Program Kuliah Kelas Karakter Konstitusi ke-2, Sabtu 10 Juni 2023 lalu membahas Pancasila dan Teori Kuantum dengan pemateri Dr. Ir. Kun Wardana Abyoto, ternyata mencengangkan untuk para peserta. Apa yang disampaikan Dr. Kun secara keseluruhan ternyata sejalan dengan pembabaran yang sering disampaikan Setyo Hajar Dewantoro (SHD).
Menurut penuturan Virine, salah seorang kader yang hadir di kelas tersebut, Dr. Kun menyampaikan bahwa perubahan akan bisa terjadi di masyarakat luas apabila perubahan itu dilakukan dalam tataran individu. “Konsep berpikir benar, berkata benar dan bersikap benar, sebagaimana ajaran Ahura Mazda yang disampaikan Mas Guru SHD, hanya bisa dilakukan bila masing-masing pribadi memiliki pemahaman Ketuhanan dari segi esensi, bukan dari sisi dogmatis. Tantangannya adalah ketika hampir seluruh masyarakat indonesia memiliki pemahaman Ketuhanan yang dogmatis, bagaimana kita bisa memasukan pemahaman Ketuhanan yang esensial ini tanpa ada resistensi dari masyarakat luas.”
Peserta lain, Daniel, mengatakan, poin penting dari kelas ini adalah soal selalu bersikap optimis, tidak setengah-setengah dalam menjalankan sesuatu. Hukum alam tetap berjalan, dengan segala tindakan yang kita lakukan tercatat dalam akhasic record. “Vibrasi kita bisa berdampak luas, jika kita berbuat baik, damai, peduli terhadap orang lain. Dan, yang paling tinggi vibrasinya adalah cinta yang murni dan ini berasal dari hati. Dr. Kun juga berbicara bahwa yang kita lihat dengan pancaindra belum tentu yang sebenarnya. Sebanyak 80% yang kita lihat bersifat immateriel. Hanya 20% yang bersifat materiel. Semua yang bersifat materiel berasal dari energi. Kelas ini banyak pembicaraan seputar energi, vibrasi, dan frekuensi,” ujar Daniel yang juga kader Pusaka Indonesia dari Tangerang.
Sementara, Sari Mariyose, peserta lain, juga membenarkan, yang dipaparkan oleh Dr. Kun ini persis dengan yang diajarkan oleh Mas Guru SHD di Persaudaraan Matahari dan yang dipraktikkan di Pusaka Indonesia. Prinsip dasarnya adalah “Singularity” alias Esa. Di dunia, semua hal terdiri dari materi yang sama. Sehingga apa yang ada dalam diri ini sama persis juga dengan yang terjadi di luar diri. One for all, all for one. “Maka jika kita membantu orang, kita juga membantu diri sendiri. Untuk mengubah yang di luar kita, selaraskan dulu yang di dalam diri. Dalam teori kuantum, ini disebut “entanglement” atau “keterhubungan”. Akrab di telinga para pembelajar spiritual di Persaudaraan Matahari sebagai “terhubung”. Jadi intinya ada pada setiap diri manusia itu sendiri (sila 2 Kemanusiaan) agar terhubung dengan yang ESA (sila 1 Ketuhanan). Lalu untuk membangunnya, kita memerlukan energi, maka kita perlu bersatu (sila 3), yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan (sila 4), maka terwujudlah keadilan sosial (sila 5),” kata Sari yang juga Ketua Pusaka Indonesia Wilayah DKI-Banten.
Hal lain yang menarik dari paparan Dr. Kun, menurut Sari, adalah rujukannya pada level of consciousness yang merujuk dari David R. Hawkins, yang menyatakan, diperlukan 12 orang dengan LOC 700 untuk mengubah 90 juta orang. “Di sini saya teringat dengan ucapan Mr. Sukarno yang menyatakan, beri aku 10 pemuda, maka akan ku guncang dunia. Boleh jadi Mr. Sukarno juga sudah memahami teori kuantum. Sangat senada dengan apa yang dilakukan SHD saat ini, berusaha terus membimbing agar semakin banyak orang naik kesadarannya dan menjadi pilar-pilar Bumi Surgawi. Persaudaraan Matahari sebagai kawah candradimuka dan Pusaka Indonesia sebagai wadah pergerakan karya nyata menuju perubahan dunia,” pungkas Sari.