Di balik keindahan dan kerumitan wastra tenun, tersembunyi berbagai pertanyaan yang menyentuh makna, teknik, dan tradisi yang melingkupi kain-kain tersebut. Dari acara “Menyingkap Pesona Wastra Indonesia” bertema Tenun dan Alur Kehidupan yang berlangsung pada 7 September 2024, beragam pertanyaan dari peserta—baik dari pelajar, pendidik, hingga pecinta kain tradisional—menguak fakta-fakta menarik seputar kain tenun Nusantara. Dipandu oleh dua pakar wastra terkemuka, Sri Sintasari Iskandar (Neneng) dan Benny Gratha, dari sesi tanya jawab yang berlangsung, memperkaya pengetahuan seputar tenun.
Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan mengungkapkan betapa kaya dan mendalamnya tradisi kain tenun di Indonesia, mulai dari makna simbolis warna dan motif pada setiap fase kehidupan, hingga sejarah dan teknik pembuatan benang emas yang digunakan dalam kain-kain adat. Beberapa pertanyaan tersebut, antara lain, sebagai berikut:
- Apakah Ada Warna Spesial untuk Setiap Siklus Kehidupan?
Salah satu peserta menanyakan apakah ada warna khusus yang digunakan dalam setiap siklus kehidupan, dari kelahiran hingga kematian. Neneng menjelaskan bahwa tidak ada warna khusus yang secara eksklusif digunakan untuk setiap tahapan kehidupan. Yang lebih penting dalam wastra adalah motif dan makna yang terkandung di dalamnya. Biasanya, warna wastra terbuat dari pewarna alami, yang terbatas pada warna-warna seperti biru, merah, dan cokelat.
- Kecantikan Kain pada Fase Kematian
Pertanyaan lain yang muncul adalah terkait keindahan kain yang digunakan dalam upacara kematian. Apakah memang semua kain untuk upacara kematian sengaja dibuat indah, atau ada filosofi tertentu di baliknya? Benny Gratha menjawab bahwa kematian merupakan fase akhir kehidupan yang penuh penghormatan. Dalam budaya di berbagai daerah di Indonesia, memberikan kain yang indah kepada jenazah adalah salah satu bentuk penghormatan terakhir. Kain-kain tersebut dipilih dengan hati-hati, sebagai simbol keindahan yang mengiringi seseorang menuju akhir perjalanannya.
- Nasib Kain Setelah Kematian
Pertanyaan menarik lainnya adalah tentang nasib kain yang digunakan untuk menutupi jenazah. Apakah kain-kain tersebut ikut dikuburkan? Benny menjelaskan bahwa hal ini berbeda-beda di setiap daerah. Di Nusa Tenggara Timur, seperti di Sumba, kain yang menutupi jenazah beserta kain-kain sumbangan dari kerabat akan dikuburkan bersama jenazah. Namun, di daerah lain seperti Sumatera Barat dan Batak, kain hanya digunakan sebagai penutup jenazah, tetapi tidak ikut dikuburkan.
- Proses Pembuatan Benang Emas pada Kain Tradisional
Dalam sesi tanya jawab, ada juga pertanyaan tentang bagaimana benang emas dalam kain tradisional dibuat. Neneng mengungkapkan bahwa benang emas yang digunakan dalam kain-kain tradisional Indonesia ada dua jenis. Yang pertama adalah benang emas yang terbuat dari logam pipih—campuran emas dengan logam lain—yang dililitkan di atas benang katun atau sutera. Benang ini sangat kecil dan halus sehingga hanya bisa dilihat di bawah kaca pembesar. Jenis kedua adalah benang emas yang dibuat dari kertas yang disepuh dengan emas, yang juga dililitkan di atas benang katun atau sutera. Kedua jenis benang ini digunakan di berbagai daerah, seperti Palembang dan Sumatera Barat. Namun, seiring waktu, benang emas yang digunakan dalam pembuatan kain tradisional mulai digantikan dengan bahan plastik karena harganya yang lebih terjangkau dan ketersediaannya yang lebih mudah.
Melalui acara seperti ini, Pusaka Indonesia berharap, wastra tenun Nusantara tidak hanya dilestarikan, tetapi juga dihidupkan kembali dalam semangat generasi muda yang tertarik untuk mempelajari dan mengembangkan warisan ini.
Wendy B.S.
Kader Pusaka Indonesia Wilayah DKI Jakarta – Banten