Setelah 80 tahun Indonesia merdeka, makna kemerdekaan tidak hanya terletak pada bebasnya bangsa ini dari penjajahan, tetapi juga pada bagaimana kita mengisi kemerdekaan tersebut dengan aksi nyata sebagai wujud dari rasa cinta tanah air. Apalagi, saat ini tantangan yang dihadapi oleh bangsa kita semakin kompleks. Mulai dari globalisasi, dampak kemajuan teknologi, hingga perubahan nilai sosial yang mempengaruhi cara masyarakat memandang nilai-nilai luhur Pancasila. Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, Wakil Ketua Umum Pusaka Indonesia, Eko Nugroho hadir sebagai narasumber dalam Obrolan Komunitas RRI Pro 1 Jakarta dengan mengusung tema ‘Menumbuhkan Patriotisme di Era Pasca 80 Tahun Kemerdekaan’ pada Agustus lalu.
Eko yang juga mendalami isu geopolitik menyatakan, meskipun Indonesia telah merdeka selama 80 tahun, namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk mewujudkan kemerdekaan yang seutuhnya. Ia menjadikan China sebagai contoh, yang telah berhasil membangun industrinya. Kita bisa melihat misalnya, bagaimana mobil listrik Tiongkok kini tidak hanya bersaing di negerinya sendiri, tapi sudah bersaing secara global. Menurut Eko, di China, negara dan pemerintah hadir menjadi penyokong industri dengan menyiapkan energi yang murah dan sistem supply chain. Di Indonesia, seyogyanya pemerintah juga dapat membuat kebijakan yang betul-betul pro rakyat, bukan kebijakan yang hanya menguntungkan sebagian kecil penguasa. “Banyak hal yang seharusnya negara lakukan untuk rakyatnya. Tidak perlu sikut-sikutan membesarkan partai, melainkan bekerjasama membangun negara,” ucapnya.
Menumbuhkan Patriotisme Generasi Muda di Era Modern
Menurut Eko, Patriotisme memiliki dua nilai utama, yakni semangat mencintai tanah air dan kesediaan untuk berkorban demi kepentingan negara. Namun di era digital ini, makna patriotisme terlihat kabur bagi generasi muda. Ada kalanya patriotisme dimaknai hanya sekadar berpartisipasi dalam upacara bendera. Padahal, sesungguhnya patriotisme berkaitan dengan pengorbanan dan cinta tanah air. Dahulu kala, para pahlawan bangsa mengorbankan tenaga, materi, bahkan nyawa demi mencapai kemerdekaan. Ini adalah bentuk dari patriotisme sejati. Saat ini, kita memang tidak perlu lagi berjuang melawan penjajah seperti dulu, namun ada berbagai tantangan berbeda dalam menjunjung nilai patriotisme.
Baca juga: Pentingnya Menumbuhkan Jiwa Patriotisme pada Anak Bangsa
Eko menjelaskan, ada banyak langkah sederhana yang bisa diambil oleh generasi muda untuk menunjukkan patriotisme dan cinta tanah air. Salah satu contoh sederhananya adalah mematuhi aturan untuk membuang sampah pada tempatnya. Inilah salah satu wujud cinta tanah air, yang dimulai dari kepedulian dan keikutsertaan kita dalam bertanggung jawab menjaga kebersihan lingkungan sekitar. “Jika kita punya sampah tapi tidak ada tempat sampah lebih baik dikantongi dulu hingga ketemu tempat sampah,” ungkapnya.
Kedua, makna patriotisme yang lebih dalam menurut Eko, adalah menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam menjalankan profesi masing-masing. Misalnya, jika jadi pengemudi ojek online (ojol), sepatutnya senantiasa mematuhi aturan lalu lintas. Sebagai pelajar, jadilah pelajar yang baik dan jangan ikut tawuran. Jika naik transportasi umum, berikan prioritas tempat duduk bagi wanita hamil dan lansia. “Ini adalah bagian dari patriotisme yang harus kita pertahankan saat ini,” kata Eko.
