Skip to main content

Pagi yang cerah dengan langit biru,  di sebuah kawasan wisata di daerah Pererenan, Kabupaten Badung Bali, Minggu 13 Oktober 2024 lalu. Terlihat empat anak perempuan sudah siap dengan kostum tari dan riasan yang cantik khas penari Bali.

Mereka adalah Akira (9), Friska (8), Puteri (11) dan Esa (12), murid-murid Sancaya Indonesia, sekolah inklusi di Tabanan Bali, yang didirikan oleh Nabila Nurfatkhiyah, kader Pusaka Indonesia.

Keempat penari cilik ini merupakan peserta kelas tari tradisional yang diselenggarakan Sanggar Seni Pusaka Indonesia, yang berlatih setiap hari Rabu di Sancaya Indonesia.

Mereka diundang untuk tampil dalam acara Charity Run yang dihadiri tamu-tamu mancanegara. Keempatnya menarikan Tari Pendet, tarian yang sudah dilatihkan selama satu semester ini oleh saya, Putu Saraswati, dengan dibantu I Kadek Cahya Wardana sebagai koordinator Seni Budaya wilayah Bali.

Tari Pendet, persembahan dari murid Sancaya Indonesia

Saya memilih empat anak ini yang menurut saya sebagai pelatih, paling siap dan menguasai Tari Pendet. Sejak tawaran pentas diterima, kami punya waktu latihan untuk pentas hanya tiga hari, dan per hari hanya satu jam latihan. Bersyukur anak-anak ini sudah terbiasa menari Bali, jadi tinggal menghafalkan kembali tariannya.

Pada saat hari pelaksanaan, persiapan tata rias wajah dibantu oleh Noviyani, dan tata rambut dibantu Eka Ernita, perlengkapan kostum dibantu oleh saya dan Cahya. Kami tim Sanggar Seni Pusaka Indonesia di Bali sudah terbiasa mempersiapkan perangkat pentas sendiri berikut juga tata rias wajah dan rambut. Ketika dalam proses berdandan Putri, salah seorang penari mengatakan kalau tata rias saat ini jauh lebih baik dari terakhir ia pernah pentas. “Tidak menor dan terasa ringan di muka.”

Dalam waktu dua jam untuk berhias dan mengenakan kostum, terlihat perilaku lucu-lucu anak-anak yang rupanya cukup nervous. Ada anak yang pecicilan tak bisa diam. Ada yang nervous hingga mau menangis saat mau menari, ada yang keluar keringat dingin tidak berhenti, macam-macam. Hingga kemudian sebelum keluar pertunjukan kami melakukan hening cipta agar anak-anak lebih tenang. Di Sancaya, anak-anak biasa diajarkan hening cipta ketika akan berkegiatan apapun sehingga mengajak melakukan hening cipta berjalan lancar. Selesai pentas, Esa,  salah seorang penari memberikan pendapatnya bahwa ia menangis saat menari. “Ada rasa haru yang luar biasa saya rasakan ketika menari,” katanya.

Charity Run Mancanegara

Sangat bersyukur ketika pentas semua berjalan baik, para tamu mancanegara yang mengikuti acara Charity Run terlihat senang melihat anak-anak menari. Ini adalah pentas perdana hasil karya Sanggar Seni Pusaka Indonesia di Bali, tentunya kami akan terus semakin rajin berlatih untuk melestarikan budaya tradisional Nusantara ini kepada generasi muda.

 

Putu Saraswati & I Kadek Cahya Adi Wardana
Kader Pusaka Indonesia Wilayah Bali