Skip to main content

Tak banyak masyarakat yang mengetahui, terutama generasi Z, tentang eksistensi kue moho, jajanan jadul.  Sewaktu saya kecil, tinggal di Semarang, Jawa Tengah, saya akrab dengan jajanan yang bentuknya membulat mirip kue mangkuk dan bolu kukus dan teksturnya lebih padat daripada kue bolu, dengan cita rasa yang lebih mirip bakpao. Bagian atas kue moho merekah sehingga terlihat bagian dalamnya yang berwarna putih, dengan kulit luar berwarna merah jambu atau merah tua. Sekarang, setelah tinggal di Yogyakarta, saya mencari-cari, di mana ya, si kue moho ini? Tak pernah saya temukan di pasar atau di mana pun lagi. Apa perlu saya buat sendiri? 

Penasaran, saya pun mencari-cari resep kue moho dan belajar membuatnya. Bahan dasar kue moho adalah gandum, tape, dan gula pasir. Warna merahnya didapat dari pewarna, rasanya manis dan ada sedikit aroma tape yang membuatnya beraroma wangi dan ngangenin. Dulu, setelah kue keranjang, kue ini termasuk yang paling banyak diburu saat Imlek, oleh kalangan etnis Tionghoa, yang menyebut kue ini sebagai Hwat Kwee.

Rupanya kue moho hanya ada di kota-kota tertentu daerah Jawa Tengah seperti Semarang, Solo, dan Pati. Menurut cerita yang hidup di Solo, jajanan tempo dulu ini dianggap sebagai simbol kerukunan antaretnis Tionghoa dan Jawa. Kue moho memiliki teknik pembuatan yang memadukan budaya Indonesia dan Tiongkok.

Kue moho sendiri memiliki filosofi mendalam, bentuk puncaknya yang merekah, melambangkan rezeki yang melimpah. Warna merah yang menjadi ciri khas kue ini, melambangkan kebahagiaan. 

Di Solo, kue moho dapat ditemukan di pintu gapura Kompleks Keraton Surakarta, Kampung Wirengan, Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon Solo, Jawa Tengah. Biasanya penjual menjajakan dagangannya mulai pukul 06.00 WIB sampai pukul 14.00 WIB. Sedangkan, Anda yang tinggal di Semarang, di daerah Pasar Gang Baru, Kranggan, masih ada yang menjual kue moho ini. 

Stella Manoppo 

Kader Pusaka Indonesia Wilayah DIY