Skip to main content

Batik tulis halus bukan hanya sehelai kain untuk dipakai tetapi mahakarya seni adiluhung anak bangsa, sebuah masterpiece. Ditinjau dari keindahannya, tingkat kesulitannya dan waktu pengerjaannya layak mendapatkan dua acungan jempol. Sayangnya belum ada lagi pembatik era sekarang yang bisa membuat kembali batik-batik seindah dan sedetail batik-batik lawas dengan muatan seni yang sangat soulful seperti sebagian koleksi batik kuno yang dimiliki Hartono Sumarsono.

Sudah banyak maestro-maestro batik yang tidak melanjutkan karyanya dan ini berarti kita tidak bisa ulang karena pola atau style serta resep warna sudah bisa dibilang punah. Sangat disayangkan, dan di era ini saya belum melihat adanya maestro batik yang bisa mempunyai legacy seperti para pendahulunya, hanya tinggal satu maestro dan living legend, Oey Soe Tjoen, pembatik dari Pekalongan, yang saat ini sudah di generasi ketiga dan sempat mengeluh akan kelanjutannnya. Kain batik Oey Soe Tjoen sangat halus ulikannya, dengan isen-isen yang sangat rumit dikerjakan secara cermat. Kita berharap mereka bisa meneruskan legacy-nya ke generasi berikutnya.

Di sisi lain, kita juga perlu memikirkan nasib para pembatik sepuh yang dengan keahlian dan ketekunan luar biasa, tetapi satu fakta yang ironis bahwa mereka dibayar murah, kurang dari Rp50 ribu per hari. Sangat tidak masuk akal karena merekalah yang menghasilkan karya seni tersebut. Tidak berhenti di situ, penerusnya hampir tidak ada. Makanya di kalangan praktisi batik tulis halus sangat mengkhawatirkan kelangsungan batik tulis halus Nusantara (catat: bukan sekadar tulis biasa, caplis atau cap, karena ini masih banyak).

Batik atau wastra Nusantara adalah mahakarya seni pemersatu bangsa karena hampir setiap daerah Nusantara menghasilkan batik dan wastra lainnya yang mencerminkan budaya masing-masing dan memang ada pengaruh budaya asing dalam berkembangnya waktu.

Di sini baru terbuka paradigma kita bahwa batik bukan hanya kain untuk dipakai tapi jauh lebih bermakna dan berharga dari itu. Kita sebagai anak bangsa wajib untuk membantu melestarikan keberlangsungannya. Dan untuk bisa kesana kita harus bisa mempunyai pengetahuan dasarnya. Dari situ timbul rasa suka, mengagumi, dan menyayangi sehingga bisa tergerak untuk mensosialisasikannya baik secara informal, misalnya dengan mengenakannya, membicarakannya, maupun formal lewat jalur edukasi seperti sekolah dan workshop.

 I. Dharma

Pecinta Batik, Kader Pusaka Indonesia DKI Jakarta – Banten