Sore itu 1 Oktober 2023, di balik panggung Auditorium RRI, saya mendengar tim Jawa Barat sudah memulai adegannya. Pertanda bahwa beberapa saat lagi saya masuk ke panggung untuk menampilkan kidungan. Suasana yang saya rasakan kali ini agak berbeda dari pertunjukan sebelumnya. Pakaian khas ludruk yang saya kenakan terasa begitu berat, ada tanggung jawab dan grogi yang bercampur.
Saya mulai mendekat ke balik tirai panggung. Dalam tekanan emosional yang saya rasakan saat itu, saya berusaha untuk mendapatkan tambahan energi. Beruntungnya di sebelah saya ada Mas Agus Naya, terima kasih telah berkenan membantu saya untuk “healing”. Dan ajaib, beban-beban emosional itu tiba-tiba menghilang. Saya melangkah ke tengah panggung dengan rasa percaya diri. Lagi-lagi, terima kasih kepada Semesta, Mas Guru dan Mba Ay, yang kali ini juga memberikan semangat dan keajaiban yang tak terlupakan.
Kidungan yang saya bawakan adalah tentang Keagungan Leluhur Nusantara. Sebuah cerita tentang bagaimana leluhur kita telah mewariskan banyak mahakarya yang agung, tetapi karena propaganda bangsa asing, sebagian dari kita sebagai anak cucu malah melupakannya. Bahkan yang lebih tragis, sebagian dari kita memandang nista para leluhur Nusantara.
Sebagian bait liriknya sebagai berikut:
Contone negoro monco,
Wis dijajah ora krasa,
Pertama digarap sejarahe bangsa,
Amrih anak putune nganggep leluhure nista,
Padahal leluhure adiluhung,
Akeh mahakarya sing dihasilno,
Wis kepangan propaganda monco,
Wedus diseweki jarene rondo,
Terjemahan dalam bahasa Indonesia, sebagai berikut:
Contohnya Negara luar,
Sudah dijajah tapi tak terasa,
Pertama digarap sejarahnya bangsa,
Supaya anak cucunya menganggap leluhurnya nista
Padahal leluhurnya adiluhung,
Banyak mahakarya yang dihasilkan,
Sudah termakan propaganda luar,
Kambing pakai jarik dikatakan janda
Lirik sederhana namun penuh makna itu diciptakan oleh Dudik Dwijatmiko, kader Pusaka Indonesia asal Malang Jawa Timur. Dalam satu kesempatan, Dudik menjelaskan bahwa lirik ini berawal dari keprihatinan tentang rendahnya penghargaan kepada leluhur. Padahal secara faktual, para leluhur Nusantara sudah mewariskan mahakarya-mahakarya yang adiluhung, seperti gamelan, keris, batik, candi, dan lainnya. Dijelaskan lebih lanjut, “Ajaran Mas Guru SHD juga mengajarkan kepada kita bahwa Bangsa Nusantara adalah Bangsa yang Agung. Banyak cerita sejarah yang tidak sesuai dengan kenyataan, yang memfitnah leluhur Nusantara. Dan ini harus diluruskan.”
Lebih dari itu tentu saja, persiapan tidaklah mudah. Penyusunan lirik dan memahami nada kidungan memerlukan waktu dan latihan yang intensif. Satu hal menarik dari pertunjukan kali ini adalah tentang perubahan siapa yang membawakan kidungan. Ternyata perubahan itu bisa terjadi secara mendadak dan tentu sangat berimplikasi pada penyampaian pesan isi kidungan kepada penonton itu berhasil atau tidak. Ini menjadi pelajaran untuk saya ke depan agar lebih siap terhadap segala perubahan yang mungkin akan terjadi dalam sebuah pertunjukan. Ketekunan dan ketulusan, yang menjadi modal untuk mengembangkan potensi diri.
Pengalaman ini juga mengajarkan kepada saya bahwa ludruk adalah bukan hanya tentang pertunjukan, tetapi juga tentang warisan budaya yang harus dilestarikan. Ini adalah bentuk seni yang mengandung sejarah dan makna yang mendalam, khususnya bagi masyarakat Jawa Timur. Kidungan dalam rangkaian pertunjukan ludruk bukan hanya sekadar hiburan, melainkan juga pesan tentang nilai-nilai kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara.
Ketika acara pertunjukan ini selesai, terasa seperti saya telah mengambil peran kecil dalam menjaga tradisi ludruk tetap hidup. Suara kecil saya, sahabat tandem saya Agus Haryono dan juga bersama dengan semua pemeran lainnya, adalah bagian penting dari kesenian besar ini yang terus berkembang. Perkembangan ini tentu sudah terbukti ketika acara pertunjukan budaya Pusaka Indonesia dari satu ke yang lainnya terasa susul menyusul. Saya merasa beruntung dapat menjadi bagian dari perjalanan ini dan melihat betapa berharganya kesenian ludruk dalam budaya Nusantara.
Muhammad Fathul Hadi
Kader Pusaka Indonesia Wilayah Jawa Timur