Skip to main content

Tari Gending Sriwijaya merupakan tarian yang melukiskan kegembiraan gadis-gadis Palembang saat menerima tamu yang diagungkan. Pusaka Indonesia Wilayah Jawa Timur memilih tarian ini untuk ditampilkan dalam Pagelaran Pancasila Sakti, 1 Oktober 2023 lalu, di Auditorium RRI Jakarta, karena ini adalah tarian tradisional Nusantara pada masa Kerajaan Sriwijaya yang bukan hanya tarian biasa namun sarat makna sejarah, filosofi, nilai-nilai, fungsi yang luar biasa indah dan luhur. Secara harfiah, Gending Sriwijaya berarti irama Kerajaan Sriwijaya.  Ini adalah bentuk perjuangan yang perlu diangkat kembali di masa sekarang. Kami berdelapan, lima perempuan dan tiga pria sebagai pengawal, memilih tarian ini untuk menyambut para tamu istimewa, sebagaimana asal mula tari Gending Sriwijaya. 

Filosofi Tari Gending Sriwijaya

Tari gending Sriwijaya diiringi gamelan dan lagu Gending Sriwijaya. Tepak atau wadah yang berisi kapur, sirih, pinang, dan ramuan lainnya sebagai ornamen dalam tarian, dipersembahkan sebagai ungkapan rasa bahagia. Ini adalah gerakan tari kolosal yang dulunya hanya dipentaskan oleh kalangan kerajaan untuk menyambut tamu kerajaan. Namun kini, tarian ini sudah lebih luas dipergunakan bahkan dipentaskan oleh masyarakat Palembang pada berbagai hajat, seperti pertemuan instansi Pemerintah, pernikahan, sampai berbagai perhelatan budaya yang menggambarkan ungkapan syukur dan kegembiraan atas kesejahteraan.

Secara umum, tarian ini dilakukan oleh 9 penari dan semuanya perempuan. Jumlah penari dalam tarian ini sebagai representasi dari sembilan sungai yang ada di Sumatera Selatan. Terdapat juga dua atau 3 orang laki-laki berbusana lengkap, dengan payung dan tombak di tangan yang mengawal penari. Tarian ini merepresentasikan nenek moyang Nusantara yang merupakan bangsa yang besar, bangsa yang menghormati dan menghargai persaudaraan antar sesama. Di balik tarian ini, ada pula nilai yang ingin dibangun dari gerakan penari gending Sriwijaya yaitu nilai etik dan moral.

Dalam setiap gerakannya, masing-masing punya makna tersendiri, antara lain:

  1. Jentikan ibu jari dan jari tengah.

Penari akan menjentikkan ibu jari dan jari tengah sesuai irama, lantas mereka akan melepas jentikkannya tersebut. Adapun arti gerakan ini adalah kerja keras dan kedisiplinan yang tertanam dalam diri masyarakat Palembang. 

  1. Gerakan sembah berdiri.

Makna dari gerakan ini adalah masyarakat Palembang yang menghayati kebesaran Tuhan dan sikap toleransi terhadap sesamanya.

  1. Sekapur Sirih.

Daun sirih dalam tepak yang diberikan melalui tarian ini memiliki makna kerendahan hati, dilihat dan digambarkan dari cara tumbuh dan berkembangnya tanaman tersebut. Batang sirih yang memiliki bentuk lurus memiliki makna sendiri, seperti budi pekerti dan loyalitas.

Modifikasi Tari Tanggai

Kerajaan Sriwijaya dulunya mempunyai tarian yang dipertunjukkan sebagai persembahan untuk Dewa, sekaligus tarian penyambutan yang bersifat sakral. Tari tanggai merupakan nama lain dari tari gending Sriwijaya. Sayangnya tarian ini mengalami modifikasi karena peraturan yang melarang perempuan untuk menari di masa penjajahan Belanda. Sebab itulah tari tanggai tersebut berubah dan ditampilkan oleh laki laki.

Tarian tanggai pun tak diperbolehkan sama sekali pada masa penjajahan Jepang. Dengan begitu, masyarakat Palembang jadi tidak punya tarian tradisional untuk menyambut tamu. Melihat perkara ini, Pemerintah Jepang pun meminta masyarakat Palembang agar membuat sebuah tarian serta lagu pengiring yang menjadi tarian penyambutan. Kemudian, pada tahun 1943 dibuatlah tari gending Sriwijaya oleh Tina Haji Gong dan Sukainah A. Rozak.

Bentuk tarian ini adalah kombinasi dari berbagai unsur tarian adat yang sudah ada di Palembang. Unsur Buddhisme dan Batanghari Sembilan alias 9 Sungai di Sumatera Selatan kental dalam tarian ini. Dibantu Nungcik A.R. yang membuat syair, Dahlan Muhibat membuat lagu untuk musik tari Gending Sriwijaya. Tarian ini pertama kali ditampilkan pada tahun 1944 di halaman Masjid Agung Palembang dalam acara penyambutan pejabat. 

Di Balik Layar

Saya sangat bersyukur bisa membawakan tarian ini, walau di awal latihan sempat tegang mengingat koreografi dengan hitungan yang membutuhkan perhatian cukup serta mengharmonisasikannya dengan musik. Ditambah pula dengan belajar menghayati tarian tersebut. Saya berusaha untuk hening, karena pengertian, filosofi, sejarah, makna, unsur dan nilai-nilai yang terkandung dalam tarian ini begitu kaya. Saya tidak ingin patah semangat, setiap hari latihan dan latihan secara mandiri di rumah walau hanya 1-2 putaran, untuk memperbaiki gerakan yang keliru dan berusaha menghafal agar nantinya bisa menari dengan kompak dalam keheningan. 

Latihan awal berlangsung secara tatap muka menghadapi banyak dinamika. Bermacam- macam ide dan pendapat tiap personel berbeda. Banyak pembelajaran yang didapat untuk mau berendah hati, mengesampingkan ego demi tujuan terselenggaranya pagelaran. Latihan secara online pun kami lakukan, lewat zoom dan video call. Ternyata, proses latihan ini seru juga. Saat latihan mandiri, kadang saya senyum-senyum sendiri di depan kaca melihat gerakan yang tidak pas dan wajah diri sendiri yang tegang karena memikirkan gerakan selanjutnya. 

Hal ini mengingatkan saya untuk hening dalam setiap aktivitas, walau faktanya masih saja kendor. Semakin mendekati hari H, semakin mantap untuk mempersembahkan yang terbaik yang saya bisa. Selebihnya saya pasrah, biarlah semesta yang melengkapi keterbatasan yang saya miliki. Sungguh ajaib, saat tampil di panggung dalam pentas pertunjukan yang luar biasa di Gedung RRI 1 Oktober 2023, sewaktu MC memanggil penampil tari gending sriwijaya, tidak ada perasaan grogi sama sekali, yang ada kesiapan dan kepasrahan dalam menari. 

Dari awal sampai akhir tampil, saya bisa menari dengan mengalir dan sukacita. Saya berterima kasih kepada Gusti atas penampilan kami. Terima kasih juga kepada teman-teman penari dan para pengawal atas kolaborasi, kerja keras, dan ketulusannya. Mari kita bangkitkan seni dan budaya Nusantara yang begitu kaya dan agung, demi Indonesia Raya yang jaya dan terciptanya bumi surgawi.

 

Diana Y. Wowiling

Kader Pusaka Indonesia Wilayah Jawa Timur