Skip to main content

Nikel termasuk salah satu logam yang memiliki peranan penting dalam teknologi sumber energi terbarukan. Indonesia memiliki cadangan nikel yang kaya, terutama di Pulau Sulawesi dan Pulau Halmahera. Cadangan tersebut menyebar di provinsi-provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara. Pulau Gag di Papua Barat juga menyimpan cadangan nikel.¹ Program hilirisasi nikel telah dimulai sejak era pemerintahan Presiden Jokowi pada tahun 2020, kemudian program ini diteruskan oleh Presiden Prabowo Subianto. Pada awalnya, program ini memiliki cita-cita yang mulia, yaitu membangun industri hilirisasi dari hulu ke hilir yang memberikan nilai tambah yang tinggi, menyerap tenaga kerja, meningkatkan perekonomian daerah sekitar, dan berbagai hal baik lainnya.² Namun, setelah sekian lama berlangsung, mulai terasa dampak negatif dari hilirisasi nikel ini. Kali ini mari kita cermati dampak yang terjadi pada lingkungan dan kesehatan.

Dampak Lingkungan

1.Pencemaran Udara

Penambangan dan pengolahan nikel setengah jadi di Indonesia memiliki jejak karbon sangat padat. Industri nikel Indonesia menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk mengolah nikel dan industri turunannya. Makin besar pengerukan volume bijih nikel, dan makin tinggi aktivitas pengangkutan, maka semakin besar karbon dioksida dilepas ke atmosfer. Kawasan industri nikel menjadi penghasil emisi hidrokarbon, yang mencemari udara sekitar.¹

2.Deforestasi

Penambangan terbuka mensyaratkan pembangunan jalan, pembersihan lahan, pemindahan lapisan tanah permukaan, dan penggalian bijih nikel. Jika berlangsung di kawasan hutan, kegiatan tersebut membutuhkan pengurangan tutupan hutan. Yayasan Komiu mencatat, hingga tahun 2021, kawasan hutan yang tidak bisa dipulihkan akibat penambangan nikel di Sulawesi Tengah mencapai 36000 hektar. Sembilan belas persen dari luas deforestasi tersebut dilakukan para penambang tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan. Kegiatan penambangan ilegal di kawasan hutan mencapai 1861 hektar, 28,64% di antaranya di dalam kawasan hutan lindung dan 1,36% di kawasan suaka alam.

Global Forest Watch mencatat sepanjang dua dekade, sejak 2001 hingga 2022, Kabupaten Halmahera Tengah telah kehilangan 26,1 ribu hektar tutupan pohon, sedangkan di Kabupaten Halmahera Timur telah kehilangan 56,3 ribu hektar — kurang lebih seluas Ibukota Jakarta! — tutupan pohon dalam periode yang sama. Penghancuran wilayah dapat memicu datangnya bencana ekologis, seperti banjir, dan kekeringan. ³

3.Penurunan Kualitas Air

Dalam penelitian terbaru kerjasama Nexus 3 Foundation dan Universitas Tadulako, diketahui kualitas air sungai Ake Jira di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara telah menurun dari Kelas I menjadi Kelas III, menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat Teluk Weda (Halmahera Tengah) yang selama ini mengandalkannya sebagai sumber air minum. Data dasar tahun 2007 mendukung temuan ini. Pengujian terbaru menunjukkan kadar logam berat yang konsisten, dengan kadar kromium dan nikel melebihi standar US EPA, sehingga sedimen Sungai Ake Jira dan Ake Sagea diklasifikasikan sebagai “Tercemar Berat.” Menurut Pedoman Kualitas Sedimen yang dikeluarkan oleh Dewan Menteri Lingkungan Kanada (The Canadian Council of Ministers of the Environment – CCME), kadar kromium ini dapat mengancam kehidupan akuatik, meskipun logam berat lainnya masih berada dalam batas aman.⁴

4.Ikan yang mengandung Merkuri dan Arsen

Pengujian konsentrasi total logam berat pada ikan yang diambil dari Teluk Weda, Halmahera Tengah, menunjukkan bahwa daging ikan terkonfirmasi mengandung logam berat Merkuri (Hg) dan arsenik (As) ditemukan pada setiap ikan yang diuji, Nikel (Ni) terdeteksi pada salah satu ikan gutila dengan kadar 0,25 mg/kg, Kadmium (Cd) terdeteksi pada salah satu ikan dolosi dengan konsentrasi 0,02 mg/kg, dan Kromium (Cr) terdeteksi pada ikan gutila dan sorihi dengan konsentrasi 0,57 mg/kg dan 0,30 mg/kg. Timbal (Pb) dan Kobalt (Co) tidak terdeteksi pada semua sampel ikan, dengan batas deteksi perangkat ICP-MS yang digunakan adalah 0,002 mg/kg untuk Pb dan 0,001 mg/kg untuk Co. Menurut Peraturan BPOM Indonesia, empat sampel ikan melebihi batas maksimum kontaminasi arsenik sebesar 2 mg/kg arsenik total, sementara tujuh sampel ikan berada dalam kisaran 1-2 mg/kg. Empat sampel tersebut termasuk dua ikan sorihi, satu ikan gurara, dan satu ikan somasi.⁴

Masalah Kesehatan

Logam berat juga ditemukan dalam darah masyarakat yang mengkonsumsi ikan. Pemeriksaan konsentrasi logam berat dalam darah menunjukkan bahwa 22 individu (47%) memiliki kadar merkuri yang melebihi batas aman sebesar 9 µg/L. Sebagai perbandingan, 15 individu (32%) memiliki kadar arsen yang melebihi batas aman sebesar 12 µg/L dari total 46 responden masyarakat yang berpartisipasi dalam studi ini. Kadar merkuri dan arsen dalam darah cenderung lebih tinggi pada warga yang bukan pekerja di kawasan industri.⁴

Pemerintah dan pembuat kebijakan perlu menelaah kembali program hilirisasi nikel ini, mengingat dampak destruktif yang telah terjadi pada lingkungan dan kesehatan masyarakat. Perlu dipertimbangkan untuk mencari sumber energi terbarukan lain yang lebih ramah lingkungan dan tidak merugikan masyarakat.

Puri Handayani
Ketua Bidang Riset dan Kajian Pusaka Indonesia

 

Daftar referensi:

 1.Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER). Perusahaan-perusahaan Multinasional dan Hilirisasi Nikel di Indonesia. September 2023

2.https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/hilirisasi-nikel-demi-nilai-tambah-bangsa-indonesia

3.chrome-extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/https://trendasia.org/wp-content/uploads/2024/05/Kertas-Posisi-Daya-Rusak-Hilirisasi-Nikel-Final-2-compressed.pdf

4.Nexus 3 Foundation dan Universitas Tadulako. Dampak Lanjutan dari Aktivitas Industri Nikel di Teluk Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara, Indonesia. April 2025

sumber foto:
Malukuterkini.id