Skip to main content

Baru-baru ini, isu mengenai industri hilirisasi nikel kembali muncul. Sejumlah berita mengabarkan adanya hilirisasi nikel di Raja Ampat yang ditentang oleh sejumlah aktivis lingkungan serta warga setempat. Menjadi problematis karena, Raja Ampat adalah salah satu destinasi wisata yang mengemuka di Indonesia dan hilirisasi tambang nikel memiliki dampak negatif, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan.

Alasan kedua tersebut seolah membuka kembali “kotak pandora” tentang dampak buruk dari ‘hilirisasi nikel’ – kebijakan yang muncul lebih dari satu dekade lalu terkait pelarangan ekspor mineral mentah dan batu bara melalui UU No. 4 Tahun 2009 yang kemudian diperbaharui melalui UU No. 3 Tahun 2020.

Kebijakan hilirisasi nikel menjadi sesuatu yang krusial bagi Indonesia, bahkan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN). Alasan utamanya adalah faktor ekonomi. Sebagai negara produsen nikel terbesar dunia (menyumbang lebih dari 50% suplai nikel dunia)[1], industri hilirisasi nikel di Indonesia disinyalir mampu meningkatkan pendapatan nasional hingga membuka lapangan kerja. Sebagai contoh, mantan Presiden RI, Joko Widodo, menyampaikan bahwa nilai ekspor nikel pada tahun 2015 berkisar Rp 45 triliun, sementara pada tahun 2023 mencapai Rp 520 triliun – meningkat lebih dari 10 kali lipat pasca implementasi program hilirisasi nikel dan pelarangan ekspor nikel mentah.[2]

Alasan lainnya adalah karena nikel merupakan bahan baku penyusun baterai untuk kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Industri nikel dan kendaraan listrik berkembang pesat pasca maraknya tren transisi energi dan pengembangan energi baru terbarukan pasca 2020. Hal ini terbukti dari pendapatan yang terus meningkat di sejumlah industri otomotif setelah mengintensifkan pengembangan kendaraan listrik. Sebagai contoh, pendapatan tahunan Volkswagen mencapai rekor tertinggi sebesar USD 348 miliar tahun 2023,[3] sama halnya dengan pendapatan tahunan Tesla yang meningkat hingga 63% (peningkatan tertinggi) di tahun yang sama dibandingkan dari pendapatan tahunan di 2021.[4]

Jika manfaatnya begitu besar, lalu apa yang kemudian menjadi “kotak pandora” hilirisasi nikel? Hilirisasi nikel masih menguntungkan pemain besar dalam industri tersebut. Namun, manfaatnya belum merata dirasakan oleh masyarakat. Memang betul bahwa pelaku industri, khususnya industri otomotif, mendapatkan keuntungan yang besar. Negara juga diuntungkan dengan perolehan pendapatan pajak dari ekspor nikel yang meningkat hingga 10 kali lipat.[5]

Bagaimana dengan masyarakat? Manfaat yang bisa didapat adalah terbukanya lapangan kerja. Di permukaan, ini menjadi sesuatu yang bagus. Namun jika lebih dalam dicermati, masih ada yang bisa dikritisi, yaitu isu kesenjangan. Industri hilirisasi nikel (smelter nikel) di Sulawesi dan Maluku Utara, dimana lebih dari 50% penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, petani, dan bekerja di sektor informal, tidak secara otomatis membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal. Karena adanya kesenjangan, skillset yang dibutuhkan industri, belum dimiliki oleh masyarakat setempat, sehingga posisi yang paling memungkinkan adalah menjadi buruh.

Ini menjadi masalah karena hanya mengalihkan profesi masyarakat setempat, namun tidak memberikan perubahan yang signifikan bagi peningkatan standar hidup rakyat. Jika kita melihat Gini Ratio atau Koefisien Gini [6] di Sulawesi dan Maluku Utara relatif sama di masa sebelum dan sesudah industri nikel berkembang.

