Tari Banjar Kemuning berasal dari kota Sidoarjo, Jawa Timur. Ini adalah sebuah tari kreasi yang diciptakan oleh Agustinus Heri Sugianto pada tahun 1999, di Festival Tari tingkat Jawa Timur. Tari Banjar Kemuning tercipta begitu saja dalam pikirannya, mengalir secara alami tanpa perencanaan berlebih.
Agustinus Heri Sugianto lahir pada 26 April 1963 di Madiun, Jawa Timur, pernah menjadi guru Seni Budaya di SDN Pucang 1, Sidoarjo, dan telah menelurkan berbagai karya tarian dan lagu sepanjang hidupnya. Banyak dari karyanya yang telah dipentaskan di Istana Negara. Sejak kecil, kesenian sudah menjadi bagian dari hidupnya, dan ia tetap berkarya hingga memasuki usia senja. Kini, meski beliau telah wafat pada 7 November 2023, namun karya-karya yang telah diwariskannya akan tetap dipelajari sehingga tetap hidup sepanjang zaman.
Tari Banjar Kemuning terinspirasi dari nama Desa Banjar Kemuning yang terletak di sebelah barat Kota Sidoarjo, tepatnya di Kecamatan Sedati, yang berada di wilayah pesisir. Tarian ini menggambarkan kehidupan masyarakat desa Banjar Kemuning yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Melalui tarian ini, diceritakan bagaimana para istri nelayan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan suami mereka yang sedang bertarung dengan ombak di lautan luas, serta ketegaran mereka dalam menghadapi sulitnya kehidupan saat suami pergi melaut.
Tari Banjar Kemuning juga digunakan sebagai tari penyambutan tamu yang berkunjung ke Kota Sidoarjo. Keunikan tarian ini terletak pada gerakan yang cepat dan dinamis, yang menciptakan semangat baru bagi para penontonnya. Gerakan-gerakan seperti solah playon, balian, ceklekan, kejer, mundak, iket, kencrongan, seblak ongkek, ajon-ajon, sembahan raja, solah kembang turi, uncal sampur, dan deleg dilakukan dengan tempo yang cepat, diiringi kibasan selendang yang bertujuan mengajak semua penonton untuk bersama-sama menumbuhkan semangat baru.
Penampilan tari ini biasanya dilakukan secara berkelompok, dengan jumlah penari antara empat hingga dua belas orang perempuan. Properti yang digunakan tergolong sederhana, dengan kostum berwarna biru dan kuning serta tatanan rambut bergaya China. Penari hanya memakai aksesoris kepala minimalis, seperti kembang goyang, mahkota, dan cunduk mentul. Sedangkan musik pengiringnya berupa gendhing-gendhing tradisional Jawa yang semakin memperkuat suasana dan makna dari setiap gerakan tari.
Persiapan Pagelaran Pusaka Indonesia
Terinspirasi dari kisah Agustinus Heri Sugianto, Pusaka Indonesia wilayah Jawa Timur Bidang Seni dan Budaya ingin mengangkat kembali karya-karya beliau, termasuk tari Banjar Kemuning yang indah dan kreatif ini, sebagai persiapan Pagelaran Pusaka Indonesia. Dalam prosesnya, penulis bersama delapan kader Jawa Timur lainnya berkolaborasi untuk berlatih tari Banjar Kemuning dengan berpindah-pindah tempat latihan, mulai dari Surabaya, Malang, Mojokerto hingga Nganjuk. Bukan tanpa alasan, sebab ada peserta yang tinggal di masing-masing daerah tersebut.
Walaupun tarian ini biasanya dibawakan oleh wanita, namun dalam persiapan kali ini diputuskan untuk menyertakan dua orang pria sebagai penari, dengan gerakan yang disesuaikan agar terlihat lebih gagah namun tetap mengikuti alur tarian aslinya. Hal ini menambah keunikan tersendiri, mengingat ada gerakan yang awalnya feminin seperti geol bokong, tetapi kini dilakukan dengan sentuhan maskulin, membuatnya terlihat lucu namun tetap gagah.
Tantangan terbesar dalam proses ini adalah kenyataan bahwa sebagian besar peserta bukanlah penari profesional. Kami semua belajar untuk bersabar, rendah hati, serta mampu mengendalikan diri agar tidak terjebak dalam ego. Proses ini mengajarkan pentingnya kolaborasi, saling memahami, dan berusaha yang terbaik sesuai kapasitas masing-masing.
Sebagai anak bangsa yang peduli dan cinta tanah air, penulis berharap semakin banyak orang yang tergerak untuk terlibat dalam merawat, melestarikan, dan mengembangkan seni budaya Nusantara yang begitu kaya dan indah ini.
Diana Wowiling
Kader Pusa Indonesia Wilayah Jawa Timur