Berdasarkan pengalaman autentik, banyak praktisi yoga mengakui dan menyebarluaskan manfaat berlatih yoga, salah satunya adalah membuat tubuh lebih sehat dan pikiran lebih rileks. Manfaat ini akan dapat cepat dirasakan jika dilakukan secara rutin dan teratur 3-4 kali seminggu. Namun seiring dengan rutinitas berlatih yoga, banyak praktisi yang hanya fokus berlomba-lomba melakukan asana (postur) tanpa memperhatikan faktor penting lainnya yaitu pranayama (napas) yang akhirnya berimbas pada penebalan ego.
Yoga asana memang menawarkan berbagai macam manfaat dalam satu postur tertentu. Contoh, postur downward facing dog, dapat membantu untuk melancarkan aliran darah, menambah asupan oksigen ke otak, memperkuat otot punggung, dan membantu peregangan otot kaki, bahu, dan juga tangan. Ketika sudah merasakan manfaat tersebut, biasanya akan muncul keinginan untuk mencoba berlatih postur yang lebih menantang. Tidak hanya menantang tubuh fisik, tapi juga tubuh nonfisik seperti tubuh emosi. Seperti, pose headstand yang dikenal sebagai postur king of yoga. Meskipun manfaatnya sama, sebagai postur inversion (posisi kepala di bawah pinggang), headstand dianggap lebih keren oleh para praktisi yoga karena tantangannya lebih rumit dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa melakukan pose tersebut.
Berdasarkan pengalaman pribadi saya sebagai praktisi sekaligus instruktur yoga, berlatih satu postur tertentu dapat memunculkan berbagai macam dark shadows (sisi gelap) yang kita miliki. Sisi gelap ini mungkin sudah dapat kita kenali/belum dikenali keberadaannya, bahkan bisa juga kita menganggap sisi gelap ini tidak ada alias denial. Mengambil contoh dari dua pose yang telah diulas sebelumnya, downward facing dog vs headstand. Saya mengamati sisi gelap saya yang muncul ke permukaan jauh lebih sedikit dibandingkan ketika melakukan headstand. Saya mampu untuk menyadari ketika sisi gelap kompetitif terkadang muncul ke permukaan, apalagi ketika harus menahan posturnya dalam durasi yang cukup lama sampai tremor muncul di tubuh fisik. Rasa gengsi yang tinggi (anak dari sigel kompetitif) tidak mau mendengarkan sinyal tubuh yang ternyata belum cukup kuat untuk bertahan di durasi tersebut, menambah ketebalan ego yang tentunya jauh sekali dari praktisi yoga yang idealnya dilakukan dengan penuh kesadaran (mindfulness).

Headstand Pose sumber foto: Keisari Pieta
Ketika berlatih headstand, seringkali sinyal tubuh yang paling mudah untuk dikenali juga diabaikan (sisi gelap pengabaian). Merasa mampu untuk melakukan tanpa mempertimbangkan faktor risiko ketika keseimbangan hanya bertumpu pada kepala dan tangan. Ketika mengajar, saya juga melakukan observasi terhadap murid-murid ketika berlatih dua pose tersebut yang memicu sisi gelap dalam diri muncul ke permukaan.
Tugas saya sebagai instruktur adalah memandu mereka untuk mengambil jeda sejenak dari pose tersebut dan kembali merasakan napas yang natural, tanpa diatur dan ditahan. Menggiring mereka untuk menyadari sisi gelap yang muncul dan kembali mengingatkan, tujuan yoga adalah untuk mencapai liberation (kebebasan), meluruhkan ego yang muncul dan bersyukur atas anugerah hidup melalui napas kita.
Penulis : Irma Rachmi
Instruktur Ayodhya Yoga