Pusaka Indonesia Bidang Seni Budaya menyelenggarakan program edukasi wastra untuk kader yang tinggal di Wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kegiatan bertajuk “Sinau Bareng Mbatik” ini bertujuan melestarikan warisan budaya wastra, khususnya batik tulis. Kegiatan ini berlangsung pada 15 September 2024 dan diikuti oleh 23 kader Pusaka Indonesia, bertempat di Rumah Pusaka Indonesia (RPI) Yogyakarta di Desa Baran, Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. RPI Yogyakarta dipilih sebagai lokasi sesi pertama karena RPI baru saja pindah ke tempat tersebut pada Agustus 2024.
Pada sesi pertama ini, para kader Pusaka dari kedua wilayah belajar dasar-dasar pembuatan batik tulis. Harapannya, para peserta dapat lebih memahami bahwa proses pembuatan batik tulis bukanlah sesuatu yang instan atau mudah, tetapi memakan waktu dan membutuhkan ketelatenan. Dengan praktik langsung, para kader diharapkan semakin menghargai industri batik tulis yang terancam punah.
Hardi, kader Pusaka Indonesia asal Salatiga, menjadi pemandu dalam kegiatan ini. Meski telah pensiun sepuluh bulan lalu dan berusia di atas enam puluh tahun, Hardi aktif berkarya melalui Pusaka Indonesia sejak tahun 2022. Ketertarikannya pada batik tulis dimulai setahun sebelum bergabung, dan kini membatik menjadi hobinya yang melatih ketelatenan dalam menghadapi detail. Menurut Hardi, meskipun ia bukan produsen batik, batik tulis tetap menjadi pilihannya karena memiliki nilai tersendiri dibandingkan batik printing yang dapat mengancam industri batik tradisional.
Selama workshop, Hardi membimbing peserta yang sebagian besar masih awam dalam hal membatik. Mereka belajar mengenal jenis-jenis canting, membuat pola desain, teknik mencanting, serta proses pewarnaan. Pewarna sintetis dipilih untuk sesi ini. Di sesi kedua, yang akan berlangsung di bulan Oktober 2024 nanti di RPI Jawa Tengah, peserta baru akan diperkenalkan dengan pewarna alami.
Bahan-Bahan yang Digunakan:
- Kain mori. Jenis primissima, dipotong seukuran A4.
- Desain pola. Terdapat 15 desain pola berbeda yang bisa dipilih.
- Kertas karbon. Digunakan untuk menjiplak pola ke kain mori.
- Canting. Tiga ukuran—cecek, klowong, dan tembok—digunakan sesuai kebutuhan dalam membatik.
- Kompor listrik atau minyak. Untuk mencairkan malam.
- Malam. Lilin khusus untuk membatik.
- Wajan khusus. Berfungsi menampung canting yang dipanaskan.
Meskipun beberapa peserta pernah belajar membatik sebelumnya, mereka tetap antusias. Proses yang tampak mudah, seperti menjiplak pola, ternyata menantang. Pergelangan tangan bisa terasa pegal, bahkan ketika hanya mempola pada kain berukuran A4. Beberapa peserta memilih alternatif menjiplak menggunakan jarum pentul dan kertas minyak untuk menghindari pergeseran pola.
Tahap berikutnya adalah mencanting, yang membutuhkan malam dengan suhu cukup panas agar dapat mengalir keluar dari ujung canting. Setelah mencanting, proses pewarnaan dilakukan menggunakan pewarna sintetis jenis naptol, yang menghasilkan warna biru gelap, warna umum dalam batik.
Tahap Pewarnaan:
- Kain yang sudah dicanting dicelup ke ember berisi air, lalu ditiriskan.
- Dicelup ke larutan naptol untuk meresapkan warna.
- Dicelup ke larutan garam diazo agar warna biru muncul.
- Ulangi proses 1–3 dua hingga tiga kali untuk hasil maksimal.
Yang menarik, meskipun larutan naptol berwarna cokelat keruh, ketika dicelupkan ke larutan diazo, warna biru langsung keluar, menghasilkan warna yang diinginkan.
Setelah proses pewarnaan, kain dijemur hingga kering, kemudian dilanjutkan dengan tahap nglorod, yaitu pelepasan malam dari kain batik menggunakan air mendidih yang dicampur larutan kanji dan bubuk soda ash atau soda abu. Tahap ini penting agar malam yang terlepas tidak kembali menempel pada kain.
Dalam industri batik tulis, setiap tahap pengerjaan biasanya ditangani oleh pekerja yang berbeda sesuai keahlian masing-masing. Pembuatan satu lembar batik tulis membutuhkan proses yang panjang serta sumber daya manusia yang terampil.
Workshop ini berlangsung dari pukul 09.00 WIB hingga sore hari, dan peserta mengakui bahwa proses membatik tidaklah mudah dan memakan waktu, apalagi untuk batik tulis. Meski begitu, mereka menikmati prosesnya, mulai dari menjiplak pola hingga mencanting, dan bahkan ada yang ingin mencoba membuat pola kedua.
Ketua Pusaka wilayah Yogyakarta, R. Suprobojati, menilai bahwa kegiatan ini menunjukkan pentingnya kolaborasi dalam melestarikan warisan budaya. “Semangat kebersamaan untuk mewujudkan cita-cita pelestarian budaya sangat terasa dalam kegiatan ini,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Seni Budaya Pusaka Indonesia, Arif Fajar, menambahkan, “Kegiatan ini sesuai dengan visi Pusaka Indonesia untuk melestarikan warisan budaya nusantara, khususnya wastra, termasuk batik tulis.”
Semoga kegiatan “Sinau Bareng Mbatik” ini dapat menginspirasi masyarakat untuk lebih mencintai warisan budaya batik tulis.
Titya Sumarsono
Koordinator Seni Budaya Pusaka Indonesia Wilayah Yogyakarta