Lima ratus tahun lalu, para begundal kolonial merampok rempah kita untuk hidup di negara mereka. Empat ratus tahun lalu, para penjajah merampok herbal kita untuk menyehatkan istri, gundik, dan keturunan mereka.
Tiga ratus tahun lalu, para perampok asing mencuri Sumber Daya Alam (SDA) kita untuk membangun kota-kota mereka. Dua ratus tahun lalu, para penjahat memerkosa kawan-kawan kita untuk menegaskan era perbudakan internasional. Seratus tahun lalu, mereka menipu kita dengan kurikulum, ilmu, agama, dan kebudayaan palsu demi sesembahan dan inlanderitas kita terhadap mereka.
Mengulang 500 tahun lalu, para penjajah kini sibuk memetakan harta karun kita yang tak habis-habis dalam rangka memastikan 1000 tahun penjajahan ke depan. Mereka bersiap menjarah masa depan kita!
Kita tahu, sejarah gigantik herbal dan rempah pada masa purba akan kembali muncul. Media internasional telah memunculkan hasil riset mengenai komoditas itu. Bedanya, bila dulu informasi khasiatnya masih campur aduk dengan mitos, kini akan dipastikan manfaatnya bagi tubuh dan peradaban dunia. Herbal-rempah akan masuk dalam piramida makanan manusia yang konkret dan jenius.
Perburuan herbal-rempah telah mengubah dunia. Globalisasi awal terjadi karenanya. Pelayaran-pelayaran mengelilingi dunia dilakukan karena memburu komoditas ini. Sejarah itu terjadi berabad-abad lalu. Penjajahan, penguasaan wilayah, dan perbudakan muncul karenanya. Kini arus besar untuk menguasainya sudah mulai muncul kembali.
Lalu, di manakah kita dan mau apa dengan masa depan ini?
Mari mulai satu-satu. Pertama, lahirkan revolusi kesadaran dan pengetahuan. Peta pengetahuan ini termasuk paham bahwa kita adalah negara terkaya jenis tanaman obat (rempah dan herbal). Lebih dari 300 jenis tanaman potensial untuk dimanfaatkan sebagai ramuan obat, senjata, dan pertahanan. Yang paling dahsyat sesungguhnya nilai komersialnya. Dalam riset yang kami lakukan, potensi sumber daya ini sekitar 1000 triliun per tahun. Plus, program ini mampu menyerap 3 juta tenaga kerja.
Sebagian khasiat dari tanaman-tanaman itu sudah dibuktikan melalui uji klinis dan hasilnya positif. Memang, tidak semua bagian dari tanaman obat bisa dimanfaatkan sebagai bahan ramuan obat. Misalnya, tanaman jahe, kunyit, dan temulawak hanya bagian rimpang yang berkhasiat. Nanas, jeruk nipis, dan belimbing lebih banyak dimanfaatkan buahnya untuk obat. Bagian tanaman berguna lainnya di kulit, batang, akar, biji, getah, dan daun.
Di atas segalanya, herbal dan rempah ini melimpah dan mengandung antioksidan, analgesik, antiseptik, antikanker, anti khamr, antispasmodik, dan stimulan.
Itulah mengapa, ketika beratus tahun lalu dikonsumsi bangsa penjajah, keturunan mereka menjelma menjadi kuat, cerdas, dan militan. Selebihnya rakus dan tak bertobat.
Kedua, lakukan penguasaan, pembibitan, dan industrialisasi. Di sini argumentasi peta jalan bin buku babon herbal dan rempah menemukan basisnya. Buku ini akan memandu kita bagaimana mengelola herbal dan rempah bukan hanya sebagai konsumsi tapi juga alat perang di masa depan. Ingat bahwa, temulawak, kunyit, barus, cengkeh, jahe, belantus, kemenyan, kapur, gambir, damar, pala, merica–untuk menyebut beberapa komoditas, dapat dibuat sebagai pendukung lahirnya generasi super canggih dan bahan perang.
Ketiga, rerutenisasi maritim. Kita tahu bahwa rute pengembangan dan perampokan harta ini di masa lalu adalah via lautan sebagai antitesa jalur sutra. Maka menghidupkan jalur rempah-herbal baru menjadi penting yang dikuatkan dengan udara. Poros maritim dan poros dirgantara harus dikerjakan bersama secara khidmat, fokus, dan berkelanjutan, siapa pun yang duduk di pemerintahan.
Keempat, dalam rangka kendali mutu dan SDA, segera dibuat kampus, litbang, paten, dan rumah sakit berkurikulum herbal dan rempah. Kurikulum ini menyangkut pola umum yang membuat masa depan kita, tahu AGHT (ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan) bagi tumbuhnya generasi emas yang mampu memenangkan perang herbal melawan kimia di wilayah medis (medical war). Ingatlah bahwa for fighting nation there is no journey’s end.
Bukankah kita sedang menghadapi perang kecerdasan? Proxy war, asymmetric war, currency war, agency war dan medical war adalah bentuk riilnya. Tanpa kesadaran ini herbal-rempah hanya jadi alat sesaji dan perdukunan, seperti selama ini.
Kelima, mentradisikan herbal dan rempah sebagai gaya hidup. Inilah gaya simultan yang berkaidah “dengan menuju ke laut, maka sungai setia pada sumbernya.” Semesta, pro lingkungan, dan sehat adalah hasilnya.
Dengan kesadaran akan lima hal di atas, kita akan menjalankan revolusi konstitusi yang akan menuntaskan problem utama Indonesia: kemiskinan, kebodohan, kepengangguran, ketimpangan, kesakitan, ketergantungan, keterjajahan, kekalahan, dan kepicikan (9K).
Tentu saja itu tak cukup dengan pidato dan blusukan. Ini perang kecerdasan. Tapi ingat, kecerdasan tanpa kapital, menjadi omong kosong. Sedang kapital tanpa kecerdasan, menjadi mubazir. Singkatnya, kita harus lebih meraksasa dan berdentum laksana letusan Gunung Tambora.
Yudhie Haryono, CEO Nusantara Centre
sumber foto: indonesiancultures.com