Eko juga mengungkapkan, salah satu cara sederhana untuk menumbuhkan rasa patriotisme anak bangsa adalah dengan mulai menceritakan sejarah bangsa yang luhur dan besar. Misalnya dengan menceritakan sejarah candi-candi yang masih berdiri megah hingga saat ini. Sebuah candi bisa berdiri karena adanya bangsa yang besar, ekonomi yang kuat, kekuasaan yang bertahan lama, dan tentunya keahlian teknologi luar biasa. Sejarah lainnya adalah kisah tentang kapal Jung Majapahit yang ukurannya berkali-kali lipat lebih besar dari kapal-kapal lain yang masuk ke Nusantara. Jung tidak tembus meski ditembak oleh Belanda dan itu menandakan teknologi yang digunakan sangat luar biasa. “Saat itu Nusantara punya teknologi luar biasa, kekayaan emas, rempah, serta jiwa seni yang tinggi. Sudah sepatutnya kita kobarkan semangat bangsa Indonesia untuk kembali menjadi bangsa besar seperti dulu,” tutur Eko.

Praktik Membatik pada acara Workshop Membatik Pusaka Indonesia di Jakarta
Tantangan Globalisasi dan Peran Informasi
Di sisi lain, digitalisasi di era saat ini adalah bagian dari globalisasi yang tidak bisa dihindari. Di tengah arus globalisasi yang tak terbendung, penting bagi kita untuk menyaring informasi dengan bijak, agar tidak termakan informasi yang salah atau hoaks, hingga memicu kesalahpahaman. Karena keterbukaan informasi inilah, terkadang kita hanyut dan tidak bisa memilah mana yang bermanfaat dan mana yang sebenarnya melemahkan negara. Oleh karena itu, menurut Eko, penting untuk selalu melihat informasi dari berbagai sudut. “Dengan kejernihan dalam melihat informasi yang ada, maka kita bisa membuat keputusan yang tepat demi kemajuan bangsa,” ucapnya. Ia juga menambahkan bahwa, untuk menjadi bagian dari globalisasi, kita harus ikut serta mewarnai globalisasi ini dengan informasi yang benar, terutama tentang apa yang Indonesia miliki.
Peran Komunitas Pusaka Indonesia dalam Memperkuat Nilai Kebangsaan
Pusaka Indonesia sebagai sebuah perkumpulan kebangsaan memiliki peran penting dalam memperkuat nilai-nilai nasionalisme dan kebhinekaan. Dengan visi menciptakan anggota yang menghayati dan mengamalkan Pancasila, Pusaka Indonesia berupaya menyampaikan aspirasi dengan cara yang elegan dan bermartabat lewat slogan ‘Hening, Beraksi, dan Mencipta Mahakarya’. Eko menyampaikan, seluruh program yang dijalankan Pusaka Indonesia didasari pada prinsip Trisakti yang digagas oleh Bung Karno, yakni ‘Berbudaya Sesuai Jati Diri, Mandiri Secara Ekonomi, dan Berdaulat Secara Politik’.
Dalam prinsip Berbudaya Sesuai Jati Diri, Pusaka Indonesia menyelenggarakan berbagai kegiatan rutin untuk mengenalkan kembali kekayaan budaya Nusantara. Di antaranya lewat kegiatan pagelaran seni yang diselenggarakan secara berkala. Pusaka Indonesia juga mengembangkan Akademi Herbal Nusantara untuk mengembalikan tradisi jamu dan herbal yang sudah ada sejak zaman dahulu. Sementara dalam konteks kemandirian secara ekonomi, Pusaka Indonesia senantiasa menekankan prinsip gotong royong dalam setiap kegiatan. “Berdikari secara ekonomi juga berkaitan erat dengan berdaulat secara politik, karena jika kita sudah berdaulat secara ekonomi, maka kita tidak akan goyah oleh iming-iming apa pun,” tambah Eko.
Baca juga: Menjemput Keajaiban Untuk Indonesia
Sebagai penutup, Eko mengungkapkan, patriot sejati adalah mereka yang mau bekerja dengan tulus, senantiasa memperbaiki diri, dan meningkatkan kinerja sesuai profesi masing-masing. “Kita adalah generasi yang tetap ingin mencintai negeri ini. Lakukan apa pun yang terbaik, dimulai dari diri sendiri,” pungkasnya.
Dudung Rohmat (Kawil Pusaka Indonesia Sumatera-Batam)
& Kadek Ayu Rinawati (Kader Pusaka Indonesia Wilayah Bali)