Saat duduk di bangku TK hingga SMP, di kota kecil Ungaran, Jawa Tengah, salah satu pelajaran yang paling saya nikmati adalah bahasa Jawa, ketika kami diajarkan untuk nembang macapat. Tembang Macapat ini biasanya diiringi oleh alat musik tradisional Jawa seperti gamelan, sehingga menciptakan suasana yang khas dan memikat. Sayangnya, keberadaan Tembang Macapat mulai tergerus oleh perkembangan zaman. Generasi muda cenderung lebih tertarik pada bentuk-bentuk hiburan modern, seperti K-Pop, sehingga kelestarian Tembang Macapat perlu terus dijaga dan dilestarikan agar tidak punah begitu saja.
Tembang Macapat adalah salah satu bentuk puisi tradisional Jawa yang memiliki keunikan tersendiri. Tembang Macapat memiliki struktur dan aturan yang khas, serta digunakan dalam berbagai konteks, mulai dari upacara keagamaan hingga hiburan.
Satu hal yang membuat Tembang Macapat menarik adalah penggunaan pola melodi yang disesuaikan dengan jumlah suku kata dalam tiap barisnya. Ada tujuh bentuk Tembang Macapat yang umumnya dikenal, yaitu Kinanthi, Pangkur, Gambuh, Durma, Dhandhanggula, Sinom, dan Megatruh.
- Tembang Kinanthi: Tembang ini memiliki pola lagu yang melankolis, seringkali digunakan untuk menyampaikan kisah cinta atau kerinduan. Biasanya terdiri atas 9-12 suku kata.
- Tembang Pangkur: Tembang dengan pola melodi yang tenang dan lambat. Syairnya bersifat introspektif dan bermakna mendalam. Tiap barisnya terdiri atas 11 suku kata.
- Tembang Gambuh: Tembang Gambuh cenderung memiliki pola melodi yang riang dan ceria. Menceritakan kisah-kisah penuh warna dan menghibur. Tiap barisnya terdiri atas 11 suku kata.
- Tembang Durma: Tembang Durma memiliki pola melodi yang tenang dan adem, cocok untuk menyampaikan pesan-pesan bijak dan filosofis. Tiap barisnya terdiri atas 11 suku kata.
- Tembang Dhandhanggula: Tembang dengan pola melodi yang dinamis, digunakan untuk menyampaikan kritik sosial atau nilai-nilai moral. Tiap barisnya terdiri atas 11 suku kata.
- Tembang Sinom: Tembang ini memiliki pola melodi yang riang dan ceria, biasanya digunakan untuk menyampaikan kisah-kisah romantis atau hiburan. Tiap barisnya terdiri atas 9 suku kata.
- Tembang Megatruh: Tembang ini memiliki pola melodi yang tenang dan merdu. Berisi pesan-pesan kebijakan dan bijak, cocok disampaikan dalam suasana yang khidmat. Tiap barisnya terdiri atas 11 suku kata.
Selain itu, Tembang Macapat juga memiliki kekayaan makna yang dalam. Puisi-puisi ini mengangkat nilai-nilai kehidupan, filosofi, serta ajaran moral. Melalui penggunaan bahasa yang kaya metafora dan simbolisme, Tembang Macapat menjadi sarana untuk menyampaikan pesan-pesan yang mendalam kepada pembacanya. Sebagai contoh pada saat Webinar Persaudaraan Matahari dengan tema Ajaran Luhur Serat Wedhatama: Pokok-pokok Spiritualitas Jawa tanggal 28 Januari 2024 dilantunkan juga Tembang Pangkur.
Dalam upaya menjaga kelestarian tradisi musik tradisional, Pusaka Indonesia membuka kursus gamelan Jawa bagi para kader dan masyarakat umum. Penggabungan Tembang Macapat dengan gamelan akan menciptakan harmoni yang luar biasa. Nada-nada yang lembut dan maknawi dalam Tembang Macapat, bertautan dengan indahnya alunan gamelan, menciptakan sebuah karya seni yang memukau dan memikat hati pendengarnya.
Gamelan, dengan beragam instrumennya yang saling melengkapi, menjadi pendamping yang sempurna bagi Tembang Macapat. Tabuhan yang halus dan dinamis, serta irama yang khas, memberikan latar yang sempurna bagi setiap bait Tembang Macapat yang dilantunkan. Perpaduan ini adalah harmoni yang tak hanya terdengar, tetapi juga dirasakan sampai ke kedalaman jiwa, menghubungkan kita dengan akar-akar budaya yang telah mengalir sejak zaman dahulu kala. Kursus gamelan Jawa diharapkan tidak hanya memperkenalkan, tetapi juga memperdalam pemahaman tentang kekayaan musik tradisional Jawa.
Widya Rahmadani
Kader Pusaka Indonesia wilayah DKI – Banten
sumber foto: website pemkab Bantul