Gini Ratio atau Koefisien Gini adalah alat ukur yang menentukan seberapa besar kesenjangan masyarakat di suatu wilayah. Gini ratio berkisar antara 0-1; 0 menunjukkan tidak ada kesenjangan, sementara 1 menunjukkan kesenjangan. Artinya, semakin mendekati angka 1, maka kesenjangan semakin membesar, dan sebaliknya. Dalam kasus ini, Koefisien Gini di provinsi Maluku Utara pada tahun 2010 sebesar 0,278, sementara pada tahun 2024 sebesar 0,275.[7] Artinya, kesenjangan masyarakat setempat masih relatif sama, sebelum dan sesudah adanya pengembangan hilirisasi nikel. Belum lagi di daerah Sulawesi yang terdapat smelter nikel. 

Lalu, di mana aspek kemakmuran bagi rakyat? Bukankah kekayaan alam seharusnya dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat? Sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang Dasar (UUD), bahkan tercantum dalam UU No. 3 Tahun 2020 itu sendiri mengenai pengelolaan sumber daya mineral dan batubara.

Selain itu, hilirisasi industri nikel juga masih menimbulkan dampak yang signifikan bagi lingkungan. Penambangan bijih nikel itu sendiri telah mengambil ribuan hektar hutan tropis. Sebagai contoh, konsesi penambangan nikel di Halmahera mencapai 5,331 hektar dan melepas 2,04 metrik ton gas rumah kaca akibat deforestasi tersebut.[8] Beruntung hal tersebut diminimalisir dengan adanya program penghijauan dari perusahaan tambang;[9] sesuatu yang sebenarnya bisa lebih ditingkatkan.

Singkatnya, program hilirisasi nikel pada prinsipnya dapat memberikan manfaat. Namun demikian, kebijakan tersebut perlu juga lebih memperhatikan isu pemerataan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan. Mari kita lebih melihat secara utuh mengenai kebijakan tersebut. Alih-alih mewujudkan transisi energi yang lebih ramah lingkungan, jangan sampai kesejahteraan sosial dan kelestarian alam yang malah dikorbankan.

 

I Made Diangga Adika Karang
Wakil Ketua Bidang Riset dan Kajian Pusaka Indonesia

 

Sumber Referensi:

[1] https://databoks.katadata.co.id/pertambangan/statistik/78c11619e2e0aa2/indonesia-negara-penghasil-nikel-terbesar-di-dunia-pada-2023

[2] https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/presiden-jokowi-hilirisasi-nikel-dan-sumber-daya-alam-jadi-kunci-peningkatan-ekonomi-nasional/

[3] https://www.macrotrends.net/stocks/charts/VWAGY/volkswagen-ag/revenue, diakses tanggal 5 Juni 2025

[4] Peningkatan 63% dihitung dari masa produksi EV yang dilakukan oleh Tesla pasca pandemi COVID-19 (ketika rantai pasok global mulai membaik), yakni sejak 2021. Pada tahun 2021, pendapatan tahunan Tesla mencapai USD 5,5 miliar, sementara pada tahun 2023 menjadi USD 14,9 miliar, hampir 3 kali lipat dalam 3 tahun, https://www.macrotrends.net/stocks/charts/TSLA/tesla/net-income diakses tanggal 5 Juni 2025 

[5] https://ikpi.or.id/pemerintah-sebut-penerimaan-pajak-nikel-naik-10-kali-lipat/#:~:text=%E2%80%9CPenerimaan%20perpajakan%20tahun%202022%20dari,16/8/2023).

[6] https://blorakab.bps.go.id/id/news/2024/02/06/293/apa-itu-gini-ratio-.html

[7] https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/OTgjMg==/gini-ratio-menurut-provinsi-dan-daerah.html

[8] https://www.voaindonesia.com/a/hilirisasi-nikel-siapa-yang-untung-dan-siapa-yang-buntung-/7445312.html 

[9] https://vale.com/in/w/buktikan-komitmen-keberlanjutan-pada-lingkungan-pt-vale-bangun-nursery-di-pomalaa#:~:text=Mewujudkan%20komitmen%20pada%20pertambangan%20berkelanjutan%2C%20PT%20Vale,pusat%20pembibitan%20Indonesia%20Growth%20Project%20(IGP)%20Pomalaa.&text=Dimulainya%20proyek%20pembangunan%20nursery%20yang%20terletak%20di,Vale%20bersama%20mitra%20dan%20Perwakilan%20pemerintah%20daerah. 

sumber foto: Tempo