Kawasan Pesisir Jawa sejak dulu kala dikenal sebagai pusat kegiatan perdagangan internasional. Interaksi dengan masyarakat luar ini juga sangat kental memengaruhi corak perbatikan. Kekayaan motif batik yang kita kenal sekarang, tidak lepas dari pengaruh budaya asing yang pernah masuk ke Indonesia. Itulah yang membuat batik Nusantara memiliki nilai sejarah tinggi. Berikut adalah 5 negara yang membawa pengaruh kuat dalam corak batik, dengan karakternya masing-masing:
Pengaruh Belanda

Sarung batik bunga tulip Pembatikan Ny L Metzelaar
Pada awalnya, batik untuk pakaian selalu berbentuk kain panjang. Ketika batik dalam bentuk sarung diperkenalkan, ternyata disukai oleh peranakan Cina dan wanita Indo-Eropa. Batik sarung selalu mempunyai bagian yang disebut kepala dan badan, dan tepi kain yang disebut “pinggir”. Dua nama besar dalam sejarah batik Belanda, yaitu Ny. Lien Metzelaar-de Stoop dan Eliza (Lies) van Zuylen-Niessen. Keduanya dari Pekalongan. Ny. L. Metzelaar membuat batik antara tahun 1880 – 1919. Ciri khas batik Belanda, kepala kain diberi ragam hias bunga-bungaan; atau bunga-bungaan di antara lajur-lajur yang dihiasi titik-titik, garis atau hiasan lain; atau bunga-bungaan dengan satu lajur miring yang lebar (dhlorong). Motif utama batik Belanda adalah bunga tulip. Motif burung mulai ditemukan di kepala. Motif batik Ny. Metzelaar yang ditiru banyak pembatik, yaitu motif bangau.
Batik van Zuylen atau “Panselen” menurut banyak orang, merupakan batik Belanda yang paling terkenal. Ia mempopulerkan buket bunga, yang kemudian disebut buketan. Ragam hias buketan ini bertahan lama. Kekhasan lain juga tampak dari warna pastel.

Kain Besurek
Pengaruh Arab.
Tampak dalam kain besurek. Motif utamanya adalah huruf kaligrafi Arab. Besurek dalam bahasa Bengkulu artinya “kain bersurat”. Selain motif kaligrafi, ada motif cumi-cumi yang distilasi, motif bunga cengkeh, motif bunga Raflesia kebanggaan Bengkulu.
Pengaruh India

Kain Jelamprang
Kain jelamprang adalah kain yang dihiasi corak nitik khas Pekalongan, yang merupakan adaptasi corak geometris dari patola. Patola adalah kain sutera yang dibuat dengan teknik tenun ikat berganda yang rumit, berasal dari Gujarat, India. Di Pekalongan, motif tersebut mulanya dibuat di rumah-rumah di tepi Jalan Perang, yaitu jalan raya tempat serdadu berbaris untuk pergi berperang. Dari Jalan Perang itulah asal nama jelamprang.
Pengaruh Cina

Pembatikan Kwee Nettie, motif batik dengan pengaruh Cina
Ragam hias batik Cina peranakan diambil dari motif sulaman sutera atau porselen Cina. Misalnya motif geometris banji (wanzi) atau swastika yang melambangkan keberuntungan. Keturunan Cina peranakan menyukai motif burung hong, bangau, merak, burung-burung kecil, kupu-kupu, menjangan, kilin, naga, bunga teratai, seruni, anyelir, peony, iris, dan lainnya. Umumnya wanita Cina peranakan tidak menyukai warna yang kelam. Ketika warna sintetis masuk sekitar tahun 1890 langsung diadaptasi dengan baik, sebab memungkinkan mereka menghasilkan batik yang lebih warna-warni dan semarak.
Pengusaha batik Cina peranakan yang terkenal adalah Oey Soe Tjoen (1901-1975), yang memulai usahanya tahun 1930 di daerah Kedungwuni, Pekalongan. Oey Soe Tjoen menghasilkan batik paling halus dan paling indah di masa keemasan batik tulis. Usaha pembatikan mereka diteruskan oleh anaknya, Muljadi Widjaja dan istrinya M. Istiyanti. Sampai saat ini, pembatikan masih berjalan, diteruskan oleh cucu perempuan, yaitu Oey Kiem Lian (Widianti Widjaja).
Pengaruh Jepang

Batik Djawa Hokokai
Ketika masa penjajahan Jepang, muncul batik yang berbeda dari sebelumnya. Terutama di daerah Pekalongan dan Batang. Batik itu disebut Batik Djawa Hokokai, merujuk nama organisasi bentukan Jepang yang beranggotakan orang Indonesia, tetapi dipimpin oleh kepala militer Jepang.
Ciri utamanya adalah warnanya beragam. Pada satu kain bisa lima sampai enam warna, dengan kombinasi warna berani seperti merah muda dengan hijau, atau ungu dengan kuning. Motif utama batik ini, berupa bunga-bungaan berukuran besar. Bunga yang paling sering muncul adalah peony, sakura, dan bunga-bunga yang pernah ada sebelum zaman Jepang. Motif lain yang sering muncul adalah kupu-kupu dengan sayap warna-warni, burung merak dan kipas. Motif – motif ini diatur pada dua pinggir kain. Susunan motif utama seperti orang Jepang disebut Sushomoyo. Susho artinya border bawah dan ditemui juga pada kimono yang motifnya penuh dan ramai di bagian bawah, tetapi makin ke atas makin kecil atau makin jarang.
Batik Djawa Hokokai menjadi menarik, karena ragam hiasnya dibatik memenuhi setiap senti kain. Jarang sekali ada bidang yang kosong. Motif rumit di seluruh permukaan kain, dan aneka warna yang memerlukan proses pencelupan berulang-ulang mungkin disebabkan karena pada masa itu memperoleh kain putih untuk bahan pembatikan sulit sekali. Saat itu juga zaman sedang sulit, sehingga supaya tidak ada pengangguran akibat kelangkaan kain, sehelai kain dibatik serumit mungkin dan dicelup berulang-ulang agar waktu pembuatan menjadi lebih lama.
Batik Djawa Hokokai memiliki kepala, badan motif pinggir dan sered di sisi paling pinggir kepala. Bentuknya hampir selalu kain panjang dua sisi, artinya pada satu badan terdapat dua desain yang berbeda, atau desainnya sama tetapi warnanya yang satu gelap, yang satu terang. Kain ini disebut kain pagi-sore. Warna yang lebih cerah biasanya digunakan pada pagi hari, kain yang gelap untuk sore hari.
Natalia Puri Handayani
Kader Pusaka Indonesia DKI Jakarta – Banten
Sumber:
Presentasi Bapak Hartono Sumarsono dalam Talkshow Membuka Tabir Keindahan Batik Nusantara, 11 November 2023
Sumarsono, Hartono. Batik Pesisir Pusaka Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia; 2011.