
Oleh karena itu, dalam pandangan kami strategi optimalisasi investasi Danantara pada BUMN Farmasi dapat lebih difokuskan kepada:
- Injeksi Modal dan Restrukturisasi Komprehensif.
Mengingat semua laporan keuangan perusahaan di bawah BUMN Farmasi masih mengalami kerugian yang diakibatkan oleh buruknya tata kelola, inefisiensi operasional, sehingga diperlukan perubahan total atas tata kelola manajemen yang lebih ketat dan transparan yang mana hal ini memerlukan restrukturisasi perusahaan secara menyeluruh dan komprehensif di semua lini operasi dan manajemen sehingga restrukturisasi dari utang perusahaan yang selama ini membebani bisa menjadi langkah awal penciptaan perusahaan yang lebih kompetitif dan menguntungkan.
Injeksi modal dapat difokuskan pada fasilitas produksi, modernisasi teknologi, dan memperluas kapasitas riset di dalam negeri selain yang utama adalah memperbaiki kualitas sumber daya manusia.
- Fokus pada Inovasi dan Hilirisasi.
Danantara perlu mendorong investasi pada riset dan pengembangan untuk mengembangkan produk-produk baru terutama obat-obatan bioteknologi dan fitofarmaka. Fitofarmaka adalah kategori obat tradisional yang paling tinggi tingkat pembuktian ilmiahnya. Hal ini sejalan dengan tren global dan potensi kekayaan biodiversitas Indonesia. Indonesia dalam hal ini dapat mencontoh kesuksesan Pemerintah Tiongkok dalam mempromosikan kekuatan Traditional Chinese Medicine (TCM) tidak hanya di pasar domestiknya namun di pasar global. Di Tiongkok sendiri, TCM merupakan bagian dari strategi pembangunan kesehatan nasional mereka. Pemerintah Tiongkok memiliki rencana kebijakan jangka panjang untuk mempromosikan, mengembangkan dan memodernisasi TCM, bahkan mereka mengintegrasikan pengobatan modern dengan TCM. Berdasarkan data dari website National Medical Products Administration, Tiongkok memiliki lebih dari 40.000 klinik TCM yang tersebar di berbagai fasilitas kesehatan di kota besar dan kecil. Presiden Xi Jin Ping bahkan secara terbuka mendukung dan mempromosikan TCM sebagai bagian dari soft power diplomacy-nya, ini menunjukkan komitmen pemerintah Tiongkok yang kuat terhadap pengembangannya.
Inilah yang perlu ditiru oleh Indonesia, mengingat kekayaan alam Indonesia sangat berpotensi untuk memajukan pengobatan tradisional ala Indonesia sebagai cara pengobatan pendamping dan atau utama bersama dengan pengobatan modern. Pengembangan pada industri hulu farmasi juga dapat dilakukan untuk mengurangi ketergantungan kita pada bahan baku impor.
- Sinergi dan Kolaborasi.
Danantara perlu memfasilitasi sinergi di dalam holding BUMN Farmasi (Bio Farma, Kimia Farma, Indofarma) untuk mengoptimalkan aset, rantai pasok, dan jaringan distribusi (misalnya, jaringan apotek Kimia Farma). Pengembangan produk bersama dalam hal ini bisa meningkatkan efisiensi dan daya saing pada pasar regional
- Optimalisasi Pasar Domestik dan Ekspor.
Bila produk-produk yang dihasilkan memberi ruang pada inovasi produk seperti produk fitofarmaka yang pasarnya masih terbuka lebar ini membuka jalan bagi penetrasi pasar domestik dan memperluas jangkauan ekspor.
- Peningkatan Tata Kelola dan Transparansi.
Danantara, sebagai SWF, diharapkan akan membawa praktik tata kelola yang lebih baik dan transparansi dalam pengelolaan BUMN Farmasi. Hal ini sangat krusial untuk menarik investor jangka panjang dan memulihkan kepercayaan publik.
Baca juga: Regulasi Vaksin Covid-19: Kementerian Kesehatan AS versus Kementerian Kesehatan RI
Secara umum rencana Danantara untuk berinvestasi di BUMN Farmasi, khususnya Bio Farma, memiliki potensi untuk mengubah lanskap industri kesehatan Indonesia dalam jangka panjang. Masuknya Danantara dapat menjadi langkah strategis untuk memperkuat sektor kesehatan Indonesia dan menjadi momentum untuk kemandirian industri kesehatan dalam negeri. Namun, tantangan berupa kinerja keuangan yang masih tertekan, ketergantungan impor, dan masalah tata kelola perlu diatasi dengan strategi yang matang.
R Virine Tresna Sundari
Analis Bidang Riset dan Kajian Pusaka Indonesia
Sumber:
https://infobanknews.com/danantara-bakal-investasi-di-sektor-kesehatan-menkes-budi-bereaksi-begini – Infobanknews
https://www.kabarbursa.com/market-hari-ini/investasi-danantara-bawa-transformasi-industri-kesehatan-ini-strateginya – Kabarbursa
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-7906085/bio-farma-pdkt-ke-danantara-biar-dapat-suntikan-modal – DetikFinance
(https://market.bisnis.com/read/20250508/192/1875589/bio-farma-pangkas-kerugian-jadi-rp116-triliun-sepanjang-2024 – Bisnis.com
(https://katadata.co.id/finansial/korporasi/67c8bc4b504ab/deretan-bumn-rugi-dan-sakit-bakal-masuk-danantara-ada-garuda-hingga-kimia-farma – Korporasi Katadata.co.id
(https://indef.or.id/wp-content/uploads/2025/02/Esther-Sri-Astuti-DANANTARA.pdf) – Indef
(https://ekonomi.bisnis.com/read/20250414/9/1868939/menanti-simbiosis-bumn-danantara) – Ekonomi Bisnis
https://english.nmpa.gov.cn/2023-07/26/c_905725.htm
Sumber foto: BUMNREVIEW.com