Tak sengaja menemukan foto di Instagram, rombongan perempuan berusia kepala 6 begitu menikmati berkereta api melewati hamparan sawah seolah bernostalgia. Ingatan pun mengenang masa kecil, era sebelum handphone. Hidup begitu berwarna karena banyak permainan yang bisa dimainkan ramai-ramai. Salah satunya adalah engklek. Waktu kecil, saya sering memainkan permainan melompat dengan satu kaki ini. Siapa yang tak tahu engklek? Permainan yang sangat populer di Indonesia.
Rupanya sejarah permainan ini berasal dari zaman kerajaan Jawa, tepatnya pada masa Kesultanan Mataram. Konon, engklek pertama kali dimainkan oleh para putri Keraton Mataram yang gemar bermain di halaman istana. Permainan ini diciptakan sebagai hiburan yang menggabungkan ketangkasan, kelincahan, dan kecerdikan. Awalnya, engklek dimainkan dengan batu-batu kecil yang diatur dalam pola petak-petak tertentu di atas tanah halaman istana.
Dengan berjalannya waktu, permainan ini mulai populer di kalangan rakyat biasa dan mengalami beberapa perkembangan dalam aturan mainnya. Salah satu perubahan yang signifikan adalah penggunaan kotak persegi yang dihiasi dengan pola-pola yang indah sebagai arena permainan, menggantikan penggunaan batu yang dilempar di tanah.
Seiring dengan penyebaran permainan ini ke berbagai daerah di Jawa dan Indonesia, masing-masing wilayah mengembangkan versi engklek mereka sendiri dengan aturan main yang sedikit berbeda. Namun, inti dari permainan ini tetap sama, yaitu melatih ketangkasan, kecepatan, dan koordinasi antara mata dan tangan.
Di sekitar rumah, saya menyaksikan anak-anak tetangga asyik memainkan engklek. Meskipun era modern membawa banyak perubahan dalam gaya hidup dan hiburan, ternyata engklek tetap bertahan sebagai salah satu permainan tradisional yang dicintai oleh anak-anak Indonesia.
Keunikan dan kesederhanaan engklek membuatnya tetap relevan dan dilestarikan oleh masyarakat. Permainan ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari identitas budaya dan warisan nenek moyang yang patut dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang. Dengan semangat, saya pun berpesan ke anak saya, “Mending main engklek daripada main handphone.”
Widya Rahmadani
Peserta Kelas Menulis Jurnalisme Pusaka
sumber foto: Gametradisionalku.wordpress