Kader Pusaka Indonesia Wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta kembali melanjutkan pelajaran membatik pada 13 Oktober 2024 di Rumah Pusaka Indonesia (RPI) Jawa Tengah. Kegiatan ini diikuti sebanyak 22 kader dari dua wilayah. Jika pada sesi pertama di bulan Juni lalu peserta diajarkan membuat pola, kali ini materi utama yang diberikan adalah bagaimana teknik pewarnaan pada batik.
Pada kesempatan ini, peserta belajar mewarnai dengan menggunakan pewarna alami dari indigofera, dengan reduktor gula merah. Indigofera yang biasa juga disebut tarum, merupakan sejenis tanaman rerumputan yang banyak ditemukan di Asia. Menurut sejumlah sumber ilmiah, pewarna dari bahan tanaman ini telah terbukti menghasilkan warna yang tahan luntur pada tekstil. Tanaman ini mampu menghasilkan warna biru.
Pewarna alami lainnya yang digunakan adalah warna soga yang dihasilkan dari campuran kayu tingi, jambal, dan tengeran yang diekstraksi melalui proses rebusan. Kayu tingi merupakan salah satu spesies mangrove yang mampu menghasilkan warna coklat kemerahan dari batangnya. Sementara kayu jambal, merupakan jenis polong-polongan yang juga menghasilkan warna yang sama dengan kayu tingi. Sedangkan tegeran atau kayu teger, menghasilkan warna kuning atau coklat cerah.

Praktik mewarnai batik
Pembelajaran kali ini diampu oleh salah seorang kader Pusaka Indonesia yang juga perajin batik, Hardi. Hardi menjelaskan, proses pewarnaan pada batik dapat dilakukan dengan dua metode, yakni colet dan celup. Metode colet digunakan untuk mewarnai bagian batik yang lebih detail dan membutuhkan banyak warna. Caranya mirip seperti melukis dengan kuas, namun media yang diwarnai hanya beberapa bagian saja. Sedangkan metode celup biasanya digunakan untuk mewarnai bagian kain yang lebih luas, seperti background.
Hardi juga menambahkan, ada perbedaan perlakukan pada kain sebelum pewarnaan alami dilakukan. Yang pertama adalah scouring atau membersihkan serat dan menghilangkan endapan dengan menggunakan bahan TRO. Yang kedua adalah proses mordanting atau mempersiapkan serat agar dapat diwarnai. Mordant adalah garam mineral yang melekat pada serat yang berfungsi mengikat pewarna alami. “Bagian ini adalah langkah untuk meningkatkan kecerahan pewarnaan dan ketahanan terhadap pencucian,” jelasnya.
Para kader yang mengikuti kegiatan ini pun langsung melakukan praktik mewarnai dengan metode colet dan celup pada sebidang kain yang sebelumnya telah diisi pola. Salah satu kader Pusaka Indonesia Jawa Tengah, Imron Halim mengungkapkan, selain sebagai upaya melestarikan wastra Nusantara, kegiatan ini juga menjadi wahana belajar. “Warisan budaya khususnya wastra hampir tidak digemari oleh generasi muda. Selain itu, kegiatan ini juga melatih dalam berkolaborasi serta menjaga kekompakan antar sesama kader PI,” kata Imron.

Hasil produk Sinau Bareng Mbatik
Sementara Ketua Bidang Seni Budaya Pusaka Indonesia Arif Fajar Nugroho mengungkapkan, proses membatik harus tetap memperhatikan proses pengolahan limbah produksinya, agar upaya pelestarian budaya tetap sejalan dengan pelestarian lingkungan. “Pada dasarnya pewarnaan pada kain batik, baik pewarna alami maupun pewarna sintetis tetap melalui proses kimiawi,” jelasnya.
Rika Efian Pratiwi
Koordinator Bidang Seni Budaya Wilayah Jateng