Skip to main content

Semboyan “JAS MERAH” – jangan sekali-sekali melupakan sejarah – menjadi sangat relevan dalam menyikapi polemik revisi penulisan sejarah Indonesia yang belakangan ramai diperbincangkan publik. Gagasan ini mencuat setelah Menteri Kebudayaan Republik Indonesia saat ini, Fadli Zon, menggulirkan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia.  Tujuannya adalah untuk menyelaraskan pengetahuan sejarah dengan berbagai temuan arkeologis dan riset akademik terkini tentang sejarah Indonesia.

Namun, proyek ini menimbulkan sejumlah pertanyaan kritis. Apa yang dimaksud dengan ‘revisi’? Apakah ini berarti ada fakta sejarah yang akan diubah, dikurangi, atau bahkan dihilangkan? Artikel ini mengajak pembaca untuk menyikapi secara cermat proyek yang bernilai Rp 9 miliar ini, karena sarat akan kontroversi dan tanda tanya.

Pertama, proyek ini merupakan bagian dari rangkaian simbolik peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia dan ditargetkan rampung pada Agustus 2025. Dengan adanya tenggat waktu dan KPI (Key Performance Indicator) yang ingin diraih, muncul kekhawatiran bahwa proyek ini seperti proyek kejar tayang. Apakah proyek ini semacam kegiatan seremonial prestisius semata atau memang demi penyesuaian sejarah dengan data ilmiah dan akademik? 

Kedua, penulisan buku sejarah ini juga ditegaskan akan dilakukan “seobjektif” mungkin. Salah satu isu utama dalam revisi ini adalah kemungkinan masuknya Soeharto sebagai pahlawan nasional. Meskipun Soeharto dikenal sebagai pemimpin pembangunan dan stabilitas, rekam jejaknya dalam pelanggaran HAM, terutama dalam tragedi 1965 dan peristiwa Mei 1998, membuat usulan ini perlu dipertanyakan.  

Ketiga, muncul dugaan bahwa penulisan sejarah ulang juga menghilangkan atau setidaknya mengurangi porsi beberapa peristiwa sejarah penting di teks sejarah baru nantinya. Beberapa yang disorot publik termasuk: (i) Kongres Perempuan Pertama 1928, (ii) Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955, dan (iii) Asian Games 1962. 

Jika benar demikian, ini menjadi sangat problematik karena peristiwa-peristiwa tersebut merupakan tonggak penting yang menunjukkan “Indonesia sentris”, atau kontribusi dan kepemimpinan Indonesia di berbagai bidang, baik nasional maupun internasional. Misalnya, KAA 1955 menempatkan Indonesia sebagai pelopor Gerakan Non-Blok dan memperkuat posisi diplomatik di tengah Perang Dingin.

Keempat, perubahan terminologi juga menjadi sorotan. Misalnya, istilah pra-sejarah diganti menjadi ‘sejarah awal’ dan dipisahkannya istilah ‘sejarah  dan ‘peradaban’. Pergeseran makna semacam Ini bukan sekadar teknis, melainkan akan mempengaruhi cara pandang bagaimana sejarah tersebut akan disajikan dalam bentuk narasi nantinya. 

Empat poin di atas hanyalah segelintir dari polemik-polemik yang beredar di masyarakat terhadap penulisan ulang sejarah Indonesia. Lalu bagaimana kita perlu menyikapi proyek penulisan sejarah tersebut? Terlepas dari pro dan kontra dari masing-masing polemik, ada pesan yang secara garis besar perlu kita pahami bersama.

Pertama, narasi sejarah seharusnya menunjukkan fakta dan tentunya memberikan pembelajaran dari fakta tersebut. Mengubah narasi sejarah, jika tidak sesuai fakta, tentunya tidak akan memberikan pembelajaran yang tepat, melainkan memberikan pesan yang sesat.

Kedua, narasi sejarah Indonesia harus merepresentasikan jati diri bangsa yang sesungguhnya: Nusantara sebagai bangsa yang besar dan makmur. Pencapaian-pencapaian penting dalam sejarah bangsa. Ini yang seharusnya perlu semakin digaungkan sehingga semakin banyak masyarakat Indonesia yang sadar akan keluhuran jati diri bangsanya.

Singkatnya, mari kita semakin cermat dalam menyikapi fenomena penulisan ulang sejarah Indonesia: apakah ini semakin mengarahkan kita pada kebenaran atau malah sebaliknya? Pada akhirnya, semboyan “JAS MERAH” menjadi semakin penting dan relevan di tengah adanya upaya untuk mengubah narasi tentang masa lalu.

 

I Made Diangga Adika Karang

Wakil Ketua Bidang Riset dan Kajian Pusaka Indonesia

 

Referensi:

[1] Alasan Pemerintah Ingin Merevisi Sejarah Indonesia. https://www.tempo.co/politik/alasan-pemerintah-ingin-merevisi-sejarah-indonesia-1503935

[2] Pemerintah Kucurkan Dana Rp9 Miliar untuk Revisi Sejarah Nasional.https://www.tempo.co/politik/proyek-revisi-naskah-sejarah-pemerintah-kucurkan-dana-rp-9-miliar-1563614

[3] Pemerintah Akan Uji Publik Naskah Revisi Sejarah pada Juni Mendatang. https://www.tempo.co/politik/pemerintah-akan-uji-publik-naskah-revisi-sejarah-pada-juni-mendatang-1553764

[4] Sejarawan UGM: Jangan Abaikan Fakta Soeharto dalam Revisi Sejarah.

https://www.tempo.co/politik/sejarawan-ugm-soal-soeharto-pahlawan-nasional-jangan-abaikan-fakta-sejarah-1233570

[5] Draft Revisi Sejarah Indonesia: Peristiwa Penting Hilang Termasuk Reformasi.

https://www.kilat.com/nasional/84415260794/draft-penulisan-ulang-sejarah-indonesia-terkuak-ada-peristiwa-penting-hilang-termasuk-reformasi-1998?page=2

[6] Polemik Penulisan Ulang Sejarah Nasional.

https://www.kompasiana.com/sutanadilinstitute9042/683b320c34777c678763c922/polemik-penulisan-ulang-sejarah-nasional?page=2&page_images=2

[7] Resensi: Nyalakan Api Pancasila.

https://pusakaindonesia.id/resensi/nyalakan-api-pancasila-menghidupkan-kembali-kejayaan-peradaban-nusantara/

Foto: Ilustrasi Sejarah Indonesia

Rencana Menulis Ulang Sejarah Indonesia, Begini Kata Sejarawan