Skip to main content

Beras merah dicari karena kandungan nutrisinya yang jauh lebih tinggi dibanding beras putih. Beras merah yang biasanya masih ada kulit arinya, juga mengandung protein, serat, beta karoten, dan zat besi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan beras putih, dengan indeks glikemik lebih rendah. Di Bali, beras merah yang terkenal adalah beras merah Jatiluwih.

Desa Jatiluwih, terletak di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali merupakan salah satu tujuan wisata, dengan panorama sawah berundak. Lanskap sawah teraseringnya menjadi incaran wisatawan untuk cuci mata. Desa ini juga telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya tak benda pada 2012, karena keberadaan sistem subak. Subak merupakan sistem irigasi tradisional, untuk mengairi persawahan. Udaranya sejuk karena berada di ketinggian 700 meter dari permukaan laut. Sepanjang hari, suhu udara tidak pernah melebihi 20 derajat Celcius.

Di balik keindahan alamnya, Jatiluwih menjadi produsen utama beras merah, bahkan produknya sudah menembus pasar internasional. Semuanya tidak menggunakan pestisida, budidaya padinya menggunakan pupuk organik, termasuk dalam pemberantasan hama, juga tidak menggunakan obat-obat kimia sintetis.

Nasi campur beras merah khas Jatiluwih

Berkunjung ke desa ini, Anda akan menemukan restoran-restoran yang menawarkan menu andalan berupa nasi beras merah dan bubur beras merah. Nasi beras merah disajikan sebagai nasi campur atau nasi goreng. Berasnya pulen dan padat, cukup setengah genggam saja bisa sudah cukup mengenyangkan. Aromanya seperti wangi saat mengaru nasi panas-panas. Sedangkan, bubur beras merah ala Jatiluwih dilengkapi dengan ayam betutu yang disuwir, daging belut atau be lindung, kacang tanah, telur pindang bumbu kunyit, kulit ayam krispi, daging kakul atau keong sawah, kerupuk telur, dan kuah kaldu ayam yang dipisah. Tak ditemukan di mana pun.

Dengan isian yang banyak ini, satu piringnya dibanderol seharga Rp25.000. Harga yang sepadan dan terjangkau. Rasa semua isiannya menyatu nikmat sekali dengan bubur beras merahnya.

Bagi warga sekitar, beras merah Jatiluwih juga menjadi konsumsi sehari-hari. Bedanya, beras merah dicampur dengan beras putih biasa. 

Di restoran di Jatiluwih, beras merah Jatiluwih juga diolah menjadi minuman hangat, yaitu teh jahe beras merah panas. Dibuat dari beras merah yang disangrai terlebih dahulu, ditambahkan jahe, setelah itu dikeringkan. Disajikan dengan cara diseduh. Dalam segelas teh, masih ada bulir beras merahnya, dan bisa dimakan juga. Rasa hangatnya bikin lega di tenggorokan, dan berbeda dengan rasa teh biasa.

Laklak beras merah

Setelah selesai makan, ada hidangan penutup, yakni laklak beras merah, kurang lebih seperti serabi tradisional. Bedanya ada pada pisangnya yang diolesi gula merah cair dan parutan kelapa. Laklak dibuat dari campuran tepung beras merah, air, sedikit garam, dan minyak kelapa, yang diuleni hingga membentuk adonan sedikit encer. Selanjutnya adonan dipanggang di atas plat baja menggunakan tungku kayu dengan api yang besar.

 

Putu Saraswati

Kader Pusaka Indonesia wilayah Bali