Skip to main content

Bicara tenun Nusantara, yang banyak diketahui rakyat Indonesia biasanya dari Sumatra, Toraja dan Nusa Tenggara Timur. Padahal, masih banyak daerah di Indonesia yang memiliki kain tenun unik. Salah satu tenun warisan leluhur Nusantara berasal dari daerah Mandar, Sulawesi Barat.  Maria Rahayuningsih, seorang wirausaha sosial yang menjual kerajinan sarung tenun Mandar menuturkan,  belum menemukan data sejak kapan kerajinan tenun Mandar ada. Hanya, sejak abad 14 sudah ada perdagangan sarung tenun Mandar ke Pariaman, Sumatera Barat, setelah kerajaan Gowa berhasil menaklukkan kerajaan Pariaman. Berarti jauh sebelum itu sudah ada.

Dalam bahasa setempat, kain tenun ini disebut lipa sa’be yang artinya sarung sutra, karena dahulu dan idealnya, kain sarung tenun ini terbuat dari benang sutra. Mandar terkenal dengan kehalusan tenun sarung sutranya. Namun dengan makin sulitnya memperoleh benang sutra, mahal dan makin sedikit yang telaten (generasi penerus makin berkurang) serta daya beli konsumen kebanyakan menengah bawah, maka disiasatilah dengan benang sutra sintetis.

Perkembangan Lipa Sa’be Saat Ini

Zaman dulu, wanita Mandar harus bisa menenun, sekarang tidak terikat. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi kelestarian seni tenun Mandar. Seperti sebuah kebetulan, Maria Rahayuningsih, seorang kader Pusaka Indonesia awalnya sedang mencari ide usaha yang bisa dikerjakan dari rumah. Oleh saran dan info dari teman, ia memutuskan untuk menjual kain tenun Mandar, yang diberinya brand  ‘Liyana’.

 Namun pilihan ini bukan tanpa tantangan. Tantangan utama adalah jarak antarpulau dan perbedaan bahasa. Maria tidak memiliki latar belakang di dunia fashion apalagi pertenunan. Jarak yang jauh membuatnya  sulit mengontrol, ongkos kirim juga mahal, waktu kirim, komunikasi yang tidak mudah karena beberapa perajin bahasa Indonesianya tidak terlalu lancar, kadang ada pengertian yang berbeda karena beda budaya. 

Selain itu, banyak corak-corak yang sudah dilupakan, sedangkan penenun tidak mempunyai data. Penenun dengan benang sutra asli lebih langka karena tingkat kesulitan dan kehalusan benang. Namun Maria tetap mencoba berusaha, karena hal ini merupakan peluang yang belum banyak dikenal orang; bisa dikerjakan dari rumah, sambil membantu hasil karya para ibu nelayan; sekaligus upaya melestarikan warisan budaya. Bila Anda tertarik untuk meminang ‘Liyana’ kain tenun khas Mandar, bisa menghubungi Pasar Gemah Ripah di nomor WhatsApp 081 1911 0660.

Kain Khas Nusantara, Diingat atau Dilupakan?

 Indonesia memiliki keragaman budaya, tapi apakah kita sudah mengenal kekayaan budaya ini? Selain lipa sa’be, tentu masih banyak kain tenun maupun non tenun dari daerah lain. Masih banyak yang belum dikenal orang, masih ‘tersembunyi’ bak harta karun.

Indonesia menyimpan banyak kerajinan dan kesenian yang belum semuanya ditekuni oleh generasi muda. Apabila kita tinggal di daerah yang memiliki kain khas, ini bisa menjadi peluang usaha sekaligus memperkuat identitas bangsa. Bahkan jika kita tidak tinggal di daerah yang memiliki kain khas, peluang itu masih terbuka. Maria Rahayuningsih telah mencontohkannya. Mari, saatnya kita buka ‘kotak harta karun’ itu kembali, kita bagikan harta karun itu kepada rakyat luas dan generasi penerus. Harta karun yang tak akan habis. 

Mengenal Corak Tenun Mandar

Lipa sa’be digunakan pada acara-acara tertentu. Beda kegunaan, beda pula coraknya. Berikut adalah contoh corak-corak pakem dan penjelasannya.

Sureq Pangulu

Sureq Pangulu. Corak cukup tua atau klasik, hanya dipakai oleh bangsawan tinggi atau kalangan penghulu adat, bangsawan laki-laki dalam upacara adat dan menghadiri pernikahan.

Sureq Salaka

Sureq Salaka atau Sureq Pagbicara. Warna dasar biru gelap atau hitam, dengan garis ganda benang perak. Dikenakan oleh para bangsawan. Sekarang sudah berkembang dengan berbagai warna terang, banyak dipakai oleh putri bangsawan.

Sureq Padzadza

Sureq Padzadza. Mirip dengan Salaka hanya berwarna merah. Dipakai para bangsawan putri menghadiri acara pelantikan raja, upacara adat, pernikahan, dan lainnya.

Sureq Komandan Kodim

Sureq Komandan Kodim dipakai oleh pejabat dengan pangkat komandan tentara atau polisi yang bertugas.

Sureq Jakarta

Sureq Jakarta dibuat sebagai penghargaan pada Jakarta ibu kota negara.

Sureq Bunga Jagung

Sureq Bunga Jagung sebagai rasa syukur dan terima kasih atas panenan jagung. Sebagian besar sawah di sana tadah hujan, dan saat kemarau menanam jagung.

Sureq Lowang

Sureq Lowang. Kotak yang besar dan luas maka diberi nama lowang. Warna merah dan hijau juga sangat mendominasi sarung ini, sebagai pertanda keceriaan dan kesuburan tanah Mandar. Corak ini umum dikenal dipakai oleh banyak kalangan dalam masyarakat Mandar.

Pada sarung bermotif kotak-kotak, garis tegak lurus atau vertikal dengan garis melintang atau horizontal, mempunyai makna dalam nilai budaya Mandar. Ini mencerminkan aturan adat, nilai-nilai sosial, dan nilai agama. Garis vertikal tegak lurus melambangkan hubungan dengan Tuhan, sedangkan garis horizontal melambangkan hubungan dengan sesama. Motif tegak lurus terkesan kaku, sebagai cerminan keteguhan masyarakat Mandar dalam menjaga nilai-nilai tersebut. 

 

Stella Manoppo

Kader Pusaka Indonesia Wilayah DIY Yogyakarta